SEMBILAN BELAS

27.2K 1.8K 11
                                    

"Katanya, Hana itu sepupunya Bara." Ucapan Lidya membuat kelima orang temannya mengalihkan fokus ke arahnya. Senyum di wajahnya terbit lantaran sukses membuat temannya—kecuali Kania—memasang wajah penasaran.

"Kata siapa?" tanya Selena. Ia duduk di atas meja yang berada di samping meja Lidya.

"Sepupu gue dulu satu SMP sama mereka berdua. Dia bilang, si Bara di-drop out waktu kelas sembilan."

Lima cewek itu kompak menatap Kania yang setia memasang raut datarnya. Cewek itu mengambil ponselnya di kolong meja dan memainkannya tanpa sedikit pun berusaha melirik teman-temannya. Hal yang dikatakan Lidya sudah ia ketahui lebih dulu, karena itu ia sama sekali tidak tertarik.

"Lo tau soal ini, Ka?" tanya Alci, pasalnya hanya Kania saja yang terlihat tidak terkejut.

Tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel, Kania berdehan pelan sebagai jawaban.

"Dari kapan?" Kali ini Selena yang bertanya.

"Sekitar dua hari yang lalu," jawab Kania.

Alci mendekati Kania dengan wajah penasaran. "Terus, gimana hubungan lo sama Bara? Apa dia tau kalau kita buli Hana?"

"Dia nggak tau."

Wajah Alin berubah serius. "Kalau Bara sampai tau kita buli sepupunya, bakal mampus kita! Bara nggak bisa kita anggep sepele," ujarnya.

Bara Tangkasa memang tidak bisa dianggap sepele. Dia adalah cowok pendendam yang tidak segan melakukan tindakan nekad yang membahayakan orang lain. Selain itu, Bara bukan seseorang yang bisa mereka buat diam hanya dengan beberapa lembar uang. Akan sangat sulit jika mereka berurusan dengan cowok itu.

Selena menatap Erna dengan sorot mengejek. "Lo takut? Cupu!" cibir Selena dibarengi dengan senyum sinisnya. "Cuma masalah gitu doang lo takut. Udah waktunya lo mikir, masih layak atau enggak lo jadi temen kita."

Seketika itu Alin langsung menutup mulutnya rapat-rapat dan kepalanya perlahan menunduk.

Mendengar ucapan Selena, Kania mendengus kasar. Mulutnya terbuka, hendak mengatakan sesuatu, namun ia menelan kembali kata-katanya dan memilih tetap diam.

"Ah, lupain! Nanti malem dateng ke rumah gue. Kita pesta sampai teler, mumpung orangtua gue lagi di luar negeri," cetus Selena dengan alis dinaik-turunkan.

Alci tersenyum dan mengangguk dengan antusias. "Pas banget kakek gue lagi di Bali! Gas! Mumpung besoknya tanggal merah jadi bisa bangun siang."

Erna, Lidya, dan Alin sama antusiasnya, berbeda dengan Kania yang langsung diam, nampak sedang berpikir. "Nanti malem gue ada acara," jelasnya sambil menaruh kembali ponselnya ke kolong meja.

"Acara apaan? Sama temen cowok lo itu? Siapa namanya? Re... Re... Re apa sih?" Selena menekuk alisnya, berusaha mengingat-ngingat nama teman cowok Kania.

"Reno!" sahut Alci.

"Iya itu!"

Kania meregangkan tubuhnya dan menguap. "Bukan urusan kalian. Intinya gue nggak bisa," ucapnya dengan suara malas.

Alci meraih tangan Kania dan memeluknya. "Ayo dong Ka! Kalau nggak ada lo pasti nggak seru."

Kania melepas tangan Alci dan mendorong cewek itu menjauh dengan gerakan halus, sehingga Alci tidak menyadarinya. "Jam berapa?" tanyanya.

"Jam sembilan aja, gimana? Pesta ini khusus kita berenam!" ujar Selena.

Kania menghembuskan napas, "Gue dateng jam sepuluh." Pada akhirnya ia tetap setuju untuk datang.

IDENTITY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang