9. Gentar

93 51 5
                                    


*****



Alka duduk di sofa, matahari terik menembus kaca-kaca jendela yang lebar di apartemennya. Sembari menunggu hasil dari bujukan Vidan kepada Kakaknya yang masih mengurung diri di kamar, Alka menyeruput jus yang barusan ia buat.

Suara dari Kakak iparnya terdengar putus asa, dan gedoran pintu itu semakin kencang. Mila tetap pada pilihannya. Dia ingin sendiri.

"Kak Mila masih gak mau?"

Semalaman merayu, Alka kira akan ada peluang.

Vidan mendekat, wajahnya lesu dan gusar seperti tidak ada tujuan hidup. Menurut penglihatan Alka, Vidan sudah cinta mati pada Mila.

"Iya, katanya dia gak mau ngeliat Kakak."

"Hormon hamil Kak."

Mendengar itu, Vidan makin merasa bersalah. Seharusnya di saat seperti ini, dia ada di samping perempuan itu, menemaninya, bukan memberinya masalah.

Dengan kasar Vidan mengambil gelas di meja, meminum air putih itu tergesa-gesa. Dia berjalan-jalan tak tentu arah, sesekali mengusap wajah dan rambutnya frustasi.

"Nanti Gue bantu, Kak Vi duduk dulu. Tenang kak, gini-gini Gue pawangnya macan itu," Alka terkekeh agar suasana sialan gamang ini sedikit mencair.

Kak Vidan menurut, dia duduk di sofa depan Alka.

"Selain masalah Kakak kamu, Kakak harus nyelesaian problem keluarga. Kakak gak habis pikir, di depan kakak mereka gak sejahat itu dengan Mila."

Alka kembali pasrah di jadikan tempat untuk mereka curcol. Dari Mila sekarang Vidan, nanti siapa lagi?

"Kakak ngomongnya baik-baik, selesain masalah dengan kepala dingin. Gue gak mau denger kabar kalau ini jadi makin besar."

Sejak kapan Alka bisa berbicara seperti itu?

Pengaruh hidup mungkin.

"Kamu bener. Kakak akan usahakan ini sebaik mungkin. Tapi, kalau mereka gak berubah, jangan salahin kabar buruk yang bakal kamu terima."

Alka diam sebentar. Hening menyapa, hanya suara tersedak-sedak milik Kak Mila yang terlalu kuat karna habis menangis.

Vidan kembali gusar, ingin merengkuh dan memberi sandaran pada Mila namun tak bisa.

"Gue samperin Kak Mila dulu."

Belum sempat Alka beranjak, handphonenya berbunyi nyaring tanda ada yang menelponnya.

"Ada apa? Inget hari ini weekend Lin, gue mau istirahat, jangan ngajak--"

"Ini bukan masalah pertandingan Ka, tapi ini gawat! Darurat! Gentar ke markas geng gue bawa temen-temennya dan ngerusuh disini, dia dari tadi ngehujat nama lo! Dia bilang kayak gini : SIALAN! ALKA! DIMANA LO?! Gitu."

Tak tanggung-tanggung Kalin mencontohkannya sendiri. Bukti lainnya, Alka dapat mendengar dari hapenya. Di sebrang sana, Gentar teriak-teriak gak jelas.

AlkaSaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang