61. Cara Menjawab Adzan dan Keutamaannya

13 0 0
                                    

Bismillaah...

Ketika adzan berkumandang, kita yang mendengar dianjurkan untuk menjawab (mengikuti), bershalawat, dan membaca do'a setelahnya. Bagaimana cara menjawab adzan tersebut ? Adakah keutamannya ?

Cara Menjawab Adzan

Cara menjawab adzan ini diterangkan dalam hadits dari kitab Bulughul Maram, Kitab Shalat, Bab Al-Adzan sebagai berikut.

Hadits #192 – #194

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِذَا سَمِعْتُمْ اَلنِّدَاءَ, فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar adzan, ucapkanlah seperti yang diucapkan muadzin.”
(Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 611 dan Muslim, no. 383]

وَلِلْبُخَارِيِّ: عَنْ مُعَاوِيَةَ

Dalam riwayat Bukhari disebutkan, haditsnya dari Mu’awiyah.
[HR. Bukhari, no. 612, 613]

وَلِمُسْلِمٍ: – عَنْ عُمَرَ فِي فَضْلِ اَلْقَوْلِ كَمَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ كَلِمَةً كَلِمَةً, سِوَى اَلْحَيْعَلَتَيْنِ, فَيَقُولُ: “لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ” –  .

Dalam riwayat Muslim, dari tentang keutamaan ucapan hendaklah yang mendengarkan adzan mengucapkan sebagaimana yang diucapkan muadzin satu demi satu, kecuali pada kalimat hay’alatain (hayya ‘alash sholah dan hayya ‘alal falah), hendaklah mengucapkan, “LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH.”
[HR. Muslim, no. 385]

Faedah hadits

-  Disunnahkan mengikuti lafazh adzan, sebagaimana pendapat jumhur ulama.
-  Mengikuti muadzin itu pada seluruh lafazh adzan kecuali pada kalimat hay’alataini (hayya ‘alash sholaah dan hayya ‘alal falaah) diikuti dengan ucapan “LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH”. Termasuk kalimat “ash-sholaatu khoirum minan nauum” diikuti dengan kalimat yang sama.
-  Kenapa jawaban untuk hay’alataini (hayya ‘alash sholaah dan hayya ‘alal falaah) itu dengan kalimat “LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH” ? Karena kita bisa menghadiri shalat berjamaah dan mendirikan shalat hanya dengan kekuatan dan pertolongan dari Allah.
-  Mengikuti ucapan adzan tetap ada ketika melakukan thawaf keliling Kabah karena adzan itu ucapan dzikir.
-  Kalau sedang shalat, ucapan muadzin tidak perlu diikuti karena keadaan dalam shalat sudah sangat-sangat menyibukkan, “inna fish sholaati la-syughlaa”.
-  Tempat yang dilarang berdzikir seperti saat di kamar mandi dan saat hubungan intim tidak perlu menjawab (mengikuti) ucapan adzan.
-  Muadzin tidak mengikuti ucapan adzan untuk dirinya sendiri.
-  Bagaimana kalau ucapan adzan yang didengar dari beberapa tempat?  Jawabannya, semua adzan yang didengar itu diikuti (dijawab), itu lebih baik. Ingat, menjawab adzan tadi hukumnya sunnah, bukan wajib.
-  Mengikuti ucapan adzan itu ada setelah kalimat adzan diucapkan, bukan bersamaan dengan ucapan kalimat adzan.
-  Kalau mendengar adzan mulai dari pertengahan, maka yang diikuti (dijawab) adalah sisa yang didengar.
-  Mengikuti ucapan muadzin disyaratkan jika mendengar adzan, walaupun tidak menyaksikan muadzin.
-  Keutamaan pahala dari mengikuti adzan (menjawab adzan) adalah : (a) diampuni dosa-dosanya, (b) setelah adzan lalu berdo'a, maka do'a nya diijabahi, (c) mendapatkan syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bagaimana kalau mendengar iqamah, apakah perlu dijawab ?

Yang dituntunkan bagi orang yang mendengarkan iqamah adalah menjawab sama seperti orang yang mengumandangkannya, termasuk pada kalimat “qad qaamatish sholaah” dijawab dengan kalimat yang sama.
Demikian Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia).

Tuntunan Do'a Bakda Adzan

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ , وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ , آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ , وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ

ALLAHUMMA ROBBA HADZIHID DA’WATIT TAAMMAH WASH SHOLATIL QOO-IMAH, AATI MUHAMMADANIL WASILATA WAL FADHILAH, WAB’ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDA ALLADZI WA‘ADTAH.

Semoga bermanfaat.

Referensi :

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kedua.

-

Disusun @ Darush Sholihin, 21 Jumadal Ula 1442 H, 5 Januari 2021

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

MENUJU JANNAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang