Part 29

339 42 7
                                    

Hubungan Fildan semakin baik dengan si gadis mungil kekasihnya--Lesti Kejora. Fildan selalu mendampingi sang kekasih dalam setiap agendanya. Bahkan dalam keadaan dia sendiri sibuk merintis kembali usahanya yang dimulai dari nol, Fildan tetap menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama Lesti. 

Satu hal yang pasti, Fildan belum mengetahui sebab Billar menemuinya dan mengatakan akan mengembalikan hartanya yang telah ia rebut. Karena sampai detik ini, tak satupun orang yang mengatakan padanya tentang kebenaran sang bunda dan adiknya. Itu semua karena permintaan Tuan Rahardi kepada semua orang, termasuk kepada Billar. Dan atas perintah Ny. Frida, Billar pun menurutinya. Walaupun begitu, tetap ada yang janggal dan terus menjadi pertanyaan di benaknya.

"Ma, kenapa Billar gak boleh kasi tau kebenaran soal mama dan ade ke Kak Fildan?."

Ny. Frida menatap mata sang putera yang penuh harap jawaban darinya, ia tersenyum meski sedikit dipaksakan, "belum saatnya. Dia masih sakit, Bi. Kasihan jika dia tertekan karena kenyataan ini."

"Tapi, hidup dalam tanda tanya besar tentang Mama juga bisa membuat Kak Fildan tertekan kan?." sanggah Billar yang masih tak puas dengan jawaban ibunya.

"Tidak nak, keadaan sekarang jauh lebih baik. Tn. Rahardi juga tak akan senang jika kita memberitahukannya."

Tak ingin berdebat dengan puteranya. Ny. Frida berlalu begitu saja tanpa sepatah katapun.

"Mama mau kemana?."

"Nemuin Papa."

Billar menahan langkah Ny Frida, demgan kepala merunduk memegangi lengan wanita terkasihnya itu.

"Bi ikut, Ma."

"Baiklah."

Keduanya bersama menemui sosok yang selama belasan tahun disembunyikan keberadaannya dari dunia. Sosok yang menjadi sebab dari banyaknya kekacauan--Tn Raditya.

"Pa."

Tn Raditya menatap ke sumber suara yang memanggilnya. Tawanya menggema memenuhi ruangan yang bernuansa putih dengan aroma obat menusuk dan AC yang disengaja dengan suhu rendah.

"Hahahahaha, kamu siapa? Enak aja manggil - manggil aku papa, akutu single tahu. Gak punya isteri, gak punya anak," celotehnya sambil mengaitkan jemari kedua tangannya dan mengangguk-angguk kepala.

Mata Billar memerah, sedih nan pilu melihat kondisi Sang Papa. Sosok yang kini berada dalam pelukannya dahulu adalah pria tangguh teladan. Mendidiknya dengan ketegasan seorang ayah namun juga kelembutan seorang ibu.

"Mas Radit," sapa Ny. Frida.

Tn. Raditya menoleh padanya dan menangis lirih menunjuk - nunjuknya, "Kamu, kamu yang bikin aku kehilangan sahabatku. Kamu, kamu, kamu bikin kakakku benci sama aku. Kamu bikin aku susah, anakku, anakku."

Tn Raditya memandangi kedua tangannya yang hampa. Isakannya terdengar lirih, "Aku sampai membesarkan bayi merahku sendiri. Dia pintar, banget. Karirku sedikit terganggu karena aku mau terus nemenin dia. Tapi semua hancur. Kakakku marah, karirku hancur. Huhu."

"Salah, salah. Bukan kamu. Ini salah aku sendiri. Aku yang seenaknya aja naruh perasaan sama isteri sahabatku. Padahal dia itu sudah jadi saudaraku, padahal dia selalu bimbing aku, ngajarin aku banyak hal sejak pertama berteman. Aku jahat, aku jahat."

Tn Raditya mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi. Perasaan bersalah dan resah merusaknya begitu dalam.

"Pa, nggak Pa. Papa gak jahat, Papa gak jahat." seru Billar menahan Tn. Raditya menyakiti dirinya sendiri.

"Mas, gak Mas. Mas gak jahat. Mas orang baik. Itu semua kekhilafan kita mas," histeris Ny Frida.

Billar segera menekan tombol darurat untuk memanggil dokter. Khawatir mereka tak mampu menahan gerakan Tn Raditya yang entah mengapa menjadi begitu kuat mengamuk."

Kembalikanlah Dia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang