08. Di Suatu Sore

404 90 3
                                    

Setelah vakum selama tiga bulan, hari ini akhirnya Gista kembali menjalankan aktivitas rutinnya, yaitu mengunjungi anak-anak dalam gang. Disebut demikian karena rumah tempat tinggal mereka memang di dalam sebuah gang sempit diantara gedung pertokoan. Kegiatan sosial ini sudah ia ikuti sejak awal masuk kuliah. Tadinya sekedar iseng saja karena poster kegiatannya tampak menarik, siapa sangka ternyata Gista benar-benar menikmati kegiatan seperti ini.  Dan bonusnya, teman-temannya di komunitas ini merupakan orang-orang yang menyenangkan, sehingga Gista betah.

Kegiatannya sederhana saja, hanya datang kesana, membagikan makanan, memberikan keperluan sehari-hari, membagikan perlengkapan sekolah bagi mereka yang bersekolah, kemudian bermain bersama, lalu ditutup dengan sharing dari salah satu anggota komunitas. Terkadang mereka memanggil pembicara dari luar jika perlu menyampaikan topik-topik tertentu yang memang harus disampaikan oleh ahli. Misalnya terkait dengan kesehatan atau cara mengelola emosi.

Komunitas yang diberi nama Sesarengan  ini bisa terus berjalan karena disponsori oleh beberapa mahasiswa dengan latar belakang ekonomi yang memang berkecukupan. Awalnya, para anggota Sesarengan tidak menyangka bahwa akan ada banyak yang berpartisipasi. Namun ternyata, setiap mereka membuka donasi, dana yang masuk luar biasa banyak.

Saat Gista bergabung dengan Sesarengan, ia langsung mantap untuk menyisihkan sebagian uang jajannya agar bisa berdonasi. Gista sempat mengajak teman-temannya bergabung namun mereka memilih untuk menjadi donatur saja. Tama dan Reyna adalah salah dua donatur yang tidak pernah absen meskipun jumlah donasinya tidak selalu sama, tergantung kondisi keuangan masing-masing.

Sore ini, setelah memastikan penampilannya rapi, Gista keluar dari kamar kosnya dan memesan ojek online. Gista memang sangat jarang menggunakan mobil sendiri jika sedang berkunjung ke dalam gang. Alasannya karena tidak ada tempat parkir, sehingga ia harus berjalan cukup jauh dari mobil menuju titik kumpul mereka. 

"Mau kemana mbak, Gista?" sapa Pak Wisman yang baru kembali dari warung makan di dekat sana.

"Ke tempat anak-anak dalem gang, Pak," jawab Gista yang dipahami Pak Wisman karena gadis itu sudah pernah menceritakan kegiatannya. 

"Ooh, nunggu ojek apa dijemput Mas Mahesa?"

Gista terkekeh. "Ojek, Pak. Ngapain Mahesa jemput saya?"

"Lho, ya nggak apa-apa to, Mbak, kan siapa tau. Emang Mas Mahesa lagi kemana?" 

"Mahesa kerja, dong, Pak. Sekarang kan hari Jumat, baru jam segini, orang kantoran belum pulang,"

Pak Wisman mengangguk-angguk. Tidak lama kemudian ojek pesanan Gista datang, gadis itu berpamitan singkat lalu segera berangkat.

Lokasi yang ia tuju tidak terlalu jauh, tapi berhubung masuk kampung maka jauh lebih mudah jika menggunakan motor. Sepanjang jalan, Gista memikirkan percakapannya dengan Pak Wisman. Apa kabarnya lelaki itu? Sudah dua minggu ini ia resmi pindah ke kantor barunya dan tampaknya sedang luar biasa sibuk. Percakapan terakhir mereka kira-kira satu minggu yang lalu, saat Mahesa mengirimkan foto-fotonya untuk brand milik Mutia. Lalu sudah, tidak ada lagi yang bergerak memulai percakapan.

Sejak awal, Gista berupaya untuk tidak berekspektasi banyak hal. Pertemuannya dengan Mahesa memang menarik dan menyenangkan, tapi bukan berarti ada jaminan mereka akan melanjutkan cerita ini, kan? 

Sudah, lah. Ia harus mengembalikan mood-nya agar lebih baik. Tidak mungkin ia bercengkrama dengan anak-anak tetapi menunjukkan wajah muram, tujuannya datang adalah untuk menghibur mereka.

Ayo Gista, senyum, kamu baik-baik aja, semua baik-baik aja. Serunya dalam hati.

"Mbak, berhentinya disini?" tanya driver ojek online yang membuat Gista agak tersentak karena sejak tadi pikirannya melayang-layang.

EnchanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang