Pengertian Kaidah Hukum
Kaidah hukum bersal dari dua Kata, yakni: Kaidah dan hukum. Kaidah berarti perumusan dari asas-asas yang menjadi hukum, antara yang pasti, patokan, dalil dalam ilmu pasti. Sedang hukum sendiri berarti peraturan yang dibuat dan disepkati baik secara tertulis meupun tidak tertulis, peraturan, undang-undang yang mengikat prilaku setiap masyarakat tetentu. Dari sini dapt di kemukakan bahwa keberlakuan tingkah laku didalm masyarakat. Kaidah hukum merupakan ketentuan tentang prilaku. Pada hakikatnya apa yang dinamakan kaidah adalah nilai karena berisi apa yang “seyogyanya” harus dilakukan. Sehingga harus dibedakan dari peraturan konkrir yang dapat dilihat dalam bentuk kalimat-kalimat. Kaidah hukum dapat berubah sementara undang-undang nya (Peraturan konkritnya) tetap (lihat ps-1365 Bw).
Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dengan aman tentram dan damai tanpa gangguna, maka bagi setiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata itu berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah manusia dalm pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut KAIDAH (berasal dari bahsa Arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau UKURAN-UKURAN.
Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi tiga, yaitu:
a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di ja;ankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membenmtuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertuentu.Proses lahirnya Kaidah Hukum
Kaidah hokum yang merupakan bagian dari kaidah social lahir adakalanya berbentuk tulisan dan ada pula dalam bentuk yang tidak tertulis.Yang tertulis adakalanya dianggap bersumber dari Tuhan, seperti hokum dalam Al-Quran,Injil, Taurat,Zabur Dll. Atau yang bersumber dari pemegang otoritas tertinggi, seperti Undang-undang dasar dan peraturan lainnya.
Sedangkan dilihat dari asal usul kaidah hokum tersebut pada pokoknya dapet dibedakan menjadi 2:
1. Kaidah hokum yang berasal dari kaidah-kaidah social lainnya di dalam masyarakat, yang dalam istilah Paul Bohannan dinamakan kaidah hokum yang berasal dari proses double legitimacy atau pemberian legitimasi ulang dari kaidah social non hokum (agam,kesusilaan/moral,dan kesopanan menjadi suatu kaidah hokum). Misalnya, Larangan membunuh, larangan mencuri, larangan menipu, dll. kemudian melauli proses double legitimacy (pemberian legitimasi ulang larangan-larangan tadi dijadikan pula sebagai kaidah hokum yang tertuang dalam kitan Undang-undang Hukum pidana (KUHP) Indonesia pasal 262, 338, 285 dan lain-lain.
2. Kaidah hukum yang diturunkan dari otoritas tertinggi (dalam konteks Indonesia berasal dari penyelenggara Negara baik eksekutif (presiden) maupun legislative (DPR) ).Sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu, dan langsung terwujud dalam wujud kaidah hokum, serta sama sekali tidak berasal dari jaidah social lainnya (non hokum), contohnya undang-undang lalu-lintas dan angkutan jalan, Undang-undang Perseroan dan lain-lain.Unsur Sanksi dalam Kaidah Hukum
Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa yang membedakan kaidah hokum dengan kaidah social lainnya (non hokum) adalah adanya sanksi yang tegas yang didukung otoritas tertinggi dalam masyarakat.Berhubungan dengan itu, Achmad Ali mengatakan bahwa ada 4 atribut (sifat) hokum yang membedakannya dengan kaidah social non hokum:
1. Attribut of Authority yaitu bahwa hokum merupakan keputusan-keputusan dari pihak-pihak yang berkuasa dalam masyarakat, keputusan-keputusan mana yang ditujukan untuk mengatasi ketegangan-ketegangan yang ada dimasyarakat.
2. Attribut of intention of Unibersal application yaitu bahwa keputusan-keputusan yang mempunyai daya jangkau yang panjang untuk masa yang akan datang.
3. Attribut of obligation yaitu bahwa keputusan-keputusan pengawasan yang harus berisi kewajiban-kewajiban pihak pertama terhadap pihak kedua dan sebaliknya,Dalam hal ini semua pihak harus dalam keadaan hidup.
4. Attribut of Sanction; yang menetukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi, yang didasarkan pada kekuatan masyarakat yang nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantar Ilmu Hukum
RastgeleDi dalam ini, saya akan membagikan suatu ilmu yang mana merupakan hasil dari kerja kelompok mata kuliah pengantar ilmu hukum. Disini berisikan kumpulan makalah yang dibuat oleh teman-teman saya dan saya sendiri dijadikan menjadi satu. Untuk penganta...