WARNING! PART SANGAT PENDEK.
*****
"Apasih Ka yang lo lihat dari Sani? kemana-mana masih cantikan gue. Kayak patung gitu masih aja Lo taksir."
"Apa lo bilang?!"
Rasa kesal masalah bola basket tadi belum reda, Rebecca malah menambah-nambahi membuatnya makin marah. Kalau mau tau, di mata Alka tu Sani kayak bidadari, cuek-cuek gitu manis menurut Alka.
"Ya emang bener! Ngomong aja masih bisa dihitung pake jari, Apa keuntungan lo sih ngejar dia?"
Rebecca sudah lama mengejar Alka, tapi memang tidak pernah di respon. Sayang sekali rasanya membiarkan seorang Alka menganggur, dia tidak punya pacar kan? Kenapa enggak di embat aja.
Langkah kaki Alka melaju, kaki kecil Rebecca berusaha menyeimbangi langkah besar Alka.
"Terus, kalau gue tanya sama lo, apa keuntungan lo ngejar gue?"
"Kan gue suka sama lo Ka, gak ada alesan buat gue nyerah sebelum janur kuning melengkung," ujarnya luwes.
"Oh ya? Apa kabar gue yang alesannya sama kayak lo, harus berhenti ngejar cewek yang gue suka gitu? Janur kuning belum melengkung kan?"
"Tapi.. lo salah Ka! Dia gak cantik, manisnya gak ada, wajahnya kayak papan gitu, dingin gitu orangnya. Dia gak pantes buat lo perjuangin!"
Alka berhenti melangkah, matanya menoleh cepat menghunus Rebecca yang akhirnya menciut karna di tatap setajam itu oleh cowok di depannya.
"Gak pantes lo bilang? Huh?!"
Alka naik pitam. Rebecca makin ketakutan. Dia menyudutkan cewek itu ke dinding.
"Berani lo bilang itu sekali lagi, gue pastiin gak ada celah buat lo deketin gue sepeserpun itu!"
Penekanan itu cukup menjadi tamparan untuk Rebecca. Setelah Alka pergi, Rebecca menghela napas. Tidak waktu lama, matanya menyirat tajam.
"Tunggu tanggal kita main lagi, Rifshania," seringainya serius.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
AlkaSa
Teen Fiction[On Going] ________________ Dikejar-kejar oleh seseorang ternyata tidak semenyenangkan itu. Sani terlalu lelah untuk menolak dan berkata kalau dia itu tidak suka dengannya, percuma, Alka tidak akan dengar. Maka dia memilih jalan tengah, yaitu dengan...