14. Mengurai yang Rumit

406 88 16
                                    

"Tama bilang apa sama kamu?" tanya Gista setelah keduanya terdiam beberapa saat.

"Bilang apa, apa?" balas Mahesa bingung.

"Lah, kalian habis ketemuan, kan?"

"Iya. Ya bilang macem-macem,"

Gista menggaruk dahinya. Pertanyaannya memang tidak jelas, sih. "Kamu kenal Tama dari mana?" ucapnya tiba-tiba mengganti arah pembicaraan.

"Dari jaman Tama sering balapan, terus ketemu di bengkel Ko Aksa, ternyata nyambung aja ngobrolin mobil," jawab Mahesa dengan mengedikkan bahu. "Kenapa, tuh?"

"Nggak apa-apa, sih. Baru inget aja kamu udah kenal Tama jauh sebelum kenal aku,"

Mahesa terkekeh. "Iya, udah dari jaman dia maba, Gis,"

"Kamu juga suka balapan?"

"Pernah, tapi nggak suka,"

"Oh, kenapa?"

"Enak nonton. Lagian riskan, males nambah perkara,"

Gista tertawa. "Bener, sih. Capek banget ngarang-ngarang alasan ke Bundanya Tama kalau dia lagi nggak bisa dihubungin waktu abis balapan,"

"Tapi udah berhenti kan, dia?"

"Udah, kayaknya dari semester lima udah nggak pernah lagi. Terus ganti hobi, jadi modif mobil," Gista menggeleng samar mengingat tingkah sahabatnya.

"Nah, kalau itu aku suka," sahut Mahesa. "Sebenernya aku kerja juga buat itu, sih," lanjutnya dengan tawa ringan.

"Ooh, uangnya buat modif?"

"Awalnya iya. Terus lama-lama bingung juga apa lagi yang mau di modif, udah deh, jadinya disimpen aja duitnya,"

Gista mengangguk lalu keduanya kembali terdiam. Mahesa tidak akan memaksa Gista bercerita, terserah gadis itu saja.

"Kamu kesini mau ngapain? Tadi belum dijawab," tanya Gista setelah membiarkan beberapa menit berlalu. "Disuruh Tama?"

"Kenapa Tama harus nyuruh aku kesini?"

Gista mengedikkan bahu, tanda ia juga tidak tau. "Terus mau ngapain?"

"Nengokin kamu," jawab Mahesa santai.

"Dih, emang aku sakit?"

"Emang harus sakit baru boleh ditengok?"

"Ih! Balikin aja terus," serunya sebal, membuat Mahesa justru terkekeh.

"Udah makan?" tanya Mahesa.

Gista mengangguk. "Kamu udah, belum? Mau makan?"

"Udah juga tadi pulang kantor,"

Lalu kembali diam. Dalam hati Mahesa menertawakan situasi ini. Ternyata betul kata teman-temannya, ia tidak berpengalaman dalam menghadapi perempuan. Ia benar-benar tidak tau, dalam kondisi seperti ini apa yang harus dilakukan. Membujuk Gista sampai bercerita atau membiarkan gadis itu mau terbuka dengan sendirinya? Kalau ia bertanya, Gista akan merasa privasinya terganggu atau tidak? Tapi kalau ia diam saja, nanti Gista pikir ia cuek dan tidak peduli.

"Heh," panggil Gista. "Ngelamun? Mikirin apa?"

"Mikirin kamu," ucap Mahesa spontan.

Gista menatap lelaki di sampingnya dengan bingung. "Sa? You okay?"

Mahesa terkekeh. "Geli banget ya. Tapi seriusan, emang lagi mikirin kamu,"

"Hah? Aku disini, kenapa dipikirin?"

"Tapi kayaknya kamu nggak beneran ada disini," ucap Mahesa dengan tersenyum. "But don't worry, aku nggak akan nanya kamu lagi kenapa. Take your time, Gista, tapi inget, kamu nggak sendirian," lanjutnya sambil menepuk-nepuk kepala gadis itu.

EnchanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang