4. Tak seperti Novel

124 13 2
                                    

****

Sinar matahari menyinari memaksa masuk lewat jedela besar sebuah kamar, di dalamnya terdapat seorang gadis cantik yang masih bergerlung dengan selimutnya, tidak peduli bahwa sang penyinar bumi sudah menyapa, gadis ini masih asik dengan mimpinya sendiri.

Tok...tok...tok

Suara ketukan pintu terdengar, tanda bahwa seseorang mengetuk pintu kamar tersebut. Alih-alih membuka pintu, Ceza malah semakin menyembunyikan wajahnya di balik selimut lalu menutup kedua telinganya dengan bantal.

Tok...tok...tok

Tok...tok...tok

Suara ketukan kembali terdengar, namun kali ini terdengar lebih keras pertanda bahwa orang yang mengetuk sudah mulai kesal. Dengan malas Ceza bangkit dari tempat tidur sesekali meggerutu karena tidurnya terganggu.

"Ck, apa sih," Ceza mengucek matanya, nyawanya masih belum terkumpul.

"Jam berapa ini Ceza? Kamu nggak berangkat sekolah?" Ceza memutar bola matanya malas. "Oma ngapain sih, aku masih ngantuk ih."

"Kenapa malah ke situ lagi?" tanya Sarah ketika melihat Ceza kembali berbaring di tempat tidur.

"Masih ngantuk, Oma."

"Oma tunggu di bawah, kalau nggak. Oma buang si Dipsy!"

Selepas kepergian sang Oma, Ceza langsung mengubah posisi nya dengan posisi duduk "Huhhh.. padahal masih ngantuk." Ucapnya lalu melenggang pergi menuju kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.

****

"Morning," Ceza mengecup pipi neneknya.

"Opa mana?" Ceza bertanya karena tidak menemukan sang Opa di meja makan. "Udah berangkat tadi pagi, katanya ada meeting penting," balas sang oma tanpa menatapnya.

Melihat sang nenek yang sama sekali tidak melihat ke arahnya, akhirnya Ceza pun mengubah posisi duduk nya menjadi di samping sang nenek. Niat hati pindah tempat duduk agar bisa mengintip kegiatan sang nenek, namun tak mendapatkan hasil apa-apa karena dia tak bisa melihat apapun.

"Oma ngapain sih, handphone mati kek gitu kok diplototin sampe cucu nya yang cantik ini di cuekin," Keluhnya ketika melihat sang nenek hanya diam saja sambil masih melototi Handponenya yang bahkan tidak dinyalakan.

Tak ambil pusing, Ceza langsung mengambil makanan yang tersedia di meja makan, tak berselang lama Oma pun melakukan hal yang sama dengan yang Ceza lakukan. Mereka menyantap sarapan dengan ditemani gurauan juga celotehan tidak jelas yang keluar dari mulut Ceza.

Suara derap langkah mengintrupsi kegiatan sarapan mereka berdua, di sana terdapat seorang pemuda tampan yang sedang berjalan menghampiri mereka berdua.

"Pagi," Sapanya ketika dia sudah duduk di salah satu kursi yang ada di ruang makan tersebut.

"Pagi," Jawab Ceza dan Oma bersamaan.

Setelah kedatangan pemuda tersebut, hanya ada keheningan yang menemani acara sarapan mereka, bahkan Ceza yang sedari tadi tak berhenti bicara menjadi diam tak mengeluarkan satu patah kata pun.

Setelah selesai menghabisakan sarapannya Ceza langsung berpamitan untuk berangkat ke sekolah.

"Ceza berangkat dulu, ya." Ucapnya lalu bangkit dari tempat duduk dan segera meraih tangan kanan sang nenek untuk berpamitan.

"Berangkat naik apa, Cez?" Tanya Oma saat melihat Ceza sudah akan meninggalkan ruang makan.

"Ceza diantar sopir," Jawabnya tanpa perlu repot-repot membalikan badan untuk melihat sang lawan bicara, bahkan ketika melewati kursi pemuda tadi, Ceza tetap melajukan langkah nya tanpa menoleh sedikit pun. Oma hanya bisa menghela nafas kasar ketika melihat semua ini.

Oh, iya. Jika kalian ingin tahu siapa pemuda tadi. Dia adalah Kenandra Alexander atau yang sering disapa Ken. Ken adalah kakak tertua Ceza alias Abang satu-satunya Ceza.

Jika kalian berpikir hubungan Ceza dan Abangnya tidak baik-baik saja maka kalian salah, karena sejujurnya hubungan Ceza dan abangnya baik-baik saja bahkan mereka tidak terlibat perang dingin apapun. Hanya saja hubungan mereka berdua memang tidak sedekat hubungan abang dan adik perempuan di dunia novel, hubungan Ceza dan abangnya jauh dari kata itu. Mereka hanya terikat hubungan Kakak dan Adik tapi tidak pernah bersikap layaknya kakak dan adik.

Hubungan mereka benar-benar tidak dekat. Bahkan, walaupun mereka tinggal satu atap sangat jarang bagi mereka untuk berbicara. Ceza hanya akan berbicara ketika ditanya saja setelah itu dia tidak akan mengeluarkan kata apapun lagi.

Ceza juga hanya akan bertanya pada abangnya ketika mepet saja. Misalnya, bertanya di mana keberadaan Oma mereka, jika sudah mendapat jawabannya maka dia akan langsung pergi.

Demi apapun Ceza lebih baik berusaha mencari tau sendiri daripada harus bertanya pada Abangnya itu.

Bukannya, Ceza tidak pernah berusaha mendekatkan hubungan mereka. Ceza bahkan sudah berkali-kali mencoba untuk mendekatkan hubungan mereka. Namun, respon dari sang kakak selalu mampu membuatnya merasa kecewa, lagi dan lagi dia harus mengurungkan niatnya untuk mendekatkan hubungannya dengan abangnya.

Terkadang Ceza bingung kepada abangnya, kenapa kepada saudara nya yang lain abangnya bisa bersikap friendly dan bisa bersikap jahil. Sedangkan kepadanya, Ken bersikap sangat dingin dan terkesan tak peduli. Jika kalian berpikir itu semua tidak menganggu pikiran Ceza maka kalian salah, karena Ceza sangat memikirkan itu.

Dia juga ingin punya abang seperti di novel-novel, abang yang bisa menyayanginya, menjaganya seperti seorang putri dan menunjukkan sifat posessive nya. Namun, lagi-lagi itu hanyalah angan, karena apapun yang Ceza inginkan jika itu bersangkutan dengan namanya keluarga, maka Ceza tidak akan pernah mendapatkannya.

****

Kamis, 10 Februari 2021

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang