"Wah iya benar juga, itu angka sepuluh Romawi yang kita cari-cari." Dari lantai dua perpustakaan, Taufan bisa melihata angka sepuluh Romawi yang dimaksud oleh adiknya. ubin marmer hitam besar di atas lantai yang membentang di depan jendela mozaik perpustakaan itu memang membentuk huruf X, atau angka sepuluh dalam bilangan Romawi. Ukuran huruf X yang terbentuk oleh ubin marmer hitam itu cukup besar sehingga sulit dilihat dari jarak dekat. Hanya dengan berada di lantai dua saja huruf X itu bisa terlihat.
Tepat di tengah-tengah ubin marmer hitam yang membentuk angka sepuluh Romawi, Solar mencoba menjejakkan kakinya. Walaupun sangat sedikit sekali, Solar tetap bisa merasakan bahwa ubin marmer itu bergoyang. Dengan bertiarap di atas lantai, Solar bisa melihat celah di antara sambungan ubin marmer itu yang berbeda dari celah sambungan ubin yang lain.
"Ada sesuatu di bawah ubin ini," komentar AyuYu selagi ia memperhatikan Solar.
"Ya, artinya kita harus membalik ubin ini." Solar menganggukkan kepalanya. Terdorong rasa penasaran, dia mencoba untuk mengorek sambungan antar ubin marmer dengan ujung jari telunjuknya. Tidak hanya mengorek, Solar juga mencoba meniupi sambungan antar ubin yang dikoreknya.
Debu tipis langsung berhamburan terbang terkena hembusan udara dari mulut Solar. Sayangnya celah sambungan antar ubin yang ditiupnya itu tidak menjadi semakin lebar. Sedemikian sempitnya celah itu bahkan ujung kuku jari telunjuk Solar sulit untuk menyelip. "Kita harus membuka ubin ini."
Kedua netra kelabu Solar langsung bergerak mencari benda yang bisa membantunya untuk memindahkan ubin lantai perpustakaan. Masalahnya Solar membutuhkan alat khusus untuk memindahkan ubin marmer yang panjang dan lebarnya hampir setinggi tubuh Solar sendiri. Tidak mungkin alat seperti itu bisa ditemukan di dalam perpustakaan.
"Kak Ufan ada ide?" Solar menengok ke arah si kakak yang berdiri di dekatnya.
Kedua tangan Taufan melipat di depan dada. Raut wajahnya serius dengan dahi berkerut-kerut. "Ngga mungkin membuka ubin ini," ucap Taufan. Sama seperti Solar, ia segera mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk membuka ubin yang ditunjuk oleh adiknya.
Sebuah tiang setinggi pinggang orang dewasa yang biasa dipakai untuk menyangkutkan pita pembatas ruangan menarik perhatian Taufan. Tiang berbahan logam itu terpasang di depan bagian perpustakaan yang tidak boleh dilalui di dekat rak buku yang sedang direnovasi.
Tanpa berpikir panjang, Taufan langsung mengambil tiang logam yang dilihatnya "Minggir, Sol," perintah Taufan sembari menyeret tiang logam yang diambilnya menuju ubin marmer dimana Solar berdiri.
"Hah?" Solar tercengang ketika melihat Taufan tengah membawa-bawa tiang pita pembatas di tangannya. Lebih mencengangkan lagi ketika Taufan mengangkat tiang itu setinggi mungkin dan menghujamkan ujung kepala tiang itu sekuat tenaga ke tengah-tengah ubin marmer perpustakaan.
"Astaga!" Solar memekik terkejut. Suara benturan antara ujung kepala tiang pita pembatas yang dipegang Taufan dengan ubin marmer menyerang indera pendengaran Solar.
Taufan tidak memedulikan adiknya. Sekali lagi ia menghantamkan ujung kepala tiang yang ia pegang pada ubin marmer perpustakaan. Hantaman yang kedua itu cukup kuat karena tanda-tanda keretakan mulai terlihat pada ubin itu.
Pada hantaman ke tiga, ubin marmer itu menggeretak pecah dan runtuh. Terlihatlah sebuah lubang besar di bawah ubin yang telah pecah oleh hantaman Taufan.
Hawa dan bau lembab segera menguar dari lubang besar yang menganga setelah ubin penutupnya berhasil dijebol oleh Taufan. Secara samar-samar, dasar lubang itu bisa terlihat dari atas dan dasar lubang itu terhubung dengan sebuah lorong berdinding batu.
"Tunggu apalagi, ayo kita turun." AyuYu tidak bisa lagi menahan diri dan segera menurunkan dirinya ke dalam lubang yang menganga.
Alih-alih menjejak dasar bebatuan yang padat, kedua kaki AyuYu menjejak genangan air. Beruntung gemangan air itu tidak terlalu dalam, bahkan dalamnya tidak mencapai lutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keabadian
FanfictionRunner up ke-3 Indonesia Fanfiction Award. Semuanya bermula ketika Solar menerima sebuah buku tua yang dikirimkan oleh saudaranya. Di dalam buku tua itu tersebutlah sesuatu benda yang telah dianggap hilang selama dua ribu tahun lebih dan menjadi inc...