Sepulang dari rumah Abi, Raja mampir kesebuah warung makan di pinggir jalan untuk makan siang. Sebenarnya tadi Rahayu sudah menawarkan makan siang di rumah mereka, tapi Raja menolak karena ingin segera pulang dan tidur.
Walaupun sebenarnya Raja ingin menenangkan dirinya dari rasa panik dan resahnya setelah kejadian kemarin.
Raja tahu, dia sudah melakukan sebuah kesalahan besar. Entah apa yang terjadi pada otaknya hingga dia berani melakukan hal gila itu bersama Nadine.
Padahal selama ini Raja tidak pernah tertarik dengan hal-hal seperti itu. Kesehariannya hanya berputar pada pekerjaan dan juga game favoritnya. Raja bahkan tidak pernah merasa tertarik dengan perempuan seseksi apa pun yang melintas di depannya.
Tapi bersama Nadine... semuanya benar-benar tidak terprediksi. Mereka sudah pernah berciuman, berpelukan, bergandengan tangan. Hal-hal yang selama ini tidak pernah terlintas sedetikpun di kepala Raja untuk dia lakukan.
Dan kemarin, hal yang lebih gila dari itu terjadi. Untuk kali pertama... Raja meniduri seorang perempuan. Nadine, ya, Nadine. Perempuan itu entah mengaja selalu menjadi yang pertama baginya.
Raja pun akhirnya tahu jika dia juga lelaki pertama Nadine, membuat Raja merasa malu atas tuduhannya selama ini pada Nadine.
Jujur saja, ketika Raja menyadari jika dia adalah orang pertama yang mendapatkan keperawanan Nadine, beberapa detik setelahnya, Raja hanya terdiam kaku menatap wajah Nadine yang meringis seperti kesakitan di bawahnya.
Nadine, gadis sombong dan angkuh yang selama ini terlihat begitu genit dan senang menggodanya, ternyata tidak seperti dalam bayangannya.
Namun sialnya, kenyataan mengenai Nadine yang menyerahkan keperawanannya pada Raja semakin membuat perasaan Raja meledak-ledak hingga Raja larut dalam hasratnya.
Dan semua itu terjadi begitu saja. Mengalir, terhanyut syahdu, hingga mereke berdua sampai pada puncak hasrat mereka berdua.
Raja masih ingat betapa canggungnya mereka berdua setelah semua itu selesai. Mereka hanya berbaring berdampingan dengan sebuah selimut yang menutupi tubuh mereka. Tidak ada percakapan hingga Nadine minta di antar pulang.
Di perjalanan, Nadine masih seperti biasa, tetap memeluknya. Hanya saja, dia jadi jauh lebih pendiam dari bisanya. Tidak ada candaan atau pun godaan menyebalkannya ketika Raja telah membawanya sampai ke rumah.
Nadine hanya tersenyum kaku, mengucapkan terima kasih kemudian berlalu pergi.
Dan sekarang, semua itu memenuhi kepala Raja hingga kepalanya terasa seperti akan pecah.
Kini Raja mendesah, dia masih berada di atas motornya dengan tatapan menerawang ke depan. Nadine tidak bisa menghilang dari kepalanya hingga saat ini, membuat Raja merasa cemas dan juga... takut.
Menggelengkan kepalanya pelan, Raja berusaha mengusir kepelikan pikirannya. Raja melepaskan helm dari kepalanya, kemudian turun dari motornya. Begitu dia ingin masuk ke warung makan itu, dia menemukan sesosok perempuan yang dia kenali, sedang membawa susunan kotak nasi di kedua tanganya dengan susah payah.
"Luna!" panggilnya.
Luna menoleh, matanya sedikit melebar menatap Raja. "Raja?"
Raja menghampirinya, ekor matanya melirik kotak nasi di kedua tangan Luna. "Buat siapa? Banyak banget."
"Oh, ini... buat dibagiin ke orang-orang." Jawab Luna.
"Geratis?"
"Iya lah, masa bayar."
Luna tertawa pelan mendengar pertanyaan Raja.
"Hm... aku sama beberapa teman sekomplek memang punya kegiatan rutin satu kali dalam sebulan bagi-bagiin makanan geratis buat orang-orang yang hm... kurang beruntung. Nggak banyak-banyak sih, cuma seratus kotak aja, soalnya duit kita belum cukup buat yang lebih banyak lagi." Luna mengatakan itu sambil melirik ke belakang, pada teman-temannya yang sedang membawa kotak-kotak nasi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJA
General FictionRaja tidak percaya pada cinta. Cinta pertama Raja dalam hidupnya adalah Mamanya sendiri. Sayangnya, cintanya harus kandas karena Mamanya lebih memilih hidup bersama lelaki kejam yang senang memukuli mereka setiap kali dia merasa marah. Tepat ketika...