AL|26

14.8K 1.6K 750
                                    

Setelah berpikir lagi, tugasku kini bertambah satu lagi. Menjaga kamu.

~AL~

Asilla menatap nanar wanita paruh baya yang kini berdiri di depannya. Rasa sakit di hatinya tak kunjung sembuh apalagi wanita itu sudah mengingkari janjinya. Janji yang selama belasan tahun ini ditunggunya. Tersadar saat tangan itu menyentuhnya, Asilla menepisnya pelan.

"Maafin Mama, Sill."

Asilla tidak kunjung membuka suara. Haris pun terlihat duduk di meja makan tanpa menoleh pada wanita itu.

"Mama udah usaha---"

Asilla mengangkat tangannya, meminta wanita itu untuk tidak melanjutkan kalimatnya. Rasa sakit di hatinya tidak bisa membuat wanita itu akan mengerti.

Untuk apa? Untuk apa meminta maaf kalau tidak ada keinginan untuk memperbaiki?

"Silla ada ujian sekarang," tuturnya lalu menghampiri Haris, mencium punggung tangan Papanya tanpa berniat menoleh pada Anya, mamanya.

"Mau diantar?" tanya Haris, masih dengan suara lembutnya. Asilla menggeleng, hari ini gadis itu akan mengendarai mobil sendiri.

"Hati-hati," final Haris. Asilla mengangguk lalu melenggang pergi meninggalkan Haris dan Anya yang saling terdiam.

"Harusnya kamu gak pulang sekalian," tutur Haris, menyeruput kopi hitamnya, tatapan sengitnya masih mengarah pada Anya yang mengepalkan kedua tangannya erat di sisi tubuhnya.

"Mulai sekarang, gak usah janji apapun lagi. Kasihan Putriku."

"Aku benar-benar udah usahain Haris! Kamu pikir buat apa aku jauh-jauh dari Amerika ke Indonesia?!" Anya menatap Haris geram. Namun, Haris hanya mengedikkan bahunya acuh tidak acuh.

"Mau dari ujung dunia sekalipun, harusnya kamu bisa mengatur waktu kamu. Kamu udah jadi Ibu Anya, harusnya pikiran kamu lebih terbuka. Sejauh apapun itu, harusnya persiapan diri kamu yang harus ditanyakan."

Haris tertawa sinis. "Jangan-jangan kamu berangkat pas acaranya udah dimulai lagi."

Anya bungkam. Wanita yang masih berumur kisaran tiga puluhan itu menatap Haris dengan perasaan bersalah.

Benar, Anya bahkan melupakan janjinya pada putrinya. Wanita itu sudah melupakan keberadaan Asilla.

"Kamu bisa urus perceraian kita secepatnya. Kalau seperti ini terus, aku kasihan pada Asilla. Punya Ibu tapi kayak gak punya."

"Dan kamu bisa bermain dengan jalang-jalangmu itu?" Anya tersenyum sinis.

Haris mengedikkan bahunya. "Kamu tidak pernah tau apa yang terjadi, lebih baik diam daripada berbicara tapi tidak bermutu sama sekali."

***

Aletta menatap Aldo dengan tatapan memohon. Bola matanya berkaca-kaca. Lalu tatapannya beralih pada uang lima ribu di tangannya. Entah kenapa, tapi Aletta merasa seperti anak bawang di sini.
"Lima ribu cuma cukup beli pulpen." Aletta berujar lagi, setelah sekian lama terdiam.

Pagi ini Aletta meminta uang jajan pada Aldo dan lihatlah sekarang yang diberikan hanya lima ribu. Buat apa? Bahkan makanan di kantin saja minimal sepuluh ribu.

"Hari ini ujian, pulangnya cepat. Gak usah jajan," tutur Aldo membuat mulut Aletta terbuka saking tercengang bahkan bola matanya mengerjap beberapa kali dan kali ini nyaris akan tewas saat Aldo memasukkan bekal ke dalam tasnya.

ALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang