Demam

1.1K 98 16
                                    

Setelah membopong Aluna kembali ke ranjang, Asyraf langsungengolesi perut Aluna dengan minyak angin. Lalu Asyraf keluar dari kamar tanpa sepatah kata-pun.

"Kan, pergi lagi," ujar Aluna dengan lirih.

Tidak berapa lama terdengar suara pintu yang terbuka dan Aluna ikut menoleh. Di sana Asyraf tengah berdiri dengan nampan di tangannya.

Asyraf menyodorkan segelas air putih pada Aluna, " Adek, minum air hangat ini dulu ya! Biar angin di perutnya nggak bertahan."

Aluna langsung mengambil minum itu dan meminumnya, memang tidak sampai tandas. Tapi air yang Asyraf bawa di gelas yang lumayan besar itu tidak sampai se-perempat lagi. Sepertinya Aluna benar-benar kehausan. Asyraf terkekeh dan mencoba untuk mengelus kepala Aluna namun Aluna langsung menghindari-nya. Asyraf menghela nafasnya, Aluna ternyata masih marah.

Asyraf kembali meletakkan gelas itu diatas nakas dan beralih ke bubur. Asyraf mengambil bubur itu dan mencoba untuk menyuapi Aluna. Aluna menggelengkan kepalanya.

"Adek bisa sendiri," ucap Aluna dingin.

"Jangan keras kepala, Sayang!" Meskipun terdengar manis namun nyatanya Asyraf berucap dengan tegas dan tak kalah dingin Aluna.

Aluna tidak memiliki kekuatan untuk berdebat lagi. Untung saja dia sedang sakit! Kalau dia tidak sakit, sudah ia pastikan ia akan menjambak rambut Asyraf hingga rontok. Cih, sok perhatian sama Aluna, ternyata sama cewe lain lebih perhatian.

Saat suapan ke- 5, Aluna benar-benar sudah tidak kuat lagi. Rasanya ia ingin muntah saja karena bubur ini.

"Sudah," ucap Aluna pada Asyraf.

"Tiga suap lagi ya, Dek."

"Nggak, Adek mau muntah," ujar Aluna sembari menutup mulutnya.

"Baiklah, Adek minum obatnya dulu ya."

Asyraf menoleh ke arah obat yang Asyraf maksud. Aluna menelan ludah kasar, di sana sudah ada lima jenis pil dan yang pastinya itulah yang akan lewat di tenggorokan Aluna nantinya. Aluna meringis. Kenapa pil-nya banyak sekali? Aihh ... Aluna ingin kabur saja sekarang.

Asyraf langsung mengambil pil itu dan berusaha memasukkannya satu persatu ke dalam mulut Aluna. Namun Aluna mengatupkan mulutnya dengan erat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Asyraf mengernyitkan keningnya, "Adek, minum dulu obatnya," ujar Asyraf dengan lembut.

Aluna menggelengkan kepalanya, "Adek nggak bisa minum obat itu bulat- bulat," cicit Aluna.

Asyraf tersenyum dan pergi ke luar dari kamar lagi. Apakah dia marah? Aluna bertanya-tanya dalam hati, Aluna sudah berencana untuk tidur kembali tanpa meminum obat itu tentunya, "Jangan tidur dulu, Dek! Minum dulu obat-nya." Ternyata Aasyaf tidak marah, Aluna dapat melihat alat penghalus obat di tangan Asyraf. Ternyata Asyraf pergi ke ruang kerjanya untuk mengambil alat ini.

Asyraf kembali duduk di tepi ranjang mereka dan menghaluskan satu persatu pil rasa empedu itu. Setelah berhasil menghaluskan obatnya, Asyraf langsung mengambil sendok dan melarutkan obat itu disana. Aluna berjuang mati-matian untuk meminum obat itu. Sekarang sudah obat ke empat yang Aluna telan, dan dia hampir muntah karena nya hingga Asyraf ikut menutup mulut Aluna dengan tangannya, agar Aluna tidak mengeluarkan obat itu.

Mata Aluna sudah berkaca-kaca, Aluna tidak kuat lagi. Aluna menatap mata Asyraf dengan memohon, Asyraf hanya diam. Sebenarnya dia juga tidak tega melihat Aluna seperti ini dia ingin langsung memeluk Aluna, tapi dia tau kalau istrinya masih marah dan pastinya akan menolaknya.

"Hiks ... obatnya pahit, Adek nggak mau minum lagi. Adek mau muntah!" Aluna mulai terisak.

"Tapi ini yang terakhir, Sayang. Adek minum ya, biar cepat sembuh." Asyraf berucap dengan lembut sembari menghapus air mata Aluna.

Menikahi dosen gantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang