4. Kehilangan

517 62 16
                                    

Raungan khas suara mesin boxer empat silinder bergemuruh keras memenuhi ruang kabin Toyota 86 yang dikendarai oleh Solar. Tanpa terasa jarum penunjuk kecepatan berputar menanjak mendekati angka 150 kilometer per jam. Seharusnya mobil yang dibesut Solar itu masih bisa melaju lebih cepat lagi, namun kondisi jalanan tidak memungkinkan.

Setelah mendengar kabar mengenai Gempa dari Gamma, Solar langsung diantar kembali ke kampusnya. Sesampainya di kampus, Solar buru-buru melanjutkan perjalanan dengan mobil pribadinya menuju sebuah kediaman Gempa, yaitu sebuah apartemen yang terletak cukup jauh di pinggir kota Kuala Lumpur.

Degup jantung Solar berpacu ditengah adrenalin yang terpacu dan bercampur cemas. Sebagai satu-satunya kakak yang mempunyai profesi dan kegemaran yang sama Gempa adalah orang yang boleh dibilang paling dekat dengan Solar. Berita hilangnya Gempa itu membuat Solar sangat khawatir.

Konflik batin pun tidak bisa terelakkan. Di satu sisi Solar percaya bahwa Gamma tidak mungkin berbohong namun di sisi lain Solar juga tidak percaya bahwa Gempa dinyatakan hilang.

Tikungan demi tikungan dilibas begitu saja dengan kecepatan tinggi oleh Solar. Di dalam pikirannya hanya ada satu hal, yaitu mencari petunjuk mengenai Gempa secepat mungkin.

Solar hanya sedikit memperlambat kelajuan mobilnya ketika dia melihat sebuah bangunan apartemen yang menjadi tujuannya. Tahu bahwa tidak mungkin sempat memperlambat mobilnya dengan baik, Solar langsung menarik rem tangan.

Suara keras decitan ban yang bergesek dengan aspal memecah keheningan. Momentum yang tersisa dari gerakan mobil Solar menyebabkan bokong mobil itu bergeser seakan hendak mendahului moncongnya. Tidak lagi  mengigit aspal yang dipijak, mobil Toyota 86 itu mulai bergerak ke arah samping.

Pada saat yang tepat, Solar memutar balik setir dan mengarahkan kedua roda depan mobil itu melawan arah belokan menuju gerbang masuk bangunan apartemen yang ia tuju.

Orang yang tidak terbiasa dengan drifting seperti itu pasti akan merasa mual karena pergerakan tubuh tidak sesuai dengan antiaipasi otak yang menerima  data dari apa yang terlihat oleh bola mata. Namun Solar bukan orang biasa, dan dia pernah belajar mengemudi seperti itu dari Fang, teman kakak-kakaknya yang memiliki kedekatan tersendiri dengan keluarga mereka.

Melawan pergeseran mobilnya, Solar menginjak pedal gas. Kedua roda belakang yang berputar cepat pun membawa mobil Toyota 86 Solar berjalan menyamping seperti seekor kepiting ketika melewati gerbang bangunan apartemen. Setelah melewati gerbang, barulah Solar membiarkan mobil yang ia kendarai kembali berjalan lurus dan normal.

Beruntung bagi Solar karena lapangan parkir kompleks apartemen itu relatif kosong. Tanpa kesulitan mencari tempat parkir, Solar segera memarkirkan mobilnya. Setelah keluar dari mobil dan mengunci pintunya, dia langsung bergegas masuk ke dalam bangunan apartemen.

Dengan menaiki lift, Solar tiba di lantai tiga. "Nomer tiga-kosong-dua ...," gumam Solar selagi ia melangkahkan kaki menuju apartemen milik kakaknya.

Solar langsung menekan tombol bel di tepi pintu apartemen milik Gempa. Tidak mengherankan kalau tidak ada jawaban dan barulah Solar ingat kalau kakaknya itu dikabarkan menghilang oleh Gamma.

"Cih, bodohnya aku. Pasti ngga ada yang jawab!" ketus Solar sembari merutuki dirinya sendiri.  Dia menghela napas panjang dan menyandarkan tubuhnya pada pintu apartemen milik kakaknya itu.

Tak disangka oleh Solar, pintu apartemen itu terbuka fengan mudahnya. Beruntung ia masih sempat melompat ke depan dan mencegah tubuhnya jatuh terjerembab ke belakang. Namun tetap saja Solar terkejut mendapati pintu apartemen kakaknya itu dalam keadaan tidak terkunci. Mustahil rasanya bagi seorang Gempa untuk lupa mengunci pintu rumah.

KeabadianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang