TIGA

51.4K 2.8K 73
                                    

Di pagi hari, hujan mengguyur kota dengan derasnya. Suara germecik hujan bergabung dengan suara guntur yang menggelegar. Sepasang mata dengan bulu-bulu lentik itu terbuka secara spontan ketika suara guntur mengejutkannya. Lampu yang tadinya menerangi ruangan mati dengan sendirinya.

Cewek yang menggelung tubuhnya dengan selimut bercorak papan catur itu mengulat di atas ranjang. Mulutnya menguap beberapa kali sebelum akhirnya ia merubah posisinya menjadi duduk. Untuk beberapa saat ia memandang ke arah jendela yang tidak ditutupi gorden. Langit gelap, kilat yang bermunculan, dan suara hujan yang menderas. Suasana sekarang sangat mendukungnya untuk tidur kembali.

Dengan berat hati, Kania beranjak dari ranjang nyamannya. Kakinya melangkah pelan menuju kamar mandi. Cewek itu melakukan ritual mandinya selama beberapa menit, sebelum akhirnya ia keluar dengan menggunakan pakaian dalam.

Kania berjalan ke arah lemari, mengambil seragam sekolahnya dan segera mengenakannya. Kemeja putih berlengan pendek dengan lambang sekolah di dada sebelah kiri, dasi pita tali berwarna abu-abu, serta rok lipit pendek di atas lutut berwarna abu-abu.

Cewek itu duduk di depan meja rias. Memolesi wajahnya dengan makeup tipis sehingga terlihat natural. Ia lantas mulai menyisir rambut lurus sepinggangnya dengan perlahan. Setelah selesai dengan aktivitas menyisir rambut, Kania pun menyemprotkan parfum ke tubuhnya lantas segera mengenakan sepatu.

Kania berdiri di depan cermin yang memperlihatkan dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Senyum tipis perlahan terukir dengan sempurna, membuat wajahnya bertambah cantik berkali-kali lipat.

Tak lama, ia keluar dari kamarnya dan berjalan menuju meja makan. Di meja makan berbentuk persegi panjang itu ada tiga orang yang sudah menunggunya. Siapa lagi kalau bukan kedua orang tuanya dan Lucy.

Fara dan David memasang senyum penuh dengan kasih sayang, sementara Lucy menunjukkan wajah kelewat judes. Kania bergabung dengan ketiganya. Menikmati sereal yang dibuat Bi Inah untuk sarapan pagi ini.

"Lucy nggak sekolah?" tanya Kania sembari melirik Lucy sekilas. Adiknya itu tidak mengenakan seragam sekolah, melainkan masih dengan piyama tidur bergambar beruang.

Fara mengangguk, "Lucy seminggu ini libur dulu. Takutnya dia masih syok sama kejadian kemarin." Fara tersenyum tipis pada Lucy.

Kania mengangguk paham.

"Pulang sekolah nanti telpon Papa ya, Kania. Pak Jodi lagi pulang kampung," ucap David yang langsung mendapat respon anggukan dari Kania.

Pak Jodi adalah supir yang biasanya mengantar jemput Kania dan Lucy. Dikarenakan beliau sedang pulang kampung, terpaksa David yang menjemput Kania. Bisa saja Kania membawa mobil sendiri, tapi Fara tidak mengizinkannya karena Kania belum punya SIM.

Setelah sarapan berakhir, Lucy mengampiri Kania yang hendak mengambil ranselnya di sofa yang berada di ruang tengah. Cewek itu menatap Kania sebentar lalu mulai membuka mulutnya.

"Nggak usah jadi pacar Kak Bara lagi. Gue nggak peduli sama foto gue yang bakal disebar," celetuknya yang membuat Kania menoleh.

Kania menatap Lucy dengan tawa mengejek. "Apa? Kemarin, untuk bilang ke Papa sama Mama aja lo gemetar. Kalau sampai temen-temen sekolah lo juga tau, mungkin lo udah pingsan dan terlalu malu untuk pergi ke sekolah." Kania menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari-jari tangannya. "Sampai sini paham? Lain kali jangan bicarain ini lagi." Setelah mengucapkan itu, Kania segera mengambil ranselnya dan buru-buru pergi. Tidak berminat menghabiskan waktu lama mengobrol dengan Lucy.

Lucy hanya bisa terdiam menanggapi jawaban Kania. Cewek itu menatap punggung Kania yang kian menjauh dalam keheningan. Setelahnya, ia menghela napas berat.

IDENTITY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang