25. Belum Jelas

77 36 25
                                    



*****




"Jadi?"

Sani yang duduk di sofa berdepanan langsung dengan Zion termanggu di tempat. Lupa sejenak dengan siapa sekarang ia berhadapan. Bukan dengan seseorang yang sering menjahilinya, mengganggunya, menggodanya, tapi sedang bersama Zion yang bersifat sebagai kakak bijak bagi adik kecilnya.

"Gak mau jelasin sesuatu ke gue?"

Sani meneguk ludah, terpancing hanya karena perubahan aura Zion yang tidak biasa. Berbeda sekali dengan Zion beberapa hari lalu. Yang ini jauh lebih menakutkan.

"Gue gak mau bahas apapun. Gue rasa itu udah selesai," Sani menjawab ragu-ragu.

"Selesai? Bagian mana yang selesai? Lo pacaran sama Alka aja gue gak tau? Gini yang Lo bilang selesai?"

"Yon, Lo gak bakal ngerti masalah gue--"

"Jelasin ke gue biar gue ngerti!"

Caca yang baru tiba dari arah dapur sedikit tersentak oleh teriakan Zion. Buru-buru ia letakan minuman yang ia bawa ke meja dan berdiri memperhatikan keduanya sembari memeluk nampan.

"Gini-gini gue masih kakak Lo San! Kalau mama tau dan gue diem aja pura-pura gak tau kek orang bego, Lo pikir gue mau?!"

"Pikirin lagi! Ini bukan masalah sepele San, bikin mereka babak belur gak akan cukup, dan ngelaporin mereka ke pihak sekolah masih butuh pengakuan dari Lo!"

Sani menunduk semakin dalam, belum sudah bayang-bayang kejadian hari ini menghantui kepalanya dan ditambah kena marah Zion rasanya Sani ingin menangis saja. Dia tidak kuat di hadapkan dengan masalah yang seperti ini. Jujur, ia pun juga mau mengaku, tapi bukankah itu hanya menambah hal yang harus Sani kerjakan? Sedangkan dia lelah, terlalu malas membahasnya.

"Yon, tenangin diri dulu, bicara pelan-pelan, Sani udah diem kayak gini gak kasian?"

Caca menenangkan Sani dengan memeluk bahunya, setidaknya hanya itu yang dapat ia lakukan saat ini.

Zion bersandar pada sofa, meletakan telapak tangannya ke wajah, frustasi. Bagaimana bisa ia menyelesaikan masalah ini jika Sani saja tidak mau menjelaskan sesuatu padanya.

Tringggg... Tringggg...

Bel rumah berbunyi, Caca, Zion, dan juga Sani melirik ke arah pintu. Penasaran siapa yang datang bertamu di tengah-tengah mereka yang sedang kacau balau ini.

"Gue cek dulu."

Caca beranjak dari tempat duduk, berjalan ke pintu utama dimana letak suara berasal. Ketika Caca membukanya, dia tidak terkejut lagi jika orang ini yang akan datang, sudah ia duga sebelumnya.

"Gue mau bicara sama Sani."

"Btw ada Zion di dalem, gue gak tau kalau dia bakal izinin Lo sama Sani ketemu atau enggak."

"Kalau enggak gue bisa bicara sendiri sama dia."

"Dan Lo pikir bakal berhasil?"

"Panggil aja dulu."

Caca mendengus. "San! Ada Alka! Katanya dia mau bicara sama Lo!"

"Udah, lo duduk aja dulu disana sambil nunggu siapa yang datang, Zion atau Sani. Gue tutup," Caca menunjuk kursi yang ada di teras dan segera menutup pintu untuk pergi.

Setelah Caca tidak ada lagi, Alka duduk di kursi yang Caca tunjuk tadi. Memegang kedua lututnya, menunggu was-was siapa yang akan datang.

Terdengar suara pintu terbuka, Alka menoleh, mendapati orang yang ia harapkan kehadirannya.

AlkaSaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang