AL|42

11K 1.2K 761
                                    

Hollaaaaa

Aku kembaliii lagiii

Ada yang kangen? Atau enggak sama sekali?

Huhuhuh

Mau nanya nih pembacanya AL umur berapa aja?

Yang punya doi mana suaranya?!!!

Yang jomblo ada kah?

Aaaaaaa senang banget bisa nyapa kaliann huhuhuhhh makasih buat 193rb pembaca & 30rb vote.

Gimana? Sejauh ini masih suka sama AL kah?

500 komentar buat next part ya!

Tembus 1k komentar bakal ada double up!!!

~Selamat Membaca~

Seorang pria berumur delapan belas tahun  berjalan menyusuri tepi pantai. Kedua sudut bibirnya tertarik ketika melihat objek yang berada tidak jauh darinya. Dengan gerakan pelan, ia melepaskan topi hitam yang sedari tadi bertengger di kepalanya.

Bulu mata lentik, kumis tipis, rambut yang terjatuh menutupi dahinya serta bibir ranum sebagai penanda bahwa ia memiliki perawakan yang tergolong di atas rata-rata. Jaket yang sedari tadi menutupi tubuh kekarnya dilepaskan begitu saja dan berjalan menjauh dari tepi pantai, dimasukkan ke dalam ransel yang sedari tadi tergeletak di bawah pepohonan rindang.

Setelah memastikan bahwa semua aman, ia meraih ponselnya dan menghidupkan layar. Hal pertama yang terlintas di kepalanya adalah menghubungi perempuan yang sedang bercanda gurau bersama teman-temannya. Dering pertama gagal. Kembali mencoba lagi, dan akhirnya mendapat jawaban.

"Aletta ..."

Dapat dilihatnya bahwa Aletta menjauh dari kedua temannya. "Siapa?"

Ia tidak kunjung menjawab hingga terdengar dengkusan pertanda kesal dari seberang sana. Ternyata setelah hampir tiga tahun tidak bertemu, Aletta tetap sama saja. Masih sama seperti dulu.

"Lo ngerjain gue? Kalau lo gak mau ngomong biar gue matiin aja!"

Ia berdehem, "Lo gak save nomor gue?"

"Heh! Mana saya tau! Saya kan putri duyung!!!"

Cowok itu terkekeh geli. Sifat Aletta memang tidak berubah sama sekali. Masih saja galak. "Gue Gara, kita bakal sering ketemu Letta."

Hening. Tidak ada sahutan lagi di seberang sana meskipun panggilan masih tersambung. Ia kira Aletta akan memutuskan panggilan itu, tapi ternyata salah.

"Kenapa?"

Gara mengernyitkan dahinya tanda bingung. Pertanyaan Aletta terkesan ambigu, "Kenapa apa?"

"Kenapa gue harus berurusan sama lo? Lo harusnya paham kalau semua udah berlalu dan gue udah gak ada urusan apapun sama lo."

"Masih banyak urusan kita yang belum selesai. Salah satunya, perasaan kita."

Terdengar suara gelak tawa dari sana, begitu renyah dan sarat akan ketulusan. Gara mengerjap beberapa kali, hatinya terasa menghangat tapi setelah kalimat itu terlontar, tanpa sadar Gara mengepalkan erat telapak tangannya dan meremat ponselnya.

ALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang