"Kak ... Gempa?" Solar baru saja tiba di bagian depan gua, tempat dimana semuanya bermula. Dia menemukan kakaknya terbaring lemah.
Kedua kelopak mata Gempa memejam erat. Kerutan di dahi menjadi petunjuk yang jelas bahwa Gempa tengah menahan sakit dan perih akibat luka tembak di perutnya. Entah sudah berapa banyak darah yang mengalir dari luka yang menganga, namun pastinya darah itu cukup untuk membasahi bagian lantai dimana Gempa terbaring.
Segera Solar menghampiri Gempa. Dia berlutut di samping si kakak dan mengulurkan cawan berisi air. "Coba minum, Kak," ucap Solar lembut sembari menyodorkan tepian cawan yang ia pegang ke bibir Gempa.
Beruntung Gempa masih sadar walau terluka. Dia menganggukkan kepala sebelum berusaha untuk membuka mulut.
Kedua bibir Gempa gemetar saat mengecap air dari Cawan Suci. Dengan susah payah seteguk air berhasil mengalir melalui tenggorokan dan disusul dengan sebuah tegukan lagi.
"Ca-cawannya palsu?" Taufan yang duduk dan memegangi Gempa dari belakang kontan memucat. Tidak ada reaksi apapun setelah Gempa meminum air dari Cawan Suci. Alih-alih membaik, keadaan Gempa malah memburuk seiring dengan darahnya yang terkuras.
"Ngga mungkin!" sergah AyuYu. "Kata ksatria templar tadi, ini cawan yang asli!"
Tatapan netra biru safir Taufan langsung tertuju kepada AyuYu. Tidak hanya Taufan, bahkan Solar ikut menatap tajam ke arah gadis berparas oriental itu.
"Apa urusanmu!?" bentak Taufan. "Pengkhianat!"
AyuYu langsung terdiam. Perlahan gadis itu beringsut mundur. Dia memutuskan untuk tidak berkata apa-apa dan hanya memperhatikan apa yang dikerjakan oleh Solar dan Taufan pada Gempa.
Solar memperhatikan air yang tersisa di dalam cawan. "Mungkin begini ...?"
Cawan berisikan air itu diangkat dan dibawa mendekati luka tembak di perut Gempa. "Bismillah," ucap Solar sebelum dia menuangkan air dari cawan ke atas luka Gempa.
Tetesan air dari cawan jatuh tepat mengenai luka di perut Gempa. Titik dimana air itu jatuh langsung mengeluarkan asap tipis berwarna putih. Seiring dengan keluarnya asap, luka di perut Gempa mulai menutup.
"Ah!" Gempa meringis. Perlahan-lahan luka di perutnya mengecil, bahkan peluru yang bersarang di dalam perutnya bergerak keluar sampai terjatuh di atas lantai.
"Subhanallah!" Solar dan Taufan tercengang melihat mukjizat yang baru saja terjadi. Luka di perut Gempa telah hilang, bahkan tidak ada tanda-tanda bahwa dia pernah terluka.
"Kak Gempa?" Solar menatap wajah si kakak. "Bagaimana rasanya?"
Gempa memperhatikan titik bekas dimana luka tembak di perutnya. Dia hanya bisa tersenyum setelah menjadi saksi dan obyek dari mukjizat yang bisa dkatakan terjadi atas kuasa Tuhan. "Jadi itu benar-benar Cawan Suci," ucap Gempa sembari melirik ke arah cawan yang kini tergeletak di atas tanah.
"Ya," jawab Solar. "Kak Gempa selama ini benar. Legenda Cawan Suci itu nyata."
"Gempa!" Taufan memeluk Gempa erat-erat. Betapa lega dan bahagia hati Taufan melihat adiknya yang satu itu lolos dan selamat dari jurang maut. "Aku kira kamu bakal mati, Gem!" Semakin eratlah Taufan memeluk adiknya.
Kali ini Gempa membiarkan Taufan memeluk dirinya. "Yah ... aku juga mikir begitu, Fan," ucap Gempa lembut sembari membalas pelukan si kakak.
Dari dalam gua muncullah si pria tua Kesatria Templar. Dia menyaksikan apa yang terjadi dan mengucap syukur. "Terpujilah Kristus," ucap si kesatria dengan syahdu.
"Ingatlah dengan apa yang aku katakan," lanjut si pria tua. "Cawan itu tidak boleh dibawa keluar dari kuil ini."
Sayangnya peringatan Kesatria Templar itu jatuh di telinga tuli karena cawan yang tadinya tergeletak di tanah sudah berada di tangan AyuYu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keabadian
FanfictionRunner up ke-3 Indonesia Fanfiction Award. Semuanya bermula ketika Solar menerima sebuah buku tua yang dikirimkan oleh saudaranya. Di dalam buku tua itu tersebutlah sesuatu benda yang telah dianggap hilang selama dua ribu tahun lebih dan menjadi inc...