Ini sudah hari kelima yang Raja lalui tanpa gangguan Nadine. Nadine tidak pernah lagi menemuinya, tidak pernah menelefonnya, tidak pernah mengiriminya pesan-pesan menyebalkan. Persis seperti harapan Raja beberapa bulan lalu.
Harusnya Raja merasa senang karena terbebas dari Nadine. Harusnya Raja merasa lega kehidupan tenangnya kembali seperti semula. Tapi sayangnya, yang dia rasakan adalah sebaliknya.
Raja merasa hampa, sepi dan juga kosong. Setiap hari dia memandangi pintu ruko, menunggu Nadine muncul dengan senyuman kekanakannya. Setiap saat dia memeriksa ponselnya, menunggu telefon atau pesan Nadine seperti biasanya.
Tapi semua itu tidak lagi pernah terjadi. Nadine menghilang bagai ditelan bumi, membuat Raja merasa kebingungan sendiri. Terlebih lagi Nadine menghilang setelah kejadian itu.
Apa Raja telah menyakitinya? Apa Nadine tidak menyukai apa yang mereka lakukan? Tapi kemarin Nadine tidak terlihat terpaksa atau menolak. Lalu apa masalahnya?
Raja mendesah berat memikirkan semua itu. Dia melipat kedua tangannya di atas meja, membenamkan wajahnya di sana dengan gerakan lemah.
Nadine...
Entah sudah sebanyak apa dia menggumamkan nama Nadine selama lima hari ini.
Ketika Raja merasakan sebuah tepukan pelan di pundaknya, kedua matanya terbuka cepat, senyumannya merekah begitu saja. Ini pasti Nadine, pikirnya.
Maka dengan gerakan cepat dan penuh semangat, Raja mengangkat wajahnya dan menengadah ke atas. Namun, begitu dia menemukan keberadaan Arjuna, senyuman Raja musnah detik itu juga, digantikan dengan decakan kuat. "Ngapain lo?!" ketusnya.
"Galak banget." Kekeh Arjuna yang kini memilih menarik kursi ke depan meja Raja dan mendudukinya. "Ibu titip pesan, suruh kamu pulang nanti malam soalnya lusa mau ada acara syukurannya Alma di rumah."
"Lusa, kan, syukurannya?"
"Iya."
"Ya udah, gue pulang lusa."
Arjuna berdecak. "Kata Ibu besok, Ja. Kalau kamu pulangnya lusa, bukan cuma Kak Gisa nanti yang ngomel, Ibu juga."
Raja berdecak malas namun dia tahu kalau dia tidak bisa membantah perintah Rahayu. Raja kembali menghela napasnya berat. Pusing dengan pikirannya, Raja menarik laci mejanya, mengeluarkan sekotak rokok. Dia mengambil sebatang rokok dari sana, menyelipkannya ke bibir lalu menyalakan api dengan pemantik.
Arjuna hanya diam mengamati Raja. Dia sudah pernah melihat Raja merokok sebelumnya, jadi tidak lagi terkejut. "Rasanya apa sih?" tanya Arjuna tiba-tiba.
"Apa?"
"Itu, rokok kamu."
Raja mendorong kotak rokok dan pemantiknya pada Arjuna. "Coba aja kalau lo penasaran."
Arjuna tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya. "Nggak deh.
"Cupu lo!"
Arjuna hanya menggelengkan kepalanya pelan. Namun yang pasti, dia menemukan raut wajah arjuna yang tidak biasa. Dari caranya mengepulkan asap, tatapannya yang menerawang, semua itu seperti menggambarkan jika Raja sedang memikirkan sesuatu.
"Ada masalah ya, Ja?" tanya Arjuna pelan.
Raja meliriknya sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin membaginya dengan Arjuna. Tapi... entah kenap, tiba-tiba dia merasa penasaran mengenai satu hal.
"Lo... ketemu Nadine nggak di kampus?" tanya Raja.
"Hm... kemarin ketemu sih, tapi tadi nggak. Soalnya aku datangnya telat, terus pulangnya buru-buru ke sini. Kenapa, Ja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJA
General FictionRaja tidak percaya pada cinta. Cinta pertama Raja dalam hidupnya adalah Mamanya sendiri. Sayangnya, cintanya harus kandas karena Mamanya lebih memilih hidup bersama lelaki kejam yang senang memukuli mereka setiap kali dia merasa marah. Tepat ketika...