"..., jadi kalian tidak akan menemukan nama Firaun Tutankhamun pada tulisan rakyat Mesir pada jaman itu. Tidak, bahkan nama Tutankhamun itu sebenarnya adalah gelar yang artinya penjelmaan Dewa Amon yang hidup."
Solar tampak bersemangat selagi ia mengajarkan materi perkuliahan arkeologi di kelasnya. Spidol hitam di tangannya menorehkan tulisan-tulisan poin penting mengenai Mesir kuno, topik dari materi kuliah siang itu. Pada sisi ruang kuliah yang dibentuk seperti teater, para mahasiswa menyimak materi yang disampaikan oleh sang dosen.
Penampilan Solar siang itu pun terlihat lebih formal. Ketika mengajar, dia lebih sering berbusana jas blazer putih dengan dipadu kaus turtleneck abu-abu dan celana panjang senada yang bernuansa lebih gelap daripada kaus turtleneck-nya. Kacamata model visor yang biasa menghiasi wajahnya tersimpan dengan rapi pada saku dada jas blasernya.
Cukup banyak mahasiswa dan mahasiswi yang menghadiri mata kuliah arkeologi itu. Apalagi dosen pengajar mereka itu termasuk ganteng dan imut untuk ukuran seorang dosen. Tidak sedikit mahasiswi yang lebih fokus kepada sang dosen, BoBoiBoy Solar, daripada kepada materi kuliah yang sedang diajarkan
"Perlu kalian ketahui ...." Solar melanjutkan kuliahnya. "Bahwa Firaun Tutankhamun bahkan tidak dikenal dengan nama itu oleh rakyatnya sendiri karena seperti yang mungkin kalian tidak ketahui, firaun Mesir dikenal setidaknya dengan lima buah nama. Dalam kasus Firaun Tutankhamun, beliau lebih dikenal dengan nama Nebkheperure ... dan hal ini menjadi petunjuk penting ketika arkeolog mencari fakta ...."
Mendadak perhatian Solar terpecah. Ada sesuatu hal dari seorang mahasiswi yang menarik perhatian Solar. Namun sebagai dosen dengan jiwa profesionalisme tinggi, Solar berusaha untuk tidak terlalu memperlihatkan hal-hal yang mengganggunya.
Baru saja Solar akan melanjutkan pengajarannya ketika mahasiswi yang sama mengedipkan kelopak mata secara perlahan. "Uhh ... jadi saya tegaskan ... sekali lagi saya tekankan ... kalau ...." Perhatian Solar beralih pada mahasiswi yang sama, yang duduk di barisan plaing depan.
Mahasiswi itu kembali mengedipkan kelopak matanya secara perlahan. Kali ini Solar bisa melihat ada sesuatu pada kelopak mata mahasiswi itu apabila menutup. Setelah beberapa kali mencuri pandang, barulah Solar bisa membaca deretan huruf-huruf yang tertulis pada kelopak mata mahasiswi itu.
LOVE tertulis pada kelopak mata kanan mahasiswi itu, sementara kelopak mata sebelah kiri bertuliskan YOU.
Kontan Solar langsung salah tingkah. Beberapa kali Solar berdehem dan bertindak seakan papan tulis yang ada di depan kelas adalah benda yang paling penting sedunia.
"Ehem ... jadi saya tekankan kalau arkeologi itu bukan mencari kebenaran tapi mencari fakta. Dalam arkeologi, X tidak pernah menunjukkan apa yang kalian cari." lanjut Solar. "Kalau kamu mau mencari kebenaran, temui dosen mata kuliah filosofi."
"Nah, untuk minggu depan silahkan persiapkan materi-"
Belum sempat Solar menyelesaikan apa yang hendak ia sampaikan ketika mendadak terdengar suara lonceng bernada tinggi terdengar menggema di ruangan kuliah dimana Solar mengajar. Bunyi lonceng itu menjadi penanda berakhirnya mata kuliah pagi itu.
Sesuai dengan prinsip teng-go, alias teng bel berbunyi lalu semua langsung go, para mahasiswa dan mahasiswi serempak mengemasi peralatan tulis mereka. Tentu saja yang menyusul kemudian adalah riuh rendah suara para mahasiswa dan mahasiswi yang berkemas dan merapikan tempat duduk mereka.
"Jangan lupa! Untuk minggu depan, pelajari mengenai pengaruh Romawi pada kebudayaan Mesir!" seru Solar diantara suara riuh rendah mahasiswa dan mahasiswi yang mulai keluar meninggalkan ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keabadian
FanfictionRunner up ke-3 Indonesia Fanfiction Award. Semuanya bermula ketika Solar menerima sebuah buku tua yang dikirimkan oleh saudaranya. Di dalam buku tua itu tersebutlah sesuatu benda yang telah dianggap hilang selama dua ribu tahun lebih dan menjadi inc...