Pwiuittt ...
"Neng Una gemesh dan my permaisuri Laima memasuki ruangan. Dan tidak lupa juga dengan dayang Dita, pembantu setia my permaisuri."
Saat masuk ke dalam kelas, Aluna dan kedua sahabatnya disambut dengan teriakan Devan yang menggelegar. Devan berteriak ala-ala zaman kekaisaran.
Dita yang mendengar ucapan Devan langsung naik pitam dan menatap Devan dengan tajam, sedangkan yang ditatap mengedipkan sebelah matanya.
"Pembantu, palalu?! Gue tampol baru nyaho lu." mata Dita terus menatap Devan dengan tajam.
"Iyain dah, ntar nangis susah mau bujuk." Devan malah menanggapi ucapan Dita dengan sebuah ledekan.
Dita yang merasa di cemooh maju dan langsung mengepalkan tangannya dan berniat menonjok Devan. Perlu diketahui bahwa Dita bukanlah cewe lemah atau cewe manja seperti sahabatnya Aluna. Dia adalah gadis tomboy yang tak kenal takut.
"Ihhh ... Una kesal sama Ditdit dan Devan. Kenapa setiap ketemu selalu berantem sih? Di novel yang sering Una baca, kalau cewe sama cowo sering berantem endingnya bakal berjodoh." Aluna menghentikan Dita yang hendak menonjok Devan.
"Ogah!"
Ucap Dita dan Devan spontan. Kemudian mereka saling melirik satu sama lain.
"Ngapain lu ngikutin gue?" sewot Dita.
"Idih kegeer an lu itu ternyata sudah menuju alam tak terbatas dan melampauinya ya?! Jelas-jelas lu yang ngikutin gue," Devan juga tak mau kalah.
"Lo ... ."
"Udah Dit, gak malu apa dilihat teman-teman lain?!" Laima buka suara.
"Nah gini nih, kayak my permaisuri dong, dewasa dikit!" Devan menatap Laima dengan senyum manisnya, sedangkan Laima sudah salting dan pipinya memerah.
Dita menatap jengah dua mahluk yang ada di depannya.
"Gak usah salting! Gombalan playboy cap minyak jelantah aja buat lu melted, iewwhhh," Dita menatap ke arah Laima.
"Bukannya playboy itu biasanya cap badak ya Ditdit? Atau cap kaki tiga?" Aluna menoleh ke arah Dita.
Dita langsung melototi Aluna, " Aluna sayang, Devan itu bukan playboy cap kaki tiga, tapi cap kaki empat!" ujar Dita, sambil memahan geram.
"Babi dong?" Celetuk Aluna. Dita tidak bisa menahan gelak tawanya hingga menggelegar di dalam ruangan kelas itu. Sedangkan Devan sudah menahan kesal sejak tadi.
"Anjir ... Tumben otak lu pinter Na?!" ujar Dita sembari memegangi perutnya yang hampir kram gegara tertawa.
"Jangan lu kotori otak polosnya Una, jubedah!" Devan menatap Dita dengan tajam.
"Idih, gua gada bilang lu babi yah. Una sendiri noh yang bilang," desis Dita.
"Barusan aja lu bilang, remahan rempeyek!" sewot Devan.
"Rempeyek gigimu! Dasar playboy cap minyak jelantah!" Dita berteriak ke arah Devan.
"Enak aja ya, mulut manis lu itu ngomong seenaknya. Mau gue cium dulu baru bungkam?!"
"Najis gua dicium cowok macam lu, lu sentuh aja gua gak sudi. Bisa mandi junub gua tiap hari tiga malam."
"Wuahhh ... mulut lu tambah manis aja, liat aja ntar! lu bakal jadi milik gua seutuhnya," Devan menyeringai.
Saat Dita ingin menjawab perkataan Devan, Aluna lebih dulu berucap. "Astagfirullah ... kata Ayah, sebagai seorang muslim kita nggak boleh saling berkata kasar begitu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi dosen ganteng
Random"Menikahimu adalah ujian dan kebahagiaan yang datang secara bersamaan." ~Asyraf Abdullah "Inilah aku dan segala kekuranganku, Mohon cintai aku dengan apa adanya diriku." ~Aluna Azzahra