Selalu Ada?

534 51 6
                                    

Langkah kaki Agitha melangkah cepat kearah luar kelas karena ia harus buru-buru mengumpulkan tugas matematika dari Bu Kirana.

Bu Kirana guru super killer itu tidak memberikan Agitha waktu meski satu jam saja, guru itu malah membuat peraturan jika dia keluar maka pengumpulan tugas ditutup, sedangkan Agitha yang tak mengerti apa-apa tentang matematika hanya bisa mengejar Bu Kirana secepat mungkin.

Agitha terus mengenggam buku tulis bersampul coklat yang di dalamnya banyak sekali coretan merah bahkan nilai 30 sebagai nilaik terjelek Agitha selama bersekolah.

Koridor yang sunyi hanya terdengar suara sepatu Agitha dengan nafas yang tak teratur, Agitha masih bisa melihat jelas Bu Kirana di depannya, tetapi guru itu bukan guru yang mempunyai rasa toleransi yang besar, Bu Kirana malah semakin mempercepat jalannya membuat Agitha harus berlari lebih kencang lagi.

Karena lariannya cukup kencang, Agitha menabrak Arven yang tiba-tiba muncul dari arah sebelah kanan koridor, buku Agitha pun terhempas jauh ke sebelah kanan, sedangkan Agitha tersungkur di hadapan Arven.

"Buku aku, Ar. Aku harus buru-buru ngumpulin," ucap Agitha, berusaha bangun dari terjatuhnya lalu mengambil buku tulis miliknya.

Arven mengikuti Agitha menuju ruang guru, kini Agitha hanya berjalan karena harapannya sudah pupus. Punggung Bu Kirana pun sudah tak terlihat, jika sudah seperti ini bisa-bisa Agitha dipermalukan di ruang guru itu. Maklum, Agitha terkenal dengan keteledoran dan terusuh.

"Kenapa selalu begini?" tanya Arven.

"Susah, aku juga lupa ada tugas," jawab Agitha dengan ketus.

"Teledor lagi, engga mau berubah?"

"Susah merubahnya, Ar. Lagian tuh guru rese banget, jutek lagi."

"Dapat 30 lagi? Kenapa ga coba ikut les?"

"Ga perlu, aku juga bakal lanjutin catering Mama. Aku ga suka juga sama pelajaran akademis."

Yap, Liana Mama Agitha yang jago masak itu mempunyai catering makan siang dan pesanan makanan untuk acara, usaha Liana juga cukup laku membuat Agitha tergiur untuk ikut masuk ke dalam bisnis Mamanya.

Namun, menurut Arven, Agitha tak mampu untuk ikut bisnis Mamanya, karena sifat ceroboh Agitha yang takut malah menimbulkan kebangkrutan. Akan tetapi Agitha tetap kukuh, dan ingin melanjutkan usaha Mamanya.

Arven hanya diam sebagai respon dari ucapan Agitha, cowok itu memang tak mau memaksakan cita-cita Agitha apalagi merubahnya, bagi Arven yang terpenting Agitha bisa mengontrol diri, itu pun sudah lebih dari cukup, sisanya biarlah Agitha yang belajar dari pengalaman.

Ketika sudah sampai di depan ruang guru, Arven membukakan pintu untuk Agitha, lalu menyuruh Agitha masuk sedangkan Arven menunggu di luar.

"Aku tunggu," ucap Arven.

"Ga usah, kalau kamu cuman mau ngomentarin nilaiku."

"Bukan itu tujuanku."

"Terus apa?"

"Aku tunggu."

"Hah?"

Agitha menyipitkan matanya ke arah Arven, kini kekesalannya terbagi dua, satu untuk Bu Kirana yang super galak dan satu lagi untuk Arven yang cerewet dan bikin pusing.

Akhirnya Agitha masuk ke dalam ruang guru itu dengan perasaan yang kesal, mood nya sudah tidak baik, tetapi ia harus menjaga raut wajahnya, karena nanti Bu Kirana akan semakin marah jika Agitha berlagak tak sopan.

"Agitha Samantha, anak IPS satu ini lupa mengumpulkan tugas matematika," sarkas Bu Kirana seraya mengambil buku tulis dari tangan Agitha.

"Maaf Bu, saya memang pelupa," jawab Agitha.

AGITHA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang