• O5

3.1K 695 94
                                    

Haruto tak habis pikir dengan apa yang ia katakan tadi di atap. Sudah kesekian kalinya ia menyebutkan nama Jeongwoo di hadapan Justin.

Tangannya terangkat guna mengacak rambut hitamnya secara cepat sembari berjalan menuju rumahnya.

"Kacau njir."

Langkahnya terhenti, Haruto memberhentikan langkahnya kala merasakan tetes air jatuh.

"Gerimis?" Monolognya sembari menatap langit dan benar saja bahwa kini langit sudah gelap.

Dan byuur.

Hujan turun dengan deras secara tiba-tiba, membuat Haruto mau tidak mau harus berteduh karena tidak membawa payung ataupun jas hujan.

Hingga kini berakhirlah di sebuah halte kecil pinggiran yang tidak jauh dari sekolah.

Haruto mendesus, ia ingin segera pulang tetapi harus tertahan karena hujan begini.

"Oh shit!"

Suara itu, berhasil mengalihkan pandangan Haruto dalam seketika. Lagi dan lagi, Haruto harus berhadapan dengan Justin. Padahal Haruto tadi sempat berpikiran untuk menjaga jarak dengan pemuda Park tersebut.

Haruto berusaha untuk acuh, ia memilih untuk duduk di kursi panjang halte sembari memainkan ponselnya.

Hujan semakin deras, suara gemercik air mulai memenuhi indra pendengaran keduanya.

"Gue duduk sebelah lo boleh?"

Haruto melirik sekilas, ia mengangggukan kepalanya kemudian bergeser tanda mempersilahkan Justin untuk duduk. Setelah itu, Justin benar-benar duduk di sebelah Haruto.

Keduanya saling diam, tidak ada yang berani membuka suara. Keduanya berkecamuk dengan pikiran masing-masing.

"Ekhem." Haruto bergumam guna mengambil alih perhatian Justin yang kini fokus dengan pemandangan hujan.

Benar saja, setelah itu Justin melirik ke arah Haruto yang ternyata sudah memperhatikan dirinya.

Kini keduanya saling bertatapan kembali.

"Itu hoodie lo basah. Kalau lo butuh jaket lagi, di tas gue ada. Nanti sakit loh."

Mendengar hal itu, Justin terkekeh sesaat.

"Lo pikir gue sakitan ya?"

Haruto menganggukkan kepalanya pelan atas pertanyaan Justin tersebut. Sedangkan Justin hanya bisa tersenyum kecil.

"Enggak, gue enggak sakitan kok."

"Terus kenapa selalu pakai jaket?"

"Kepo lo ah." Ucap Justin sembari merotasi kedua matanya.

Diam. Kedua nya kembali diam, hanya ada suara gemercik air hujan yang mulai mereda.

"Justin."

Lagi, Justin langsung menengok ke arah Haruto saat pemuda Jepang tersebut memanggil namanya.

"Pasti lo paham kan di sekolah ramai banget lo digosipin sama anak-anak kalau lo mirip Jeongwoo, sampai ada yang buat konspirasi gitu."

Justin hanya menganggukkan kepalanya pelan kala mendengar ucapan Haruto, toh itu memang benar karena ia sempat mendengar sendiri.

"Tanggapan lo gimana perihal pembahasan itu?" Tanya Haruto tanpa menatap Justin, pemuda Jepang tersebut justru memandangi jalanan yang mulai ramai orang lalu-lalang karena hujan sudah reda.

"No comment. Gue jadi percaya kalau kita punya 7 kembaran di dunia. Ya, walaupun gue enggak nyaman disamakan dengan Jeongwoo karena dia ya dia, gue ya gue, kita berbeda."

Mendengar penjelasan dari Justin, Haruto hanya tersenyum kecil.

Benar, keduanya berbeda.

"Padahal udah tau enggak nyaman, kenapa lo selalu berusaha mendekati gue yang jelas-jelas kadang keceplosan memanggil lo Jeongwoo?"

Deg.

Justin membeku dalam seketika. Dalam benaknya, kenapa Haruto tahu kalau dirinya dalam berusaha mendekati?

"Karena gue..." Justin menarik nafasanya sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Fell in love with you at first sight."

Kali ini Haruto lah yang membeku karena mendengar ucapan Justin. Yang barusan, apakah Haruto tidak salah dengar?

"Tapi gue sadar kok, kalau gue tidak bisa menggantikan posisi Jeongwoo di kehidupan lo."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Justin bangkit dari duduknya. Membiarkan Haruto yang masih terdiam di tempat.

Justin siap menerobos hujan, namun Haruto dengan cepatnya menahan kepergian Justin.
️️ ️️

️️ ️️

️️ ️️

️️ ️️

ㅤ ️️

️️"Lo emang bukan Park Jeongwoo, tapi lo Park Justin. Mungkin dengan kehadiran lo gue bisa merelakan dia, jadi bantu gue untuk move on, Justin."

[✓] Different - HAJEONGWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang