19-Kelakuan Livi

37 4 0
                                    

Pagi ini kelas Varsha sangatlah berisik, jelas saja dikarenakan sebentar lagi akan memasuki waktu istirahat. Banyak dari mereka yang sudah pergi ke kantin dan ada juga yang masih setia di dalam kelas, seperti Livi dan juga Varsha.

"Ke kantin sekarang yuk Liv, gue udah lapar nih," ajak Varsha.

"Iya tunggu, tanggung nih tiggal satu kalimat lagi," ujar Livi yang tampak fokus menulis. Bukan, Livi bukan rajin mencatat. Tapi, Livi lupa mengerjakan tugas, tugas yag seharusnya sudah dikumpulkan satu minggu yang lalu.

"Nah, gue udah selesai. Yuk kita makan, Sha."

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor untuk pergi ke kantin. Di sekitar mereka banyak yang berjalan sambil mengobrol juga, sama seperti yang dilakukan oleh Livi dan Varsha.

"Lagian ada tugas ga langsung dikerjain sih lo."

"Ya kan gue harus rajin nafkahin suami gue, Sha."

Varsha mengernyitkan dahinya, "Hah?"

"Gue harus streaming lagu baru suami gue sama temen-temennya." Varsha yang ada di sebelahnya masih tampak berpikir, "Ihh lo lupa sama suami gue? Suami gue Nana, Na Jaemin."

Varsha berdecak, ia lupa bahwa temannya ini memang suka halu dan menghayal. Lebih parahnya lagi, Livi selalu sibuk dengan dunianya dan 'suaminya'.

"Ya lagian punya idol namanya susah banget."

"Malah itu yang paling gampang. Lo aja yang masih beluum kenal sama yang lain. Ada yan namanya Chittaphon Leechaiyapornkul, ada Xiao Dejun, ada Lee Dong Hyuck, ada-"

"Lo kok bisa hafal begitun sih? Perasaan kalau hafalan lo gapernah maju pertama."

"Beda Sha. Kalau ngehafalin nama mereka itu udah kayak kewajiban, kan calon suami."

Mereka akhirnya sampai di kantin, setelah berdebat soal nama-nama idol Livi yang sangat susah, bahkan dengan sekali dengar saja, Varsha tidak yakin bahwa itu adalah sebuah nama.

"Mau makan apa nih kita Sha?" tanya Livi kepada Varsha yang sedang duduk di bangku mereka.

"Apa ya? gue juga bingung." Varsha mengetukkan jarinya sambil membaca satu-persatu menu pada masing-masing toko.

"Bakso, nasi kuning, gado-gado, ayam geprek, snack, gorengan? Apa? Gue jadi ikutan bingung nih."

"Bakso gak apa-apa deh Liv daripada capek mikir, keburu bel-nya bunyi. Gue udah lapar nih nungguin lu ngerjain tugas lama banget."

"Lah gue cuma ngerjain tugas 10 menit dibilang lama, ya udah gue pesan bakso dulu ya hati-hati di sini. Awas di culik setan loh!"

"Sana cepat Liv, gue udah lapar banget."

"Iya-iya, buru-buru amat. Berasa jadi pelayan lo nih gue."

Livi berjalan ke arah abang-abang penjual bakso di kantin mereka. Sedangkan Varsha, ia tetap duduk di bangkunya sambil melihat Livi yang sedang memesan bakso.

"Nanti kamu kerja?" tanya seseorang yang tiba-tiba saja datang mengagetkan Varsha.

"Kamu ngagetin saya saja," ujar Varsha sambil terkekeh pelan, "Iya, saya kerja."

"Maaf sudah membuat kamu kaget. Nanti sore kamu mau berangkat bareng sama saya?"

"Memangnya nanti kamu mau ke Kafe?"

"Iya dong, kan saya pelanggan setia."

"Ohh iya. Tapi, maaf ya, saya nggak bisa bareng sama kamu. Nanti kita bertemu di Kafe saja, ga apa-apa?"

Erland mengangguk mengerti, "Iya, ga apa-apa kok yang penting saya masih bisa melihat wajah kamu nanti di Kafe."

"Dasar kamu."

"Memangnya saya kenapa?"

"Enggak jelas."

"Setelah aneh, kamu bilang saya gak jelas. Sebenarnya saya ini bagaimana?"

"Entah, intinya kamu berbeda, sepertinya kamu spesial."

"Wah saya jadi malu disebut spesial."

Varsha tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya setelah mendengar jawaban dari Erland.

"Eh ada Kak Erland lagi, muncul mulu perasaan," ujar Livi yang sudah datang membawa dua mangkok bakso dan dua botol air mineral.

Erland kembali memasang muka datarnya tidak seperti ekspresi saat berdua dengan Varsha tadi.

"Galak amat, tadi aja ketawa-ketawa. Cowok sekarang emang gitu," gerutu Livi pelan, tanpa suara.

"Kamu nggak makan?" tanya Varsha.

"Sudah tadi bareng teman, kamunya lama sih ke kantinnya."

"Iya maaf, saya tadi nunggu Livi lama banget kerjain tugasnya."

"Iya gak apa-apa kok"

"Uhukk." Livi pura-pura terbatuk, karena dirinya merasa tidak dianggap dengan dua orang yang ada di hadapannya.

"Kenapa Liv? Pelan-pelan aja makannya."

"Gue tersedak nyamuk nih barusan. Aduh gue udah jadi siluman nyamuk nih sekarang Sha."

"Apaan sih ih, awas hati-hati makannya jangan rakus."

"Iya-iya." Livi kembali memakan baksonya sambil bermain HP

Brakk

Saat ini Livi sedang menggebrak meja, membuat banyak orang-orang di sekelilingnya melihat ke arah Livi.

"Kenapa lagi Liv?" tanya Varsha heran dengan kelakuan temannya ini

"Eh gila vlog daily nya Nana udah tayang woi," ucap Livi menatap handphone-nya tidak percaya, "Gila gue bisa halu lagi, nemenin pacar."

"Gue kira apaan Liv. Bisa gak teriaknya dalam hati aja?Jangan malu-maluin," bisik Varsha.

"Bodo amat lah."

Varsha menatap ke arah Erland yang sepertinya merasa aneh dengan kelakuan Livi yang sangat memalukan ini. Jadi, wajar jika Erland tampak kebingungan.

"Maaf ya kak. Livi emang gini, heboh banget orangnya."

"Ga apa-apa kok. Anggap saja dia ga ada di sini."

Livi yang sedang fokus dengan handphonenya secara spontan melotot kearah Erland dan juga Varsha, "Gila lo, gue gini dianggap gak ada."

Erland yang mendengar itu hanya mengerutkan dahinya, bingung dengan Livi yang entah marah dengan siapa.

"Enggak kok kak, enggak marah sama Kak Erland, beneran. Gue marah sama hp kok, iya marah sama hp."

Livi  memukul mulutnya pelan, bisa-bisanya dia keceplosan seperti itu. Siapa coba yang tidak takut dengan tatapan tajam Erland yang seolah-olah akan membunuh siapapun yang sedang ditatap saat itu.

"Ternyata masih ada orang yang se-aneh dia ya."

Livi kembali memelototkan matanya, bisa-bisanya Erland mengatakan bahwa dirinya aneh. Sungguh saat ini Livi ingin mengumpat. Coba saja Erland tidak semenakutkan itu, pasti akan Livi cekek sekarang juga.

Varsha : Si Pencinta HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang