TIGA PULUH DUA

29.2K 1.9K 8
                                    

Babak final turnamen dilaksanakan hari ini. SMA Dirpan dan SMA Angkasa berhasil masuk babak final, sementara SMA Venus sudah tereliminasi di pertandingan sebelumnya. Dan besok adalah hari yang paling ditunggu-tunggu siswa-siswi SMA Venus, mungkin juga siswa-siswi dari sekolah lain yang berpartisipasi dalam turnamen.

Karena hari ini adalah babak final, gedung olahraga diisi oleh banyak penonton, melebihi hari-hari biasanya. Banyak siswa-siswi SMA Venus yang sebelum-sebelumnya tidak tertarik menonton pertandingan kini ikut datang, penasaran dengan pemenang turnamen ini—meski sekolahnya sudah tereliminasi.

Erna, Alin, Lidya, bahkan Alci sangat semangat untuk menonton pertandingan. Mereka terus memaksa Selena dan Kania untuk ikut. Mereka harus melewati sesi adu mulut sampai akhirnya Selena dan Kania menyerah dan dengan pasrah ikut menonton.

Mereka duduk di tribune kiri, deretan nomer tiga dari bawah.

Kania duduk tengah-tengah antara Selena dan Alci. Dia tidak begitu tertarik dengan pertandingan, apalagi adanya Bara di lapangan sana. Dia memilih menyibukkan diri dengan ponselnya, dan akan terus begitu sampai pertandingan selesai.

Saat ini adalah pertandingan antara SMA Dirpan melawan SMA Januar. Fokus orang-orang langsung tertuju pada Bara, yang terlihat paling menonjol. Sorak sorai dari penonton memeriahkan jalannya pertandingan. Juga, supporter SMA Dirpan yang tak kalah heboh membuat lapangan kian riuh.

"Baraaaa, semangatttttt!" suara teriakan itu terdengar samar karena tumpang tindih dengan suara penonton lainnya. Namun karena suara itu berasal dari sebelahnya, Kania bisa mendengarnya dengan jelas.

Kania menengok ke samping dan melihat Alci yang menunjukkan raut  berubah-ubah, kadang cewek itu tersenyum lebar, kadang juga senyumnya lenyap berganti dengan wajah tegang. Cewek itu juga terus berteriak menyemangati Bara dan paling girang bertepuk tangan ketika Bara berhasil mencetak skor. Melihat itu, Kania menatap dingin dan tidak ada yang bisa menebak emosi yang terkandung di dalam sorot matanya. Ada rasa muak yang ia rasakan sehingga membuatnya mengeluarkan dengusan sinis, membuang pandangannya ke arah lain, enggan menatap Alci lebih lama lagi.

Penonton kembali riuh, membuat Kania tersentak dan spontan melihat ke lapangan. Hati Kania dipenuhi rasa ketidaksukaan saat melihat Bara mengangkat bajunya untuk mengelap keringat di kening, memamerkan otot perut yang tercetak jelas. Entah karena alasan apa, Kania tiba-tiba kembali melirik Alci, yang kini tengah tersenyum malu-malu sambil terus memandangi Bara. Itu cukup menggelikan sehingga membuat Kania memutar matanya.

Kania benar-benar dibuat muak dengan tingkah temannya itu, atau memang hari ini ia menjadi sangat sensitif karena sedang menstruasi. Entahlah. Kania hanya tahu bahwa ia merasa tidak nyaman dengan Alci. Bangkit dari duduknya, ia memutuskan meninggalkan lapangan di tengah-tengah pertandingan—tanpa mengucapkan sepatah kata pun sehingga membuat Selena dan yang lain bingung.

Di tengah lapangan, Bara sempat melihat Kania yang sedang berjalan keluar gedung. Ia mendengus, tanpa penonton ketahui penyebabnya, wajahnya tiba-tiba terlihat kesal.

Di luar gedung olahraga, Kania termangu sejenak, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi padanya. Ia tidak suka jika Alci menyemangati Bara dengan berlebihan seperti tadi, dan yang paling membuatnya kesal adalah tingkah malu-malu Alci saat Bara tidak sengaja menunjukkan perut berototnya. Berulang kali dipikirkan, berulang kali pula Kania merasa geli dan kesal.

Kania mendesah pelan. Ini bukan perasaan yang asing, Kania pernah merasakan perasaan ini sebelumnya ketika melihat Bara yang nyaris berciuman dengan cewek lain.

Apa dia benar-benar cemburu?

Jika ia cemburu, bukankah berarti ia menyukai Bara?

Kania ingin menepis pemikiran konyolnya, namun ia tidak melakukannya dan malah memikirkannya lagi. Memikirkan dengan hati-hati.

IDENTITY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang