2. Kakel Fucekboy

209 19 16
                                    

****

Hari ini seluruh murid SMA Pohon Beringin sedang berbahagia, karena sejak tadi pagi sampai sekrang sudah hampir siang hari tidak ada KBM sama sekali. Alhasil semua murid berhamburan di mana-mana. Ada yang di kantin, di lapangan, di perpustakaan, di sepanjang koridor, adapula yang tetap di dalam kelas.

Ceza dan kedua temannya lebih memilih opsi terakhir, yaitu tetap di dalam kelas. Jadilah sekarang kelas dengan label XI IPS2 itu, sangat berisik. Karena bukan hanya Ceza dan kedua temannya saja, namun sebagian murid kelasnya lebih memilih tetap di dalam kelas.

Tau apa yang sedang mereka lakukan? mereka hanya melakukan kegiatan yang tidak penting dan tidak bermanfaat. Para kaum adam memilih untuk mabar, sedangkan kaum hawa ada yang sedang membuat tiktok, ada yang sedang nyanyi, berjoget tidak jelas, ada juga yang sedang bergosip ria. Ceza dan Stephany hanya duduk anteng sambil bermain ponsel, sedangkan Clarissa sudah berdiri di depan kelas dengan botol minum di tangannya entah apa yang akan dia lakukan.

"Rio.. Rio.. Tau gak apa persamaan kamu sama kasur?"

Oke, Clarissa sudah mulai mengeluarkan ciri khas-nya. Yaitu, menggoda semua cowok yang ada di kelas.

"Ngaak tau. Emang apa persamaannya?"

"Sama-sama bikin nyaman."

"Eaaakkk"

"Cieee...cieee Rioo."

"Tolong pegangin gue, takutnya gue terbang," ucap Rio malu-malu.

"Idih Rio, gitu doang! Gak tau aja lu Clarissa kalau di luar lebih ganas,"

"Ganas itu buah kan, ya?" tanya Clarissa.

"Itu nanas bego!" jawab semua murid kelas dengan kesal

"Temen lo tuh, Cez," celetuk Stephany.

"Temen lo anjirrr, gue gak punya temen spesies macam dia."

"Balikin ke habitatnya sono, miris gue liatnya."

"Urat malunya udah gak ada,"

"Kan urat malu si Clarissa udah putus dari lahir."

"Putusnya barengan sama ari-ari."

"Hahahahaa anjirrr ngakak banget."

Ceza terkekeh lalu beranjak pergi keluar kelas.

"Mau kemana, Cez?"

"Panggilan alam."

****

"Ceza!"

Ceza menghentikkan langkahnya ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Di sana Ceza bisa melihat seorang kakak kelas sedang berjalan ke arahnya.

"Iya, ada apa?"

"Nggak gue cuman manggil doang." jawabnya sambil nyengir tidak jelas. "Lo mau kemana?"

Ceza memperhatikan sekilas kakak kelasnya ini, Ceza tau kakak kelas ini bernama Satya dan Ceza juga tau kakak kelasnya ini tertarik padanya. Karena tak jarang Ceza merasa selalu diperhatikan oleh Satya ketika mereka tak sengaja bertemu.

Ceza juga tau Satya adalah anak paskibraka karena dia sering melihat Satya memimpin upacara ketika hari senin. Dan yang Ceza tau kakak kelasnya ini sudah memiliki pacar yang satu angkatan dengannya. Satu hal lagi yang Ceza tahu, Satya merupakan seorang fuckboy yang selalu mempermainkan cewek memberikan harapan lalu ditinggal.

Seantero sekolah juga tahu Satya seorang fuckboy, karena hampir di semua angkatan ada cewek yang merupakan korban Satya. Dan rupanya sekarang kakak kelas ini sedang mengincarnya, dia pikir Ceza akan mudah baper.

Aduuhh, please deh. Alvaro yang notabennya most wanted di sini alias cowok terganteng, terkece, terkeren, terkaya dan tersegalanya saja tak pernah direspon sama Ceza, apalagi ini kakel yang nggak ada apa-apanya berani buat ngedeketin dia. Bahkan sepertinya Pak Supri yang merupakan satpam penjaga gerbang sekolah much better than this boy. Setidaknya pak Supri tulus dan setia sama istrinya, maybe.

Merasa Satya tak akan membahas hal penting dan hanya membuang waktunya saja, Ceza pun memilih untuk pergi dari hadapan Satya. Belum juga dua langkah Ceza berjalan, ada yang menghentikannya dengan memegang salah satu tanganya.

"Apaan nih pegang-pegang?" suara Alvaro mengintrupsi keduanya, dan secara perlahan Alvaro mengambil tangan Ceza yang dipegang Satya lalu menggegamnya.

"Kanapa, Cez?" tanya Alvaro dengan tangan yang masih menggegam sebelah tangan Ceza.

"Lo apain cacar gue?" Alvaro bertanya tanpa melihat ke arah Satya dan malah melihat ke arah tangan Ceza yang ada di genggamannya, justru sekarang dengan sengaja nya Alvaro mengelus-ngelus tangan Ceza. Pintar sekali modusnya.

Ceza sendiri sudah menatap tajam pada Alvaro, namun ia juga enggan untuk melepaskan tangannya dari genggaman Alvaro. 'Lebih baik dipegang Alvaro daripada dipegang Satya' begitu pikirnya.

"Cacar?" Satya terkekeh sembari menatap remeh pada Alvaro. Namun sepertinya Satya melakukan kesalahan dengan memandang remeh pada Alvaro, karena sekarang dia mendapatkan tatapan tajam dari Alvaro dan membuat nyalinya ciut seketika.

"Santai bro, gue gak gangguin cacar lo kok." ujar Satya dengan memberikan penekanan pada kata 'cacar'.

"Gue cuman nanya aja tadi, gue duluan bro." lalu Satya berlalu pergi dari hadapan mereka.

"Nanya kok sambil pegang-pegang," gerutu Alvaro dengan tangan yang masih setia menggegam tangan Ceza.

"Lo juga ngapain pegang tangan gue, pake di elus-elus segala." Ceza menarik tangannya dari genggaman Alvaro.

Alvaro cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "hehee.. sorry Cez, lagian kalau tadi gak gue genggam lo gak bakal bisa lolos dari si dinosaurus itu." Alvaro membela diri.

Ceza memutar bola matanya malas lalu melangkah pergi menuju kelasnya.

"Kurangnya gue apa sih, Cez? sampai lo gak pernah liat keberadaan gue yang selalu ada di sisi lo." Alvaro berujar dengan nada sedihnya.

"Alay lo!" Ceza mendorong Alvaro yang ada di sampingnya.

"Gue seriusan lho, Cez. Kalau selama ini lo ngiranya gue ngejar-ngejar lo cuman buat joke doang,"

"Gue seriusan lho, Al. Kalau selama ini lo pikir penolakkan gue cuman buat becandaan doang,"

Alvaro menatap dalam pada Ceza yang sedang menatapnya juga. Setelahnya, mereka sama-sama mengalihkan pandangan karena merasa canggung dengan keadaan seperti tadi.

"Ceza, lo suka cowok yang kayak gimana sih?" Alvaro bertanya untuk menghilangkan suasana canggung di antara mereka berdua.

"Yang kayak lo," Ceza menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari arah depan.

Sedangkan Alvaro sudah senyum mesem mendenger jawaban dari Ceza, ia seolah mendapatkan kesempatan emas untuk menjadikkan Ceza miliknya.

"Tapi bukan lo." lanjut Ceza, lalu pergi meninggalkan Alvaro yang masih cengo di tempatnya. Ia sedang berusaha mencerna ucapan dari Ceza.

"Pernah sakit tapi tak pernah sesakit ini,"

"karena pernah cinta, tapi tak pernah sedalam ini,"

Alvaro menengok ke arah suara nyanyian berasal, sejak kapan teman-temannya itu berada di sampingnya.

"Saba ya, Ro." Axel menepuk pundak Alvaro

"Bagaimana rasanya mendapatkan penolakkan untuk kesekian kalinya?" Malik menjadikan buku yang di pegangnya menyerupai mic lalu mengarahkannya pada Alvaro, bertindak seolah-olah ia seorang wartawan.

"Kampret lo pada." Alvaro mendengus lalu berlalu meninggalkan semua temannya yang sedang tertawa puas.

****

Selasa, 09 Februari 2021

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang