24. Akhirnya

619 86 45
                                    

Waktu berlalu dan saat ini sudah memasuki bulan ke dua Gistara bekerja. Ia menikmati pekerjaannya meskipun workload-nya luar biasa. Hal itu tidak terlepas dari lingkungan kerja dan salary yang mendukung, jadilah Gistara masih menjalani hari-harinya dengan bahagia.

Tapi, tentu saja ada yang harus sedikit dikorbankan di sini, yaitu waktunya untuk bertemu Mahesa. Lelaki itu tidak kalah sibuk karena sampai sekarang juga masih merangkap pekerjaan di Panorama meskipun tidak sesering dulu.

Dalam satu minggu, Gistara hanya bisa bertemu pacarnya dua sampai tiga kali. Kadang malah kebalikannya, mereka baru bisa bertemu dua minggu sekali. Ada berbagai kegiatan yang biasa mereka lakukan saat weekend. Kadang seharian berkeliling mengunjungi banyak tempat, kalau sedang mood, Gistara akan memasak di kontrakan, terkadang juga mereka hanya akan menghabiskan waktu untuk ngobrol dari pagi hingga malam.

Tetapi, ada yang berbeda di weekend kali ini.

Di hari Sabtu pagi menjelang siang ini, Gistara duduk diam di sofa kontrakan Mahesa. Sudah sekitar lima belas menit ia di situ dan tidak ada tanda-tanda Mahesa akan datang menghampiri.

"Cowok lu beneran marah?" tanya Harris sambil meletakkan minum di meja.

Gista merengut. "Menurut lo? Gue dianggurin ini dari tadi,"

Harris tertawa. "Lo abis ngapain, sih? Mahesa tuh hampir nggak pernah marah, ini kenapa awet banget marahnya,"

Gista semakin merengut. Benar yang dikatakan Harris, kurang lebih setengah tahun berpacaran, Mahesa memang tidak pernah marah. Jangankan marah, meninggikan intonasi bicaranya saja jarang sekali.

"Gue cuma pernah liat dia marah waktu hampir berantem sama Lucas. Sekali itu doang kayaknya yang bener-bener marah. Sisanya ya cuma ngatain aja, abis itu udah," ucap Harris lagi.

"Waktu itu marahnya kenapa? Dia pernah bilang, sih, hampir berantem sama Lucas,"

"Doi mergokin pacarnya Lucas jalan sama cowok lain, dan itu bukan yang pertama kalinya. Tapi si Lucas tetep kekeuh nggak mau putus. Mahesa udah coba ngomong pelan-pelan, sampai akhirnya mereka berdua debat dan hampir berantem,"

"Terus?"

"Berantemnya nggak jadi, sih. Seinget gue Mahesa bilang kayak 'lo bebas pukulin gue, tapi abis itu putusin cewek lo, dia tuh nggak ada baik-baiknya, Cas,'. Kurang lebih gitu, lah. Sebenernya Mahesa, nih, peduli sama Lucas, tapi cara ngomongnya aja yang menurut gue kurang tepat,"

Gistara menggigit bibir bawahnya. "Duh, gue makin bingung,"

Harris terkekeh. "Lo berantem kenapa?"

"Kemarin rabu tuh kan gue lembur, sampai sekitar jam setengah dua belas, deh, kayaknya, baru bisa balik," Gista mengawali ceritanya. "Nah, gue nggak ngeh batrai hp gue abis. Jadi selama ngurusin kerjaan tuh nggak gue charge. Sampai akhirnya bisa pulang, gue baru nyadar kalau lowbat. Ya yang pertama gue lakukan langsung pesen ojol sebelum hp gue mati,"

"Hm, terus?"

"Ya...udah, gue nggak sempet ngabarin Mahesa. Selama di ojol juga gue nggak cek hp karena ya lowbat kan, maksud gue sekalian nanti aja waktu udah sampai di kos. Eh, ternyata temen lo marah,"

"Marah karena lo pulang sendirian tengah malem?"

Gistara meringis dan mengangguk. "Kayaknya sih, gitu,"

"Haduh, Gistara," ucap Harris dengan hela napas panjang. "Ngomel di chat?"

"Enggak. Setelah gue sampai kosan, ngecas hp, mandi, dia tiba-tiba aja dateng,"

EnchanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang