• O7

3K 678 73
                                    

Kali ini Haruto datang ke sekolah dengan lebih pagi. Bahkan ia dapat melihat ke adaan sekolah yang masih begitu sepi.

Dari kemarin hari, pikiran Haruto tidak begitu tenang karena Junghwan mengatakan hal perihal Justin.

Tujuan Haruto kini adalah menemui sosok bernama Park Justin tersebut.

Namun nihil, ia tidak menemukannya dimanapun. Aneh, Justin biasanya datang pagi hari, namun kini sama sekali tidak ada tanda-tanda kehadiran pemuda Park tersebut. Kini Haruto memilih untuk ke kelasnya guna menaruh tas.

"Pagi-pagi udah keringetan aja lo." Ucapan Junghwan adalah sambutan bagi Haruto yang baru saja memasuki kelas.

"Justin belum datang?"

Junghwan menggelengkan kepalanya, kemudian melesat keluar kelas dengan tujuan entah kemana Haruto tidak peduli.

Kini Haruto duduk di kurisnya, tangannya menopang kepalanya dan satu lagi menepuk pelan meja dengan jemarinya.

"Justin, lo hutang cerita ke gue." Gumam Haruto pelan.

Sebuah kebetulan, sebab Justin baru saja masuk ke dalam kelas. Seperti biasa, hoodie panjang melekat pada tubuh pemuda tersebut.

Bedanya, kali ini Justin memakai kupluk hoodienya dan masker hitam di wajahnya.

Haruto tak berucap, ia membiarkan Justin untuk duduk terlebih dahulu. Dirasa sudah duduk, Haruto langsung beralih memindahkan diri ke sebelah Justin.

"Gak usah ditutupin lagi, gue tau lo kenapa."

Deg.

Perketaan Haruto membuat Justin seketika menengok.

"Maksud?"

Haruto lantas menatap Justin, bukannya menjawab Haruto justru melepaskan masker yang menutupi wajah Justin dengan perlahan.

Masker berhasil terbuka dengan sempurna, membuat Haruto membeku dan Justin dengan cepat menengok ke arah lain.

Haruto dapat melihat lebam di wajah Justin, terutama pada sudut bibir yang terbilang cukup parah karena luka tersebut masih basah dan bisa saja mengeluarkan darah kembali jika Justin gegabah.

"Ayah gue keras, To. I don't know the exact reason, but he want me to be perfect."

Haruto tak tahu harus berkata apa lagi, ia pun dalam hati meringis membayangkan betapa sakitnya luka yang ia lihat barusan.

Itu baru di wajah Justin, belum dibagian lainnya.

Justin menundukkan kepalanya, "Jika gue melakukan kesalahan sedikit? Ya begini. Anehnya, gue selalu salah. I don't know what he want."

Haruto lantas bangkit dari duduknya, kemudian menarik lengan tangan Justin untuk keluar kelas membuat Justin seketika bingung.

"Kita ke taman, kalau di kelas siswa lain bisa lihat apa yang lo tutupi selama ini."

Justin menganggukkan kepalanya kaku, selama perjalanan juga ia segera kembali memakai kembali maskernya.

Sesampainya di taman sekolah, Haruto langsung menduduki dirinya di bawah pohon besar. Ia pun juga menepuk sebelahnya, memberikan tanda agar Justin duduk di sebelahnya.

Justin yang paham, lantas menduduki dirinya tepat di sebelah Haruto.

"Pasti berat, ya?" Tanya Haruto dengan memandang langit, ia masih tidak sanggup menatap wajah Justin.

Justin hanya menganggukkan kepalanya pelan, lagi-lagi ia menundukkan kepalanya akan perkataan Haruto tadi.

Namun menit kemudian Justin justru membuka Hoodienya perlahan, membuat Haruto kini menengok ke arah Justin.

Lagi, Haruto dibuat bungkam saat melihat keadaan Justin yang begitu mengenaskan. Haruto bahkan sampai meringis kala melihat banyaknya luka yang terlihat di tangan Justin.

Dari seperti luka benda tumpul hingga seperti bekas cambukan yang menyayat.

"Justin..." Lirih Haruto, ia bahkan nyaris meringis di depan Justin. Sedangkan Justin hanya tersenyum kecil.️️ ️️

️️ ️️

ㅤ️️ ️️

️️ ️️

ㅤ ️️

️️ ️️ ️️

️️ ️️

"Tau enggak, To? Gue rasanya ingin mati aja daripada terus-menerus disiksa begini."

[✓] Different - HAJEONGWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang