Nadine berjalan berdampingan dengan Om Imam, mereka saat ini sudah berada di Kampus untuk mengurusi keperluan Nadine yang akan segera pindah ke Jepang, sesuai perintah Heru.
Sejak tadi Nadine hanya berjalan dengan kepala tertunduk dalam, sesekali dia memainkan cincin di jari manisnya yang terasa longgar. Mungkin karena akhir-akhir ini dia tidak berselera makan dan sedikit tidak enak badan, hingga berat badannya bekurang.
"Kamu tunggu di sini sebentar, Om mau bicara dengan Rektor kamu dulu." Ujar Om Imam pada Nadine yang hanya mengangguk pelan.
Tanpa curiga sekalipun, Om Imam masuk ke ruangan di depan mereka begitu saja. Dan hal itu membuat Nadine memiliki kesempatan untuk kabur. Nadine bergegas pergi sambil setengah berlari, dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menghubungi Raja.
"Kamu di mana?"
[Di Parkiran. Kamu di mana?]
"Aku kesana sekarang."
[Nad!]
"Ya?"
[Kamu jangan lari-larian, nanti jatuh. Keadaan kamu belum terlalu sehat.]
Kalimat bernama khawatir itu membuat langkah Nadine melambat dan perlahan dia berhenti berjalan. Nadine menatap lurus ke depan dengan tatapan lirih.
"Ja,"
[Ya?]
"Kita... setelah ini akan baik-baik aja, kan?"
Nadine menggigiti bibirnya pelan. Sejujurnya, dia sedang gelisah dan juga takut saat ini. Sebagian hatinya merasa sangat bersemangat untuk kembali bertemu Raja dan pergi bersamanya. Nadine bahkan sudah memiliki banyak sekali angan-angan yang begitu indah mengenai mereka berdua.
Tapi, sebagian hatinya yang lain juga merasa takut dan gundah. Apakah ini benar? Apakah setelah ini, mereka benar-benar merasa tenang dan bahagia seperti yang ada dalam bayangan mereka?
Lalu bagaimana jika semuanya tidak berjalan dengan baik?
[Hm. Kita akan baik-baik aja, Nad. Selama ada kamu, selama kita... terus bersama, kita akan baik-baik aja.]
Nadine tersenyum lirih, dia mengangguk pelan demi menguatkan dirinya. "Tunggu aku di sana ya, Ja." Gumamnya.
[Hm. Cepetan kesini, aku... kangen banget sama kamu.]
Nadine tersenyum semakin lebar meski setetes air matanya jatuh.
Selesai menelefon, Nadine melanjutkan langkahnya. Namun tanpa disangka, tiba-tiba saja Prita dan Luna memanggilnya, membuat langkah lebar Nadine terhenti dan menoleh padanya.
Prita dan Luna berlarian ke arahnya. "Nad? Lo mau kemana? Kenapa tadi lo nggak masuk?"
Luna menambahkan. "Iya, gue telefon juga nggak di angkat. Lo... masih sakit?"
Nadine tidak melakukan apa pun selain menatap mereka berdua. Jika setelah ini dia dan Raja pergi, Nadine pasti tidak akan bertemu lagi dengan mereka berdua.
Luna dan Prita, sahabatnya yang sudah menorehkan banyak sekali kebahagiaan dalam hidupnya. Bersama mereka, Nadine tidak merasa kesepian. Bersama mereka, Nadine merasa hidupnya yang dulu kosong terasa lengkap.
Mereka sangat berharga bagi Nadine. Dan karena itu, kini Nadine berhambur memeluk mereka berdua dengan erat. "Lo berdua tahu nggak sih, gue sayang... banget sama kalian." Isak Nadine.
Prita dan Luna saling menatap bingung dalam pelukan Nadine. "Nad, lo kenapa sih?" tanya Luna.
Pelukan Nadine semakin mengerat, tangisnya terdengar begitu menyedihkan hingga Prita memaksa Nadine melepaskan pelukannya. "Lo kenapa, Nad? Kok nangis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJA
General FictionRaja tidak percaya pada cinta. Cinta pertama Raja dalam hidupnya adalah Mamanya sendiri. Sayangnya, cintanya harus kandas karena Mamanya lebih memilih hidup bersama lelaki kejam yang senang memukuli mereka setiap kali dia merasa marah. Tepat ketika...