Remedy

488 71 16
                                    

Akhir bulan selalu menjadi hari yang sibuk bagi para karyawan. Begitu juga bagi Mahesa dan teman-teman unitnya.

Saat memilih pekerjaan ini pun Mahesa sudah tau risiko apa yang akan ia tanggung. Ia akan pulang malam bahkan menjelang tengah malam setiap akhir bulan.

Kurang lebih dua tahun bekerja, semua berjalan baik-baik saja. Hingga akhirnya hari itu tiba. Hari di mana Mahesa melupakan janjinya pada Gistara dan membuat gadis itu marah.

Gistara bukan tipe pacar ngambekan. Kalau sampai marah, berarti kemungkinan masalahnya sudah keterlaluan. Sepanjang berpacaran, Gistara hampir tidak pernah marah yang benar-benar marah. Kalau mengomel, sih, nggak usah ditanya.

Selain itu, keduanya juga punya kontrol diri yang cukup baik sehingga jarang terjadi keributan yang serius diantara mereka.

Mahesa tau ini semua terjadi karena kesalahannya, tapi ia masih terlalu lelah untuk meminta maaf dan meluruskan semuanya. Dan tanpa ia sadari, sudah hampir tiga minggu mereka saling mendiamkan.

Gistara juga tidak berencana meminta maaf atau meluruskan permasalahan terlebih dahulu karena ia tidak merasa bersalah. Dan sama dengan Mahesa, ia juga masih merasa lelah.

Keduanya sedang sama-sama sibuk di kantor dan hal-hal di luar pekerjaan sedang tidak menjadi prioritas mereka.

"Belum baikan, Sa?" tanya Juna saat mendapati temannya merokok di balkon. "Berantem boleh, sakit jangan," ucap lelaki itu sembari mengambil kotak rokok Mahesa.

"Belum," jawab Mahesa sambil mengetukkan ujung rokoknya ke pinggiran balkon.

"Buset, udah tiga minggu. Kuat banget lu diem-dieman,"

Mahesa terkekeh. "Nanti, lah. Gue beresin kerjaan dulu, biar nggak numpuk pusingnya,"

"Ati-ati, ntar hubungan lo yang beres," celetuk Juna.

"Jangan dong, anjing," seru Mahesa. "Gistara juga lagi sibuk,"

"Susah ye, pingin baikan tapi kehalang kerjaan,"

Mahesa tertawa miris.

"Lu berantem kenapa, sih? Gue nggak tau ceritanya," ucap Juna. "Cuma denger dari Harris doang katanya lu galau,"

Mahesa mendengus, lalu mulai bercerita. "Kapan itu gue janjian sama Gista, asal milih hari aja. Terus waktu dia liat kalender, ternyata itu akhir bulan. Gista udah berkali-kali nanya, gue beneran bisa apa enggak. Terus gue yakin banget jawab bisa, paling agak malem aja," ujar Mahesa. "Sampai H-2 tuh dia masih nanya, beneran bisa apa enggak, dan gue masih yakin jawab bisa. Eh, pas hari H, tiba-tiba kerjaan gue numpuk sampai jam sembilan baru kelar. Udah gitu HP gue mati, jadi beneran nggak ngabarin dia sama sekali,"

Arjuna mengerutkan kening. "Terus?"

"Terus si bego ini dengan santainya pulang ke kontrakan, mandi, beli makan, terus nge-game di PC sambil nge-charge HP. Lu bayangin, dah, Jun, sekesel apa dia,"

"Gue dengernya aja mau ngamuk," jawab Arjuna. "Lo lupa?"

"Iya. Dari jam tujuh gue udah nggak cek HP, cuma fokus beresin kerjaan aja biar bisa pulang," ujar Mahesa. "Setelah hp gue nyala, udah ada belasan chat dari Gistara. Langsung lah gue ke kosan dia, tapi anaknya udah ngambek, nggak mau ngomong,"

"Terus marahan sampai sekarang ini?"

"Kayaknya bukan itu aja, sih, yang bikin dia marah sampai sekarang. Waktu gue sampai sana kan dia diem aja ya, nggak ngomong, nggak bilang maunya apa, terus gue kelepasan ngebentak. Gue nyalahin dia, gue bilang dia nggak bisa ngertiin kesibukan gue,"

EnchanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang