5. Permintaan

134 59 22
                                    

Terhanyut dalam cerita itu boleh, tapi terhanyut terlalu dalam pada cinta itu jangan. Lebih susah dan bakal lebih sakit kalau udah baper.

*****

Sani bersalah. Sudah membuat Alka kesal dan marah padanya. Walaupun itu memang tujuan awal Sani, masih saja terbesit rasa bersalah di hatinya.

Perkataannya terlalu kasar dan mengejek. Tidak seharusnya ia begitu.

Ingin meminta maaf, tapi gengsi. Sani juga takut kalau Alka malah menaruh harapan padanya. Sudah jelas bukan, Sani mempunyai pacar, tak sepatutnya ia dekat dengan cowok lain. Sani takut, Agrar nanti marah.

"Sani kok ngelamun? Padahal Aku lagi bicara sama Sani loh," Keyla cemberut.

Sani terperanjat dan menoleh. "Sorry Key. Gue lagi gak konsen."

"Sani lagi mikirin apaan sih? Keyla boleh tau?"

"Enggak, enggak ada kok."

Sani kembali pada buku di hadapannya. Membaca ulang karna lupa isi dari cerita itu. Karna memikirkan Alka ia jadi seperti ini.

"Tumben perpustakaan rame," Keyla bergumam. Sani meneliti sekeliling. Ya benar, banyak siswa di sekitaran mereka. Padahal sering sepi. Mungkin udah pada tobat. Sani menggidik bahu. Bodo amat.

"San, ada Alka sama temen-temennya."

Dan gumaman Keyla kali ini tidak dapat Sani hiraukan.

Mendadak ia panik. Apakah Alka kesini karna ingin menghampirinya. Biasanya cowok itu mengikutinya terus setiap hari walau Sani risih.

Kejadian kemarin membuat Sani malu dan benci dirinya sendiri. Sementara waktu, dia tidak mau bersitatap dengan cowok itu.

Perpustakaan yang semulanya hening-hening saja, sekarang penuh dengan kebisingan orang-orang. Pasti gara-gara kedatangan rombongan tukang onar itu.

"Dia kearah sini gak Key?"

"Iya."

Sani dilanda ke gugupan. "Alkanya doang?"

"Enggak, sama yang lain kesini juga."

Mau apa geng berandalan itu kemejanya? Menyebalkan sekali.

Kursi berdecit di depan Sani. Alka duduk membawa satu buku. Tenang dan menatap Sani datar. Tidak seperti biasanya yang penuh cinta. Kemana binar sayang itu?

Adrian, playboy satu itu ikut duduk di meja yang sama. Kedipan matanya ia layangkan pada Keyla. Sedangkan cewek itu menunduk malu. Hadehh.

Sani, Kalin dan Kelin geleng-geleng kepala melihatnya.

"Hai mbak Sani," Kelin menyapa, tangannya melambai.

Sani menyorot dingin "gue gak pernah nikah sama kakak lo. Jangan sok akrab manggil gue mbak."

Dan itu cukup membuat Kelin meneguk ludah. Ya memang, selain terkenal dengan kepintarannya, Sani juga terkenal dengan kepedasan mulutnya.

Kalin menyikut lengan Kelin, mengajak cowok itu ke arah lain. Kelin menurut, sekarang di sudut sana tinggal ada Adrian, Keyla, Sani dan juga Alka yang sejak tadi diam membisu. Tidak biasanya.

"I love you San,"

Kenapa harus kata itu yang pertama kali keluar dari mulut Alka. Sani jadi malu. Bukan, bukan malu dengan wajah memerah tapi benar-benar malu karna dilihat oleh Keyla dan juga Adrian. Alka memang tidak punya urat malu. Dasar cowok sinting!

"Frontal banget Ka, pantesan Sani gak suka sama lo. Risih ada, ya mbak Sani?" Adrian mengajak Sani mengobrol.

Tidak ada balasan. Ppptt.. dikacangin. Keyla cengengesan.

"Gak usah ikut campur lo, pergi sana," manik mata Alka masih dingin. Selanjutnya netranya membidik Keyla menyuruh gadis itu beranjak dari kursi.

Keyla akan berdiri, tapi tangannya ditahan Sani. "Kita yang pergi."

"Disini gue yang mau bicara sama lo." Alka berujar penuh penekanan.

"Gak usah usir Keyla."

"Harus."

Sani mengalah, melepaskan tangan sahabatnya dan terduduk lesu. Berhadapan dengan Alka di meja yang sama, berduaan, itu mendebarkan. Hening sesaat.

"Yang kemarin. Gue minta maaf."

Tidak masuk akal, kenapa malah Alka yang bilang begitu?

"Kenapa?"

"Apanya?" Alka mengernyit.

"Kenapa lo yang minta maaf? Lo bermaksud nyindir gue?"

"Enggak, kemarin emang salah gue kan? Mungkin ini saatnya gue harus ngelepasin lo, walau itu berat, gue bakal coba. Sorry, kalau selama ini bikin lo risih. Bener kata Adrian, gue terlalu frontal dan gak mikirin perasaan lo bagaimana, gue terlalu fokus sama perasaan gue aja, gue emang sering egois."

Sani sejenak menahan napas, bolehkah kali ini Sani berdecak kagum karna Alka berusaha berbuat bijak?

"Tumben?"

Senyum merekah dibibir Sani, Alka terperangah. Baru pertama kali Alka bisa melihat senyum Sani yang tulus dan itu disebabkan olehnya. Dia sangat senang. Apakah rencananya akan berhasil? Ya, perlahan tapi pasti Alka mencoba sebisa mungkin mendekat kembali. Tapi lebih lembut.

"Apa?"

"Lo bijak."

"Tapi gue terlambat San, di segala arah yang namanya keterlambatan itu pasti salah. Dan gue udah berbuat salah sama lo, berbuat seenaknya tanpa pikir panjang kalau ada hati yang kesal dan marah sama kelakuan gue. Maaf, gue bener-bener minta maaf sama lo. Gue ngaku, yang lo omongin kemarin emang bener, gue cowok gak tau malu." Alka menunduk, menyesali perbuatannya.

Mendapatkan simpati dari Sani adalah tujuan pertamanya saat ini, jangan sampai ia gagal.

"Lo gak usah gitu banget Ka, gue seneng sekarang lo bertujuan mau berubah dan gak paksa perasaan gue lagi," Sani mengelus tangan Alka menenangkan bahwa dia baik-baik saja.

Sani terbawa suasana, tanpa sadar dia telah melakukan sesuatu hal yang membahayakan dirinya lagi. Memberikan banyak harapan pada Alka.

Elusan Sani membuncahkan perasaannya. Alka mencoba menahan diri untuk tidak membalas elusan itu.

"Minta maaf aja menurut gue enggak cukup buat menebus kesalahan gue San, apa gue sujud aja ya di kaki lo?"

Sani tertawa garing. Ya allah, manis banget senyum nya. Alka mencoba tidak terlena.

"Gak usah lebay Ka, gue udah maafin lo kok."

Alka tetap lebay "Gue mau kok kabulin satu permintaan lo, apa aja, terserah. Sekaligus hari perdana kita berteman. Mau?"

Sani menautkan alis "Teman? Gue masih butuh waktu soal itu."

"Yaudah, gak papa, gue ngerti, ini memang terlalu cepat buat lo. Tapi.."

"Apa?"

"Tawaran tadi masih berlaku kalau lo mau?"

"Bener? Lo mau kabulin satu permintaan gue?"

"Iya, iya San," jawabnya antusias. Tak sabar menerima perintah dari Sani.

"Gue minta.. jauhin gue, bisa?"




AlkaSaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang