8. Petunjuk Ke Dua.

418 54 28
                                    

Hawa dan bau udara lembab di dalam lorong necropolis yang sedang dijelajahi oleh Solar dan AyuYu berangsur menipis. Paru-paru keduanya terasa semakin ringan menarik udara untuk bernapas. Walaupun begitu tetap saja aroma kerosin di dalam lorong itu tetap tercium.

Permukaan genangan air di dasar lorong pun masih berwarna pelangi samar, yang menunjukkan bahwa ada rembesan bahan bakar minyak di bawah kota Venice yang cukup banyak.

Semua rintangan dan halangan itu tidak menyurutkan semangat atau niat Solar menjelajah lebih dalam lagi. Dia merasa bahwa akan menemukan jawaban akan misteri hilangnya Gempa di ujung lorong necropolis yang terasa semakin dekat.

"Pe-pelan sedikit, Solar." AyuYu yang mengikut di belakang Solar pun mulai merasa kesulitan mengimbangi partner-nya.

Solar menengok ke belakang. Dia melihat bahwa AyuYu kesulitan menerobos genangan air setinggi pinggang. Setelah beberapa kali menghela napas panjang, Solar berbalik dan mengulurkan tangannya kepada AyuYu.

"Ayo, bagian sini airnya lebih dangkal," ucap Solar selagi ia menangkap tangan AyuYu yang terulur.

"Terima kasih," dengkus AyuYu ketika ia merasakan tangannya ditarik oleh Solar. Walaupun tidak terlalu kuat, tetap saja bantuan dari Solar itu terasa melegakan dan meringankan langkahnya menerobos genangan air. "Berapa dalam lagi lorong ini ya?" Gadis berparas oriental itu bertanya selagi ia berhenti sejenak untuk mengistirahatkan kedua kaki dan tubuhnya yang mulai lelah.

Melihat partner-nya beristirahat dan menarik napas panjang beberapa kali, Solar pun memutuskan untuk beristirahat sejenak pula. "Entah, tapi aku merasa ujung lorong ini sudah tidak jauh."

"Darimana kamu tahu?" AyuYu melirik ke arah Solar.

"Feeling-ku bilang begitu." Sebuah senyuman penuh keyakinan mengulas di wajah Solar saat ia menjawab dan menatap balik kepada AyuYu.

"Semoga saja begitu." Melihat antusiasme Solar, AyuYu ikutan tersenyum. "Ayo, kita lanjut lagi."

Genangan air di dalam lorong itu terasa semakin dangkal. Dinding batu lorong necropolis di bawah kota Venice itu pun berangsur menghalus, menunjukkan bahwa ada campur tangan manusia yang  memahat dinding batu alam itu menjadi rata seperti tembok pada umumnya.

Tidak hanya dinding, dasar lorong yang sedang dijelajahi oleh Solar dan AyuYu pun terasa menjadi rata di bawah permukaan genangan air. Selain rata, dasar lorong itu terasa padat saat dipijak. Bagi Solar hal seperti itu menandakan bahwa dasar lorong yang tengah ia jelajahi itu terbentuk oleh susunan ubin batu yang tercipta oleh pahatan tangan manusia dan  bukan karena gerusan waktu dan alam.

Setelah melewati sebuah kelokan, Solar dan AyuYu menemukan sebuah ruangan luas yang sebagian tergenang oleh air. Berbeda dari lorong yang telah mereka lewati, seluruh dinding ruangan dipahat halus itu. Masih sama dengan lorong sebelumnya, seluruh dinding ruangan itu masih dihiasi oleh cekungan-cekungan makam yang dihuni oleh tulang-belulang kerangka manusia.

Namun yang menarik perhatian Solar bukanlah dinding ruangan iti, melainkan sebuah peti sarkofagus batu yang ditempatkan di atas sebuah altar yang persis berada di tengah-tengah ruangan itu.

Namun yang menarik perhatian Solar bukanlah dinding ruangan iti, melainkan sebuah peti sarkofagus batu yang ditempatkan di atas sebuah altar yang persis berada di tengah-tengah ruangan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KeabadianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang