7. Who?

96 12 8
                                    

****

Ceza dan Alvaro baru saja selesai menghabiskan makanan yang mereka pesan, sekarang keduanya sedang beristirahat sebentar untuk membiarkan makanannya dicerna terlebih dahulu.

Setelah beberapa menit saling fokus dengan ponsel masing-masing, keduanya bangkit dari duduk untuk segera pulang dan mengistirahatkan diri. Ceza memicingkan matanya ketika melihat seseorang yang dikenalnya tengah berbincang dengan orang lain.

Alvaro mengikuti arah pandang Ceza. "Kok Opa ada di sini?" Ceza mengedikkan bahunya tanda tak tahu. "Apa Opa juga bosen ya di rumah, makanya dia main ke sini." Ceza mendengus, ia tak ambil pusing. Terserah Opanya mau ngapain di mall ini, toh dilihat dari penampilan orang yang sedang berbincang dengan Opa, sepertinya itu rekan bisnis Opa-nya.

Ceza tersentak kaget ketika tangannya ditarik oleh Alvaro dan digiring menuju meja Opa-nya.

"Hallo, Opa." sapa Alvaro ketika sudah sampai di meja yang diduduki oleh Opa Ceza.

"Loh. Alvaro, Ceza kalian ngapain disini?" Opa nampak terkejut melihat kehadiran Ceza dan Alvaro.

"Ceza abis nemenin aku beli sesuatu, Opa."

"Tumben mau," Opa berkata sembari menatap Ceza.

"Dipaksa." ucap Ceza. Opa hanya menggelengkan kepalanya.

"Ceza, perkenalkan ini Marcell Berlin." ucap Bramantyo memperkenalkan rekannya pada Ceza. "Marcell, perkenalkan ini Princeza Ivana Halim, cucu perempuan saya." Ceza dan Marcell saling melemparkan senyum sapaan, namun Ceza melihat ada sesuatu yang berbeda dari mata pria yang sepertinya sepantaran dengan ayahnya.

"Hallo Om, saya Ceza." Ceza mencium punggung tangan orang yang memiliki nama Marcell Berlin tersebut.

"Ah, iya. senang bertemu denganmu, Ceza." Marcell terenyum lembut pada Ceza. Senyumnya sangat lembut begitupun tatapannya, layaknya tatapan seorang ayah pada putrinya.

"Dan ini Alvaro, calon cucu mantu saya," Bram memperkenalkan Alvaro. Alvaro terkekeh, lalu bersalaman dengan Marcell.

"Opaaa... apaan sih?" rengek Ceza

"Lah, emang Opa kenapa?" tanya Bram bingung, kenapa cucunya ini tiba-tiba merajuk.

"Aku tuh gak ada apa-apa sama Al, kenapa Opa selalu ngakuin dia sebagai cucu mantu sih." ucap Ceza kesal.

Bram dan Marcell terkekeh mendengar ucapan Ceza. "Lah, emang cucu Opa kamu doang?"

Ceza makin kesal mendengar ucapan Opa-nya, ia lalu melangkah pergi dengan muka ditekuk disusul oleh Alvaro di belakangnya.

****

"Heh, lo tau gak?" seru Clarissa heboh.

Princeza, Clarissa dan Stephany kini sedang berada di lapangan, kelas mereka baru saja menyelesaikan kelas olahraga. Bukannya langsung masuk kelas, mereka bertiga malah selonjoran di pinggir lapangan sambil memperhatikan kelas Alvaro yang baru saja memulai kelas olahraganya.

"Nggak tahu," Ceza mengegelengkan kepalanya dengan pelan.

"Ada gosip heboh banget kali ini," ucap Clarissa dengan nada mengghibahnya.

"Apa, apaa?" seru Stephany tak kalah heboh.

"Katanya, anak pemilik sekolah ini, dia juga sekolah di sini," Ceza yang tadinya tidak terlalu tertarik langsung memfokuskan pandangannya ke arah Clarissa. "Seriusan lo?" tanyanya

"Iya anjirrr, lebih kagetnya kagi. TERNYATA DIA SATU ANGKATAN SAMA KITA!!!" seru Clarissa makin histeris.

"GILAAA GILAAAA... DEMI APPAA LO??!!!"

"Iya anjirr gue serius,"

"Kira-kira siapa yaa??" Clarissa mengelus-ngelus dagunya, berpose seolah dia sedang berpikir keras.

Stephany dan Ceza refleks menoleh ke arah Clarissa, mata mereka memicing seolah-olah sedang mencurigai sesuatu. Clarissa jadi gelagapan di buatnya.

"Jangan-jangan lo, Riss?" tuduh Ceza.

"Hah? Kok gue.. anjirr ngaco lo, Cez." kilah Clarissa

"Between us, dilihat dari sikapnya. Lo yang paling mencurigakan, Riss." ucap Ceza.

"Kenapa jadi gue???!! Bisa jadi lo Cez, dilihat dari seberapa kaya rayanya keluarga lo gak menutup kemungkinan lo anak pemilik sekolah ini,"

"Tapi dilihat dari hobby lo yang suka buang-buang duit, lo menjadi tersangka utama, Riss." ucap Stephany yang masih kekeuh dengan pendiriannya, Ceza menganggukan kepalanya tanda setuju.

Clarissa ini emang orang yang kelewat royal, keroyalannya sudah memasuki tingkat dewa legend. Dia tidak akan ragu-ragu mengeluarkan uangnya.

Pernah ada satu kejadian.

Waktu itu Clarissa akan pergi main kerumah Ceza, lalu Ceza menitip untuk dibelikan buah apel kepada Clarissa.

Tau apa yang Clarissa beliiii!!!????

Dia beli Handphone, tablet, dan juga Laptop merek apple mana semuanya keluaran terbaru.

COBA BAYANGKANNN!!!!!

Kalian minta untuk dibelikan buah apel tapi yang dikasih malah alat tekhnologi merek Apple.

Kurang royal apalagi coba???

Sebenarnya salah Ceza juga sih, ketika meminta dibelikan Apel dia tidak memakai kata 'buah'. Jadi ya gitu deh... Temannya yang tidak di anugerahi otak itu menjadi salah tangkap maksud ucapannya.

Tapi ada bagusnya juga sih punya teman kayak Clarissa.

Ketika kita sedang tak ada uang, kita hanya perlu membawa Clarissa ke mall setelah itu ambil apapun yang kita mau. Maka Clarissa dengan senang hati akan menggesekkan kartu kreditnya.

Eiittss... tapi Ceza dan Stephany tidak seperti itu, mereka masih mampu untuk membeli apapun yang mereka mau. Jadi tak ada tuh istilahnya 'Temenan demi Uang'.

"Heh, lagian kalau gue anak yang punya sekolah. Pasti udah gue umumin kesl seluruh semesta, gak mungkin kalau gue gak koar-koar." Clarissa membela diri.

"Iya juga ya, secara kan Clarissa orang yang gak bisa nyimpen apapun sendirian," Stephany menimpal.

Ceza hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja, ia sedang fokus memperhatikan Alvaro yang melakukan pemanasan dengan teman sekelasnya.

"Serius banget ngeliatinnya," ledek Stephany.

"Tau tuh, gak bakal ada yang ngambil juga. Alvaro tuh udah jadi hak paten lo, Cez." ujar Clarissa.

Ceza memutar bola matanya malas.

"Cez, lo kan gak mau sama Varo. Jadi boleh gak kalau Alvaro buat gue?" tanya Clarissa.

"Ambil," jawab Ceza.

"Lo beneran gak suka sama Varo?"

"Nggak."

"Lo beneran gak mau ngejalin hubungan sama dia?"

"Nggak,"

"Lo gak. mau hidup sama dia?"

"Nggak,"

"Lo gak peduli kalau Alvaro sama cewek lain?"

"Nggak,"

"Jadi boleh dong Alvaro buat gue?"

"Nggak."

Ceza langsung mendekap mulutnya, matanya melotot tajam ke arah Clarissa dan Stephany yang sedang terbahak-bahak.

"ALVARO KATA CEZA KAPAN DIHALALIN?"

Alvaro yang mendengar teriakan Clarissa langsung menoleh ke arah para gadis itu.

"Entar gue cetak dulu logo halalnya," jawabnya asal.

Ceza mendengus kesal, "Emangnya gue makanan?!"

Lalu gadis itu pergi dengan wajah di tekuk.

****

Minggu, 14 Februari 2021

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang