Yang Lebih Peka

429 36 8
                                    

"Apa benar, kita ini hanya kedua insan yang dipertemukan, tapi tidak pernah disatukan?"

Dua koper telah diturunkan oleh Rizal, Ayah Arven. Hari ini, adalah hari Arif akan perawatan penuh untuk menyembuhkan jantungnya di rumah sakit, setelah uang terkumpul akhirnya Arif dapat rawat inap di rumah sakit.

Rizal dengan jaket hitamnya turun dari tangga seraya menuntun Arif untuk berjalan, sedangkan Arven sudah selesai memasukkan dua koper tersebut ke dalam bagasi mobil.

"Ayo, Rif. Kamu haru semangat, biar cepet sembuh," ucap Arven seraya memangku Arif di kursi mobil.

Rizal menoleh sebentar kebelakang, setelah ia merasa Arven dan Arif sudah siap berangkat, barulah mobil milik keluarga Radhian itu berjalan.

"Arif belum makan, Ar. Kamu bisa suapin dia?" tanya Anita, Mamah Arven yang sedang membuka kotak makan bergambar kartun Car.

"Bisa, sini aku suapin," jawab Arven.

Arven mengambil sekotak nasi dengan telor dadar di dalamnya, lalu ia menyendokkan satu suapan ke dalam mulut Arif.

"Pesawat sudah mendarat dengan bagus, Arif pintar," puji Arven.

Arif bertepuk tangan kesenangan, lalu tangannya meminta Arven untuk kembali menyuapinya.

"Kalau makannya banyak, aku yakin kamu bisa sembuh, Rif. Nanti di rumah sakit, harus seperti ini, ya," ucap Arven.

Arif mengangguk seraya mengunyah nasi dan telor dadar di dalam mulutnya. Setelah itu, Arif memukul pelan paha Arven, membuat Arven yang sedang asik melihat jalanan raya langsung menoleh ke arah Arif.

"Kenapa?" tanya Arven.

"Ke ... Napa Kak ... Agi ... Tha ga ... ke ... Rumah? (Kenapa Kak Agitha ga ke rumah?)" tanya Arif.

Arif langsung berdeham, lalu ia melihat jalanan raya kembali, mencari jawaban yang akan diberikan untuk Arif.

"Iya, Ar. Agitha udah lama lho ga ke rumah, kamu ga lagi berantem, kan?" tanya Rizal.

"Eh, engga. Aku ga lagi berantem, cuman Agitha lagi sibuk aja," jawab Arven, sedikit berbohong.

Arven tak mungkin berkata sejujurnya jika Agitha tak terlalu suka ia fokus kepada Arif. Perdebatan waktu itu, membuat Arven takut jika Agitha bertemu dengan Arif dan malah menyimpan dendam.

Agitha tak salah sepenuhnya, di sini hanya Arven yang harus membagi waktu untuk pacarnya dan adiknya.

"Udah kelas 12 juga mungkin, Yah. Jadi sibuk belajar, kamu juga harus seperti Githa, Ar. Fokus untuk masuk kuliah," sahut Anita.

"Iya, Ma. Aku tau kok," balas Arven.

"Ja ... Di, a ... Ku ga ... Bi ... Sa ke ... Temu Kak A ... Githa? (Jadi, aku ga bisa ketemu Kak Agitha?)" tanya Arif.

"Nanti aku ajak lagi ya, semoga aja ada waktunya," jawab Arven.

"Sekarang, Arif makan dulu. Jadi, nanti kalau ketemu Kak Agitha bisa main-main, deh," imbuh Arven.

Mendengar ucapan Arven, Arif langsung semangat melahap suapan dari Arven. Begitu senangnya ketika Arif mendengar nama Agitha, seolah-olah Agitha sumber kebahagiaan untuk Atif.

Setelah sampai di rumah sakit, Rizal langsung membantu Arif untuk turun dari mobil secara perlahan. Arif tidak boleh dikagetkan atau terlalu terburu-buru, karena nanti Arif jantung Arif tak bisa terkontrol lagi.

"Ar, kamu bawa koper, ya," titah Rizal.

Arven mengangguk, lalu ia mengambil dua koper tersebut dan mengikuti langkah Rizal masuk ke dalam rumah sakit.

AGITHA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang