"GEMPAAA!"
Begitulah pekikkan nyaring nan cempreng yang menusuk gendang teliinga Gempa saat pintu kamar hotel di hadapannya terbuka. Setelah pekikkan nyaring menyusul sekelebatan bayang berwarna putih menyergap Gempa.
"Astaga!" Bahkan Gempa tidak sempat bereaksi saat tubuhnya dipeluk erat-erat oleh remaja bermanik netra biru safir yang tidak lain adalah kakakknya, Taufan.
"Syukur alhamdullilah kamu selamat Gem!" Semakin eratlah Taufan memeluk Gempa. "Aku kira kamu sudah mati atau sekarat-"
"Adaw!" Sebuah jitakan di kepala langsung membuat Taufan bungkam dan meringis kesakitan.
Gempa menggelengkan kepalanya sembari menurunkan tangan. "Fan, kamu ini ngga pernah berubah ya dari dulu .... Kalau ngomong selalu ngga pakai disaring dulu ya?"
"Hey, aku kakakkmu, wajar kalau aku khawatir!" ketus Taufan sembari merengut kesal dan mengusap-usap bagian kepalanya yang dijitak oleh Gempa.
"Ngga perlu negatif thinking begitu 'kan?" celetuk Solar sembari melangkah dari belakang Gempa. "Bukannya tadi pagi aku bilang kalau aku pasti berhasil?" Sebuah senyum penuh kepuasan mengulas di wajah Solar.
"Iya sih ...." Taufan melepaskan Gempa yang dipeluknya dan mempersilahkan kedua saudaranya masuk ke dalam kamar hotel. Tidak lupa Taufan menutup dan mengunci pintu kamar hotelnya.
"Nah!" Gempa langsung bertolak pinggang. Dia memandangi Solar dan Taufan satu per satu dengan tatapan tajam. "Ada yang bisa jelaskan ke aku kenapa Solar merokok?"
Sebuah sweatdrop menitik di kepala Solar. "Masih saja Kak Gempa ini," keluhnya sembari menggelengkan kepala.
Di sisi lain, Taufan malah terlihat kebingungan. "Nah lho ... kenapa jadi aku yang ikutan dituduh nih?"
"Karena cuma kamu yang vaping, Fan!" sahut Gempa, masih dengan tampang cemberut. "Paling mirip dengan merokok ya kamu itu ...."
Tentu saja Taufan tidak terima dirinya didakwa dengan semena-mena oleh Gempa.
"Ngga ada hubungannya, Gem!" sahut Taufan kesal. "Aku ngga ngajarin Solar merokok. Aku 'kan ngga tinggal serumah dengan dia!" sahutnya lagi sambil menunjuk-nunjuk ke arah Solar.
"Lalu, kenapa Solar bawa-bawa korek api?" Gempa lanjut menginterogasi kedua saudaranya.
"Mana aku tahu!" ketus Taufan yang masih kesal. Dia memalingkan tubuh dan membuang muka dari Gempa.
"Hmpf! Bertuah punya kakak." Gempa pun ikutan menjadi sewot.
Melihat kedua kakaknya bersitegang, Solar menepuk dan memijat-mijat dahinya. Mendadak kepalanya terasa sakit.
"Kak ...." Solar menggelengkan kepalanya. "Aku ngga merokok. Korek itu aku dapat dari Gamma, hasil taruhan. Korek itu terbuat dari emas, titanium dan pakai kristal svarovski. Makanya aku anggap jimat keberuntungan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Keabadian
FanfictionRunner up ke-3 Indonesia Fanfiction Award. Semuanya bermula ketika Solar menerima sebuah buku tua yang dikirimkan oleh saudaranya. Di dalam buku tua itu tersebutlah sesuatu benda yang telah dianggap hilang selama dua ribu tahun lebih dan menjadi inc...