EMPAT PULUH EMPAT

32.1K 1.9K 20
                                    

Sudah hampir dua minggu Kania libur sekolah. Selama itu pula ia hanya diam di rumah dan tidak pernah keluar sama sekali. Semua kebutuhannya sudah tersedia di rumah, dia tidak pergi ke gym, dan hanya olahraga ringan di rumah saat sore hari bersama Reno dan Lucy. Tidak sehari pun Kania lewatkan dengan tanpa rasa bersalah. Ia terus memikirkan soal Ratih.

Hingga sampai pada hari ini Kania memutuskan untuk kembali ke sekolah. David dan Fara juga setuju, kali ini mereka percaya bahwa Kania bisa berubah menjadi lebih baik.

Saat berjalan di koridor sekolah, ada banyak orang yang menjadikan Kania sebagai objek perhatian. Mereka juga terus berbisik membicarakannya. Kania tidak bisa mendengar suara mereka semua dengan jelas, hanya ada beberapa yang ia dengar. Dan semuanya berhubungan dengan kematian Ratih.

Ada beberapa artikel di media sosial yang membicarakan kasus bunuh diri Ratih, namun tidak ada satu pun artikel yang menyebut nama Selena, Alci, dan Kania. Hanya ada inisial nama Erna, Alin, dan Lidya. Namun sejauh ini mereka masih baik-baik saja. Bahkan ketika Kania sampai di kelas, ketiga orang itu masih dengan santai berbincang sambil memakan jajanan yang dibeli di kantin.

Kedatangan Kania menarik perhatian seisi kelas. Kania menjalankan masa libur terlama dari teman-temannya. Selena dan Alin hanya libur satu minggu, sementara Erna, Lidya, dan Alci libur selama satu minggu dua hari.

Alci langsung berjalan menghampiri Kania dengan terburu-buru. Cewek itu menyentuh kedua bahu Kania. "Apa Bara putusin lo?" tanya Alci dengan wajah menyebalkan di mata Kania.

Kania menyingkirkan tangan Alci dari bahunya dengan kasar. "Bukan waktunya ngomongin soal itu." Sungguh! Kania tidak ingin membicarakan soal Bara sekarang. Ada hal yang lebih penting untuk dibicarakan saat ini.

"Tinggal jawab aja! Lima hari lalu dia mutusin gue tanpa alasan." Kekhawatiran jelas tergambar di wajah Alci. Dia benar-benar takut bahwa Kania dan Bara ternyata belum putus.

Kania malas menggubris cewek sinting itu. Dia mengalihkan perhatiannya pada Selena. Ketika ia hendak bicara, Alci mengguncang bahunya dan dengan menyebalkan berteriak di depan wajahnya, "Jawab gue!"

Lagi, Kania menyingkirkan tangan Alci dengan kasar. Ia tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatap Alci. Tetapi tatapannya menjelaskan segalanya dan itu sukses membuat Alci menatap tak percaya.

"Kalian belum putus?" Alci ketar-ketir. Sesungguhnya ia tidak ingin mendengar jawaban Kania, namun ia masih berharap jawaban Kania berbeda seperti apa yang ia pikirkan.

"Lo nggak mau denger jawaban yang kayak gitu, kan?"

Alci melangkah mundur. Ia sangat mengerti maksud dari jawaban Kania tidak terang-terangan. Alci melangkah mundur dengan wajah kecewa bercampur marah. Cewek itu menggertakkan giginya dan dalam hitungan detik ia menjambak rambut Kania. "Kenapa kalian belum putus? Kenapa Bara cuma putusin gue aja?!" Teriakan Alci membuat seisi kelas terperanjat kaget. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani merekam kejadian itu.

Kania masih memasang wajah datar dalam situasi itu. Ia menarik kerah seragam bagian samping Alci dan menyingkirkan cewek itu dari hadapannya. "Gue bilang bukan waktunya bahas ini," ucap Kania dengan menekan setiap kata. Ia menatap Alci dengan sorot mata yang berarti 'Kalau masih cari gara-gara ke gue, gue nggak akan ragu lagi nonjok muka lo'.

Rahang Alci mengeras, tangan cewek itu mengepalkan tangannya dengan kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Dengan penuh kebencian di matanya, Alci beranjak pergi. Sambil berjalan, cewek itu dengan tidak sabaran menelpon Bara. Ia berdecak kesal. "Bara mana sih, kenapa nggak diangkat!"

Seisi kelas melihat kepergian Alci dengan tawan yang tertahan.

Selena mendengus. "Dasar sinting," katanya sambil melihat punggung Alci yang mulai menjauh. Kemudian Selena mengalihkan tatapannya ke Kania. "Keluar! Tutup pintu dan tarik gordennya. Nggak ada yang boleh nguping kecuali pengen mampus di tangan gue!" pinta Selena pada teman-teman kelasnya yang sedari tadi hanya menjadi penonton.

IDENTITY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang