05. Sarapan dan Kerjaan

405 92 4
                                    

Seperti biasa, hari Minggu berlalu dengan cepat, tiba-tiba sudah hari Senin lagi. Rasa-rasanya tidak ada yang suka menyambut hari Senin. Entah anak sekolah, mahasiswa, terlebih karyawan.

"Anjir, grup Whatsapp kantor udah berisik aja jam segini," ucap Harris yang sedang menikmati sarapannya di Senin pagi ini.

"Asli, baru jam enam, udah ada aja yang nanyain kerjaan," sahut Lucas. "Sa, bilangin makasih ke Tante Prita ya, lumayan nih Senin pagi gue rada indah, sarapannya enak," ucap lelaki itu lalu melanjutkan makannya.

Mahesa terkekeh. "Iya, ntar gue bilangin. Juna mana? Kok nggak ikutan sarapan?"

"Tepar dia, tadi sekitar jam tiga baru balik dari RS kayaknya," jawab Harris.

"Ooh, lo denger, Ris?"

"Gue pas mau sholat,"

Mahesa dan Lucas mengangguk paham. Harris Putra, kalau liat tingkahnya, orang-orang pasti nggak nyangka kalau dia ini nggak pernah absen sholat malem. Mabuk jalan, sholat juga jalan.

"Lo ngantor, Sa?" tanya Lucas setelah sarapannya habis.

"Iya, tapi nanti agak siang. Hari ini gue motret di luar," jawab Mahesa. "Lo masih bisa nggak, sih, Cas, kalau ada job jadi talent gitu?"

"Bisa dong, selagi ada waktu mah gas aja," jawab Lucas sembari merapikan kemejanya. "Kenapa? Butuh talent lo?"

Mahesa mengangguk samar. "Belum fix, sih, tapi rencananya gue mau mengajukan lo jadi talent,"

"Boleh, kalau weekend gue oke-oke aja,"

"Sip, dah. Fee-nya masih sama?"

"Lucas mah nggak usah dibayar, udah kaya dia sekarang," sahut Harris yang juga sudah menyelesaikan sarapan.

"Amin gue kaya. Tapi masih mau dibayar, Sa," ucap Lucas.

"Santai santai, dibayar, kok," jawab Mahesa. "Besok atau lusa, deh, gue kabarin fix-nya,"

"Siap, atur aja," ujar Lucas santai. "Ris, gue nebeng dong,"

Harris yang sedang memasang jam tangannya menoleh. "Kenapa tuh? Tumben banget,"

"Nggak papa, sih. Lagi males aja,"

"Males ditebengin cewek?"

"Iya, itu maksudnya," Lucas mendesah lelah. "Ah elah pake lo jelasin, jadi makin males kan gue," serunya pada Harris.

Harris dan Mahesa tertawa. "Ya ditolak aja, sih, Cas, kalau emang nggak mau," ucap Mahesa memberi saran, walaupun ia tau hal tersebut tentu sulit dilakukan.

Memang Lucas mau beralasan apa? Toh dia selalu membawa kendaraan sendiri entah motor maupun mobil. Arah yang dituju pun biasanya sesuai dengan tujuan Lucas, sehingga lelaki itu hampir tidak punya alasan untuk tidak mengantar teman-teman perempuannya.

"Lu cari pacar, dah, Cas. Jadi tiap pulang tuh jok penumpang ada isinya," celetuk Juna yang baru keluar kamar, tampak lingkaran hitam di sekeliling matanya.

"Buset, bangun tidur tetep pedes ya mulut lo," sahut Harris. "Tapi bener, sih, sarannya. Contohlah Arjuna, Cas. Biarpun sibuk merawat pasien, tapi tidak lupa memenuhi kebutuhan afeksi diri sendiri,"

Juna mendengus geli. "Dari pada lo susah-susah ngarang alasan buat nolak, kan? Kalau lo bilang nggak searah, itu cewek-cewek tetep bisa bikin destinasinya jadi searah, yang penting semobil sama lo,"

"Ya cari pacar juga sama susahnya, nyet," seru Lucas karena Arjuna memberi saran seolah hal tersebut mudah dilakukan. "Mana sini kenalin gue sama dokter,"

EnchanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang