*****
Kaki melangkah pelan, menuju handphone yang terletak di atas nakas kecil sudut ruang. Gambar terpampang jelas, melihatkan dua orang yang Alka sangat kenal.
Benda pipih itu ia bawa ke balkon kamar, ruangannya temaram mungkin saja butuh penerangan lebih agar lebih jelas. Tapi, fotonya tetap sama, tidak berubah sedikitpun. Dan itu nyata, bukan editan.
Drtttt... Drtttt...
Seseorang tiba-tiba menelpon. Suasana hatinya tidak sesuai dengan hal itu. Maka Alka sama sekali tidak berniat untuk mengangkatnya. Sekalipun itu adalah Sani.
*****
Disebrang sana, hatinya sama saja dengan Alka. Penuh kerisauan dan bingung secara bersamaan. Telponnya tidak diangkat. Sudah beberapa kali mencoba tapi hasilnya tetap nihil. Biasanya Alka tidak seperti ini, ketika dia menelpon tiga detik kemudian langsung disambut. Lalu? Sekarang? Kenapa?
"Dia sibuk?"
Bola kelereng terangnya meneliti jam di dinding. Jam sudah menunjuk ke arah pukul sembilan malam.
"Tidur?"
Sani sibuk berkutat dengan pikirannya, memikirkan apa yang sedang terjadi pada Alka saat ini hingga tidak menjawab panggilannya. Jika ia sudah tidur, Sani jadi merasa bersalah karna malah menganggu. Mungkin.
*****
Pelan-pelan Alka mendekat ke arah mereka berdua. Menatap sembari memperhatikan dengan lekat kalau itu memang nyata.
Seketika senyum diwajahnya luntur, hujan mendadak turun. Alka berteduh di halte, duduk disana diam lalu merenung.
Kedua orang didepannya sempat melirik ke arahnya, acuh dan berdecak tidak peduli. Di hadapannya mereka saling menukar kehangatan, memeluk satu sama lain di tempat yang sama dengannya.
Alka menunduk, hatinya ikut menangis beserta hujan yang semakin deras.
Sekitarnya begitu sepi dan gelap. Alka sendiri sekarang. Tapi di sebrang sana ada seberkas cahaya putih. Entah itu apa. Alka yang penasaran terus melangkah mendekatinya, membawanya tenggelam dan terjatuh ke jurang paling bawah.
Kedua orang itu melihatnya dari atas, pergi dan menghilang, begitupun dengan kepercayaannya.
"Hahhh...."
Alka terbangun, bulir keringat membasahi kening beserta lehernya.
Mencoba menetralkan napas, Alka mengambil gelas berisi air di atas nakas. Meminumnya dan meletakannya kembali.
Napasnya berhembus tenang, tubuhnya ia sandarkan ke kepala ranjang. Menekuk satu kaki kanannya, memijit pelipisnya pening. Tubuhnya panas dingin, kurang enak badan, atau lebih tepatnya dia demam sekarang.
Jam sudah pukul empat pagi. Atau hari ini ia akan izin untuk tidak pergi ke sekolah. Manapula kabar yang kemarin ia dapat cukup membuatnya sedang tidak ingin melihat Sani.
Alka mencoba menelpon salah satu temannya, Adrian si Playboy cap kodok.
Di lain tempat, Adrian merasa terganggu dengan telponnya yang tiba-tiba berbunyi. Dengan setengah tidak ikhlas Adrian mengangkatnya. Mata mengantuknya ia buka paksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlkaSa
Teen Fiction[On Going] ________________ Dikejar-kejar oleh seseorang ternyata tidak semenyenangkan itu. Sani terlalu lelah untuk menolak dan berkata kalau dia itu tidak suka dengannya, percuma, Alka tidak akan dengar. Maka dia memilih jalan tengah, yaitu dengan...