Part 12

241 24 8
                                    

Seorang gadis berambut pirang menggunakan jas putih memasuki area halaman keluarga Rahardi. Mata kecilnya mengedarkan pandangan ke seluruh sudut muka halaman, mencari sosok yang ia kenal. Fokusnya tertuju kepada seorang gadis remaja yang tengah bermain dengan kucingnya di beranda.

"Assalamu'alaikum." Serunya.

"Wa'alaikumussalam." Gadis remaja itu menoleh kepada sumber suara.

"KAK RANI," serunya seraya menghambur memeluk gadis berambut pirang. Ya, dialah Rani Khanza Ahmad. Cucu kedua keluarga Ahmad, adik sepupu Fildan.

Rani menahan pelukan Lesti di kedua lengannya. "Wait, wait. Kamu mau meluk calon dokter berjas putih ini dengan pakaian bertanah lumpur ala bocah? Ngajak balu hantam?."

Lesti menggaruk kepalanya sambil menatap pakaiannya sendiri. "Ah, iya. Kotor yak, maaf kak."

Rani menggeleng dengan senyum menghiasi wajahnya. Diusapnya pelan wajah kotor adik angkatnya yang memang sudah tak asing lagi baginya ini. Mereka sudah beberapa kali bertemu semenjak Fildan mengenalkan keduanya saat Lesti berumur 5 tahun dan Rani berumur 9 tahun. Sekarang sudah 10 tahun lebih berlalu, Rani tetap menyayangi adik angkatnya ini seperti adik kandungnya sendiri.

"Cantik adenya kakak. Tapi, kalau bebersih, pasti lebih cantik. Ayoo sana, Kakak mau nemuin Om Hardi dulu."

Lesti mengangguk cepat. "Hayuu."

Gadis mungil itu berjalan mengiringi Rani sambil menggendong kucing kesayangannya. Tangannya tak berhenti memeluk sayang si kucing yang wajahnya penuh derita itu. Bagaimana tidak?, pelukan sayang ala Lesti itu seperti anakonda menyekik mangsa. Kuat sekali.

"Kak, Lesti ke kamar yak."pamit Lesti. Rani menjawabnya dengan anggukan sekali.

"Lalalalalalalalala." Lesti terus bersenandung dengan suara cemprengnya menuju lantai 2, tempat kamarnya berada.

"Rani," Sapa tuan Rahardi.

"Om." Rani memeluk paman kesayangannya itu dan dibalas dengan ciuman di kening dan kedua pipinya.

"Baru datang, Gimana kuliahnya?."

"Best Om. Tapi karena Rani Om manggil, ya udah, Rani buru - buru nyelesaikan administrasi buat kuliah dua semester di kampus sini. Syukur aja kampus punya keluarga, kalau nggak, bisa kena perkara pindah - pindahan," Celoteh Rani yang hanya ditanggapi dengan kekehan sang paman.

"Ini langsung dari kampus Semarang ke sini?, kok udah pakai jas putih?," tanya Tuan Rahardi.

Rani menatap ke tubuhnya sendiri, "Ehm, tadi Rani langsung ke rumah sakit yang bakal jadi tempat praktikum."

Tuan Rahardi mengangguk mengerti, "terus koper kamu?, Jadi nemenin dede di sini kan?."

Rani menampakkan wajah tanpa dosanya disertai senyuman cengir kuda, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. "Om kan ga pernah biarin Rani datang dengan tangan hampa. Pasti kamar udah disediakan seperangkat alat hidup Rani kek biasanya. Plus juga pakaian Rani yang dulu - dulu kalau nginep jug masih ada di sini Om. Ngapain ribeut bawa -bawa lagi?."

"Iya iya iya, ponakan Om satu ini memang seperti itu. Beda dengan adiknya yang satu. Pasti rempong kalau ke sini," ucap Tuan Rahardi yang mengundang gelak tawa Rani.

"Ya iyalah rempong, wong pakaian kak Rani dibebanin ke aku,"oceh seseorang dari arah belakang Tuan Rahardi.

Rani dan Tuan Rahardi menoleh ke sumber suara di mana seorang gadis bermata kecil dan hijab modernnya berdiri sambil membawa koper besar.

"Hehe, kan nitip Mbil," Ucap Rani dengan wajah tanpa dosanya. Gadis yang dipanggil Mbil itu menatap jengah.

"Kalau nggak sayang, dah Mbil buang kakak ke sungai amazon," Oceh Nabila.

Kembalikanlah Dia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang