Waktu menunjukkan pukul delapan lewat dua puluh menit ketika Mahesa tiba di kontrakan, menjadi yang paling akhir pulang diantara mereka berempat.
Saat memasukkan motor ke garasi, Mahesa menatap pintu rumah dengan bingung, karena tumben sekali dibiarkan dalam kondisi terbuka.
Dari garasi, Mahesa tidak langsung masuk ke kamarnya. Ia memilih menghampiri ketiga temannya yang duduk di ruang tengah dalam kondisi diam.
Belum sempat menyapa, Mahesa sudah lebih dulu terkejut mendapati perempuan yang ia kenal tertidur di sofa dengan kondisi wajah yang tampak pucat. Pun rambutnya tampak berantakan.
"Kenapa?" tanya Mahesa pelan sembari ikut duduk di sofa, di samping Gista.
Harris menghela napas panjang. "Lo mau mandi dulu apa gue ceritain dulu?"
"Gue udah mandi, ini abis dari gym," jawab Mahesa, berusaha mengontrol suaranya agar tetap tenang.
Dengan sangat berat, Harris memulai ceritanya. Lucas yang juga belum tau detail peristiwa ini, menjadi sangat geram. Terlebih Mahesa, rahangnya tampak jelas mengeras dan kepalan tangannya menguat.
"Tadi dia lebih pucat dari ini," ucap Harris sedih. "Untung ada dokter di kontrakan," lanjutnya merujuk pada Juna.
"Terus dia gimana, Jun? Ini nggak pingsan, kan?" tanya Mahesa.
Juna menggeleng. "Itu tidur kok, dugaan gue, sih, saking paniknya sampai jadi lemes,"
"Mending dibangunin aja nggak, sih? Suruh makan, minum," ucap Lucas memberi saran. "Sekalian ditanya juga, ada keluhan atau enggak,"
"Iya, gue tadi juga kepikiran gitu," jawab Juna. "Tapi takutnya dia bangun kaget, panik, terus jadi sesek lagi kayak tadi,"
Mahesa menggeleng pelan. Kenapa hal seburuk ini harus terjadi pada Gistara? Rasanya ia ikut kecewa dan terluka.
"Bangunin aja, lah, ya. Udah ada Mahesa, ini," ucap Harris.
"Lah, kalau ada gue kenapa?"
"Kayaknya dia bakal lebih tenang kalau ada orang yang dikenal,"
"Sama Harris kan juga kenal, mereka temen SMA,"
Juna mendelik pada temannya. "Lu kenapa nggak ngomong kalau kenal sama dia? Kan bisa kita bangunin dari tadi,"
"Heh, lo pikir yang panik Gista doang? Gue juga nyeeet, gue juga sesek tadi di jalan,"
Keduanya berdebat meskipun dengan suara lirih. Sedangkan Mahesa mulai berpikir bagaimana caranya membangunkan perempuan ini tanpa membuatnya terkejut. Bagaimana pun juga, mereka semua disini lelaki, ada kemungkinan Gista akan merespon dengan kurang baik jika mengingat peristiwa yang baru saja ia alami.
"Gue belum pernah bangunin cewek," ucap Mahesa jujur.
"Sama, gue seringnya nidurin cewek," celetuk Lucas.
"Bajingaaan, sempet-sempetnya," desis Harris, namun ada senyum geli yang terbit di bibirnya.
Arjuna mendesah lelah. "Ganteng doang lu, bangunin cewek nggak bisa," serunya sambil berpindah ke dekat Gista. Lelaki itu menepuk-nepuk lutut Gista dan mengguncang lengannya pelan.
Setelah Gista mulai menunjukkan respon, Juna melempar tanggung jawab pada Mahesa. "Terusin dah, panggil panggil namanya,"
Mahesa menurut. Ia memanggil manggil nama Gista sembari mengguncang lengannya pelan.
Gista perlahan membuka matanya, mengerjap pelan untuk menyesuaikan diri dengan cahaya. Ia lalu tersenyum tipis mendapati Mahesa berada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchante
Fiksi PenggemarEnchante means nice to meet you. Tentang Mahesa, Gistara, dan pertemuan-pertemuan mereka yang tidak sengaja tetapi menyenangkan.