"Gimana?"
[Nadine udah tahu.]
Arjuna menahan napasnya yang tercekat. Apa yang baru saja Prita katakan membuatnya merasa was-was.
[Om Heru nggak mau merahasiakan hal ini sama Nadine, jadi... Om Heru mengatakan semuanya.]
"Terus... Kak Nadine gimana?"
[Gue nggak tahu, Juna...] suara Prita terdengar sedih saat ini. [Nadine nggak ngomong apa-apa, dia cuma diam terus dari tadi. Tapi, tadi Nadine sempat nanyain Raja ke gue sama Luna.]
Arjuna memejamkan matanya, putus asa. Raja dan Nadine, mereka... jelas sekali sedang tidak baik-baik saja.
[Kenapa jadi gini, ya. Kenapa Nadine jadi begini.]
Entahlah, Arjuna pun tidak tahu harus mengatakan apa. Semua masalah ini terlalu tiba-tiba. Padahal sebelumnya semuanya masih baik-baik saja. Hubungan Raja dan Nadine, hubungan Heru dan Nadine, semuanya... tidak pernah mengalami masalah selama ini.
Tapi ternyata dibalik ketenangan itu tersimpan bom waktu yang pada akhirnya meledak hingga menyakiti semua orang.
[Raja gimana?]
"Nggak jauh beda dari Nadine," ujar Arjuna dengan suara parau. "dia... hancur banget. Ini pertama kalinya aku lihat Raja nangis dan ketakutan."
Sejenak, tidak ada yang saling bicara di antara mereka, hanya terdengar helaan napas lirih keduanya.
[Lo jagain Raja di sana, ya, Juna. Biar disini gue yang jagain Nadine. Apa pun yang terjadi, apa pun kesalahan yang mereka lakukan, kita... nggak boleh ningalin mereka, karena saat ini yang mereka butuhkan adalah dukungan dari kita semua.]
"Hm. Bilangin sama Kak Nadine, Raja..." Arjuna meremas ponselnya erat. "dia pasti akan segera datang. Dia nggak akan ninggalin Kak Nadine sendirian."
Masalah ini benar-benar terasa menyiksa. Ini bukan hanya tentang Raja dan Nadine yang sudah melangkah lebih jauh, tetapi juga mengenai janin yang sempat berada di rahim Nadine namun sayangnya tidak bisa terlahir ke dunia ini karena insiden itu.
Orang-orang mungkin merasa kecewa pada mereka berdua, tapi yang paling menderita pasti lah mereka berdua juga. Dan sekarang, di tengah-tengah penderitaan itu, mereka tidak bisa saling bertemu, sementara mereka membutuhkan itu untuk saling menguatkan.
Arjuna mengacak rambutnya gusar. Dia memutuskan keluar dari kamarnya, namun bertepatan dengan itu dia melihat Ibu dan Kakaknya melewatinya dan masuk ke kamar Raja, membuat Arjuna bergegas mengikuti.
Rahayu mengetuk pintu kamar Raja terlebih dulu sebelum membukanya, mereka bisa melihat Raja yang duduk menyandar di atas tempat tidur, menoleh pada mereka dengan wajah lusuhnya.
Rahayu masuk lebih dulu di ikuti oleh Gisa, Arjuna memilih berdiri di ambang pintu.
Arjuna sedikit cemas saat ini, seharusnya Ibu mereka masih berada di Kampung hari ini, tapi mengapa tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah? Bahkan sejak mereka membawa Raja pulang ke sana, tidak ada satu pun dari mereka yang ingin memberitahu Rahayu mengenai masalah Raja.
Melihat Rahayu datang, Arjuna bergerak pelan, beranjak duduk di tepi tempat tidur, tepat di samping Rahayu. Kepalanya tertunduk dalam, membuat siapa pun merasa iba padanya.
Raja yang mereka kenal bukanlah Raja yang seperti ini, seolah-olah dia merasa bersalah pada semua orang, seolah-olah dia telah mematahkan hati semua orang.
"Raja udah makan?" tanya Rahayu, suaranya terdengar lembut seperti biasa. Raja menggelengkan kepalanya, membuat Rahayu melirik Gisa sejenak. "Ibu udah dengar tentang kamu, tadi... Gisa udah cerita."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJA
General FictionRaja tidak percaya pada cinta. Cinta pertama Raja dalam hidupnya adalah Mamanya sendiri. Sayangnya, cintanya harus kandas karena Mamanya lebih memilih hidup bersama lelaki kejam yang senang memukuli mereka setiap kali dia merasa marah. Tepat ketika...