"Aku panggilin taksi aja ya, Nad?"
"Nggak mau..."
"Tapi kamu kelihatan pucat gini mukanya."
Nadine mencebik, dia bersikeras tetap ingin pulang bersama Raja, naik motor, seperti biasanya. Meski kepalanya masih terasa pusing dan tubuhnya terasa lemas, tapi Nadine masih ingin terus bersama Raja.
Bahkan kini dia sudah memeluk lengan Raja erat. "Mau dianterin kamu aja." Rengek Nadine bersikeras.
Raja menghela napas berat, mengusap puncak kepala Nadine dan berakhir mengalah. Raja membawa Nadine pulang dengan motornya, padahal sejak mereka tiba di Jakarta dan Raja melihat kondisi Nadine semakin memburuk, Raja sudah berinisiatif mengantarnya pulang menggunakan taksi.
Tapi Nadine malah menolak dan mengatakan ingin makan lebih dulu bersama Raja. Karena sejak liburan kemarin Nadine terlihat tidak berselera makan, jadi Raja menurutinya, meskipun tadi Nadine lebih banyak mengaduk-aduk makanannya dibandingkan menyuapkannya ke dalam mulut.
Setelah kejutan ulang tahun Nadine di Pulau itu, Nadine semakin menjadi pendiam. Bahkan Prita dan Luna pun menyadarinya, dan pada akhirnya mengusulkan pada Raja jika sebaiknya mereka pulang lebih cepat. Mereka mencemaskan kesehatan Nadine.
Dan memang benar, ketika berada di Seaplane, wajah Nadine mulai terlihat pucat dan dia tampak sedikit lemas. Maskipun Nadine terus mengatakan kalau dia tidak apa-apa, tapi mereka semua mencemaskannya.
Dan kini, Raja memacu motornya lebih cepat agar Nadine bisa segera istirahat di rumah. Raja menyadari pelukan Nadine yang lebih erat dari biasanya, sama seperti setiap kali Nadine menggenggam jemarinya. Seperti seakan-akan gadis itu takut jika mereka saling menjauh.
Bahkan kini, setelah mereka sampai dan turun dari motor Raja, Nadine masih terus menggenggam jemarinya, menatap Raja dengan tatapan sayunya, membuat Raja mengusap kelopak mata Nadine lembut.
"Kamu nggak mau ke rumah sakit aja?" tanya Raja.
Nadine menggeleng pelan. "Nggak, aku cuma butuh istirahat aja kok, Ja."
Raja mengangguk pasrah, wajahnya mendekat, berniat memberikan kecupan di dahi Nadine sebelum membiarkan Nadine masuk ke rumahnya. Namun, sinar dari lampu mobil yang mendekati mereka mengenai wajah Raja, membuat Raja mengurungkan niatnya dan menatap pada mobil itu.
Sedetik setelah mobil itu berhenti, Nadine dan Raja melihat Heru keluar dari sana dengan wajah marah. Raja masih bersikap biasa, hanya Nadine yang kini bergerak pasti, bersembunyi di belakang tubuh Raja.
Ketika Heru semakin mendekati mereka, Nadine menggenggem jemari Raja seerat yang dia bisa. Raja yang menyadari itu mengernyit, dia menoleh ke belakang, ingin menanyakan Nadine, hanya saja tiba-tiba Heru menarik lengan Nadine dengan cara yang kasar hingga tubuh Nadine berpindah ke sisinya.
"Papa..." ringis Nadine.
"Om," protes Raja bingung. Nadine sedang sakit, diperlakukan seperti itu tentu saja akan membuat keadaan Nadine semakin memburuk.
"Diam kamu!" bentak Heru tegas.
Dan bentakan Heru itu berhasil membuat Raja terkejut bukan main. Raja mengamati wajah Heru yang menyimpan amarah begitu besar, membuat Raja berpikir jika ini pasti ada hubungannya dengan dirinya.
"Nadine, masuk." Perintah Heru pada Nadine.
"Pa, Nadine bisa jelasin..."
"Nadine!"
"Nadine cuma pergi liburan sama Raja dan teman-teman Nadine, Pa..."
"Dan kamu pergi tanpa seizin Papa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJA
General FictionRaja tidak percaya pada cinta. Cinta pertama Raja dalam hidupnya adalah Mamanya sendiri. Sayangnya, cintanya harus kandas karena Mamanya lebih memilih hidup bersama lelaki kejam yang senang memukuli mereka setiap kali dia merasa marah. Tepat ketika...