23-Terlambat

33 3 0
                                    

Jam digital yang melingkar di tangan kiri seseorang terus berputar detik demi detik. Sang pemilik yang terlihat begitu gelisah melirik ke arah jam tangannya, "Aduh sudah telat sepuluh menit."

Takut dan khawatir, ya itu yang sedang dirsakan oleh Varsha saat ini. Varsha terburu-buru menghidupkan motornya dan segera beranjak dari tempat itu. Sedari tadi, Kefe sangatlah ramai pengunjung, semua karyawan, bahkan Varsha pun kewalahan.

Ting Ting Ting

Bunyi deretan notifikasi yang bersumber dari hp Varsha tak kunjung berhenti. Varsha yakin itu semua pasti dari Mamanya, huhh entahlah, hukuman apalagi yang harus ia terima hari ini.

Setelah sampai di depan rumahnya, Varsha segera memelankan laju sepada motornya. Dengan tergesa-gesa ia segera membuka helm-nya.

Plak

Satu tamparan mendarat di pipi kiri milik Varsha. Ia hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya, ia menyadari kesalahannya.

"MAMA UDAH BILANG KAN KAMU HARUS PULANG JAM BERAPA?!" Bentak Delia, membuat orang-orang di sekitar mereka berhenti sejenak untuk melihat apa yang terjadi.

Plak

Satu tamparan lagi kembali mendarat di pipi kiri milik Varsha yang setia menundukkan kepalanya.

"KAMU TELAT 15 MENIT, KAMU BISA GA SIH SEKALI AJA JANGAN BIKIN KHAWATIR?!"

Air mata yang sedari tadi ditampung oleh mata Varsha sudah tak tertahan, air mata itu megalir menuju pipi Varsha yang panas diarenakan tamparan Mamanya.

"UDAH CUKUP KAKAK KAMU AJA YANG GA BISA DIATUR, KAMU JANGAN IKUTAN KAYAK DIA, BERENGSEK. DASAR JALANG! PELACUR! BISANYA CUMA KELUYURAN AJA!"

Umpatan itu lolos keluar dari mulut Delia, Varsha semakin menundukkan kepalanya. Ia malu menjadi tontonan seperti ini. Di sekitarnya sudah banyak orang-orang yang mengelilingi Delia dan Varsha sambil berbisik satu sama lain.

"Ma, kita ke dalam aja. Ga enak diliatin sama tetangga," ujar Varsha lirih, ia hanya takut Mamanya dijadikan bahan omongan.

"BIARIN, BIARIN MEREKA TAU KALAU KAMU ITU GA BISA DIATUR, BIARIN MEREKA TAU KALAU KAMU ITU JADI ANAK GA BECUS, BIARIN!" Delia pun berjalan ke dalam rumah meninggalkan Varsha sendiri di luar rumah.

Perlahan orang-orang yang dari tadi hanya menonton mulai mendekat ke arah Varsha, entah karena kasihan atau memang sekedar ingin tahu saja.

"Kamu yang sabar ya."

"Gue yakin dia emang ga bisa diatur."

"Kok bisa sampai gini kenapa?"

"Tenangin Mama kamu sana."

"Makanya nurut sama orang tua."

Semua omongan orang-orang itu hanya semakin membuat Varsha ingin menangis, tidak ada seorangpun yang benar-benar menenangkannya. Orang-orang itu bukan menenangkannya, malah melontarkan pernyataan ataupun pertanyaan yang Varsha pun enggan untuk menjawabnya.

Varsha segera berlari ke dalam rumahnya, menerobos semua kerumunan orang-orang. Ia terhenti di ruang tamu, disana ada Mamanya yang sedang duduk sambil menatap tajam Varsha. Tatapan dengan penuh kebencian yang memang sudah sering Varsha dapatkan.

Delia bangun dari duduknya, menghampiri Varsha yang sedang mematung di hadapannya. Kali ini bukan hanya satu tamparan lagi, tamparan berulang-ulag yang tak tahu berapa kali jumlahnya kembali diterima oleh Varsha.

"KAMU SUDAH KECEWAIN MAMA, KAMU SUDAH MALU-MALUIN MAMA," Teriak Delia tepat ke arah telinga Varsha

Mamanya menarik tangan Varsha kasar, membawanya ke arah kamar mandi di kamarnya. Varsha terduduk di bawah shower di kamar mandi miliknya, di bawah guyuran air yang sudah Mamanya hidupkan.

"Maafin Varsha Ma," lirih Varsha, "Varsha tahu, Varsha salah."

"MAKANYA JADI ANAK YANG BECUS, JANGAN KELUYURAN AJA."

"Varsha baru datang dari Kafe Ma, tadi antri, Varsha bantu yang lain juga tadi."

"Kafe terus yang kamu jadiin alasan, dasar anak ga tau diuntung."

"Varsha juga dari bukit, Varsha kangen Ayah," jujur Varsha dengan suaranya yang agak samar tertutup dengan suara air dari shower.

Delia keluar dari kamar mandi, menutup pintunya dengan sangat keras. Terdengar dari dalam kamar mandi bahwa pintu itu sedang dikunci oleh Mamanya.

Varsha terdiam, tetap dengan guyuran air dari Shower yang membasahinya.

"Yah, Hujan kangen," lirih Varsha disela-sela isakan tagisnya.

"Hujan milik tuhan hari ini ga datang. Hujan cuma bisa nangis di bawah shower. Maaf hujan ga bisa menjadi sekuat harapan Ayah."

Varsha : Si Pencinta HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang