"Kamu dari mana?"
Nadine sedikit terkejut ketika dia baru saja menutup pintu, tiba-tiba saja suara Papanya terdengar. "Papa?"
Heru melirik jam tangannya. "Kamu pergi dari rumah jam tujuh pagi ke kampus, dan pulang jam sepuluh malam?"
Nadine mencebik pelan. "Tadi Nadine main ke rumah Luna, Pa..."
"Main ke rumah Luna, atau kamu sibuk pacaran seharian?"
Nadine mengerjap, ada yang berbeda. Suara Papanya kali ini terdengar lebih tegas dari biasanya, seolah sedang menahan amarah.
Nadine mendekati Heru, menatapnya lekat. "Papa kenapa?" tanyanya pelan.
Rahang Heru mengetat, dia melangkah mundur, menatap Nadine tajam. "Ikut Papa."
Meski Nadine masih dilanda kebingungan, namun dia memutuskan untuk mengikuti Heru yang membawanya ke ruang kerjanya.
Heru menarik laci meja kerjanya, mengeluarkan Paspor dan juga sebuah tiket dari sana. "Dua minggu lagi, kamu akan pergi ke Jepang."
"Jepang?" tanya Nadine dengan tatapan bingungnya.
"Hm. Kamu akan kuliah di Jepang setelah ini, Om Imam yang akan mengurus semuanya." Jawab Heru.
Nadine menatap Paspor dan tiket miliknya di atas meja, kedua matanya menatap benda-benda itu dengan tatapan tidak mengerti.
Ya, Nadine tidak mengerti mengapa tiba-tiba saja Papanya mengatakan semua ini. Pindah ke Jepang? Yang benar saja!
"Pa, ini semua... maksudnya apa? Kenapa Nadine harus tiba-tiba pindah ke Jepang?"
"Bukannya kamu yang selalu bilang ke Papa, kalau kamu ingin menjadi penerusnya Papa? Sekarang waktunya, Papa mau kamu mempersiapkan diri lebih baik lagi di sana."
"Tapi kenapa harus Jepang? Kuliah Nadine di sini gimana?"
"Kamu akan meneruskan pendidikan kamu di sana, Nadine."
"Papa apa-apaan, sih! Kenapa jadi begini?!" teriak Nadine. Dia tergesa-gesa menghampiri Heru, mengguncang lengannya. "Nadine nggak mau pindah ke Jepang, Pa. Nadine cuma mau di sini."
"Nggak, keputusan Papa udah bulat. Kamu tetap harus pindah ke sana."
"Nggak! Nadine nggak mau!"
"Nadine!"
"Pa..." Nadine menatap Heru lirih. "sebenarnya Papa kenapa? Nadine tahu, pasti semua ini ada alasannya kan, Pa? Nadine tahu gimana Papa. Papa nggak mungkin begini kalau bukan karena suatu alasan."
Heru membuang wajahnya kesamping, wajah pucat dan panik Nadine membuat hatinya teriris. "Nggak ada alasan apa pun."
Nadine menggelengkan kepalanya. "Kalau gitu Papa egois. Papa sama sekali nggak mikirin Nadine memangnya? Papa tahu kan, teman-teman Nadine ada di sini, kebahagiaan Nadine ada di sini, Pa. Gimana bisa Papa merenggut semua ini dari Nadine?"
"Merenggut? Merenggut apa maksud kamu? Salah kalau Papa ingin memberikan yang terbaik untuk putri Papa? Semua ini Papa lakukan juga demi kamu, Nadine!"
"Tapi yang terbaik untuk Nadine adalah berada di sini, Pa!"
"Karena Raja?! Iya, kan?!"
Nadine mengernyit semakin bingung. "Kenapa... Papa tiba-tiba bawa-bawa Raja?"
Heru mendengus jengah. "Jangan kamu kira, Papa nggak tahu apa pun. Papa tahu kalau akhir-akhir ini kamu selalu sibuk sama pacar kamu itu."
"Salah kalau Nadine sama Raja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJA
General FictionRaja tidak percaya pada cinta. Cinta pertama Raja dalam hidupnya adalah Mamanya sendiri. Sayangnya, cintanya harus kandas karena Mamanya lebih memilih hidup bersama lelaki kejam yang senang memukuli mereka setiap kali dia merasa marah. Tepat ketika...