Waktu berjalan bagai roda pedati, sangat lambat, kehidupan kami juga harus berjalan walaupun tersendat, aku dan emak tetap bersyukur masih bisa menikmati kehidupan nyata.
Hari berganti, bulan berganti, tahunpun telah berganti, nasib kami belum berubah masih terseok enggan bergeliat dan berlari kencang, kesempatan berlari belum menghampiri kami.
Kini aku sudah kelas enam SD hampir tamat. Mendekati ujian sekolah bapak Kepala sekolah memberikan surat edaran tentang pelunasan biaya membuat pas foto dan album kenangan untuk murid kelas enam juga tentang rencana perpisahan.
Aku mulai ragu! Skankah aku bisa ikut ujian?
Akankah aku bisa ikut acara perpisahan?
Perpisahan sekolah akan berdarma wisata kebeberapa objek, ada kunjungan ke Musium, ke pantai dan ada acara perpisahan di pantai, aku gamang!.
Aku tidak ingin membebani emakku yang memang sudah sangat payah kami meniti kehidupan ini. Aku berfikir mencari jalan keluar.
Aku mencoba mengetuk hati bapakku dan nenek dengan berkirim surat akan aku utarakan kebutuhanku di akhir masa sekolah dasarku.
Kutulis surat dengan sangat hati-hati dan sopan berharap mendapat secercah belas kasih dari bapakku dan nenek.
Sudah sangat lama mereka tidak pernah bertemu dengan kami, jarak yang dekat terasa sangat jauh.
Surat tanpa amplop kulipat rapi, nanti sepulang sekolah itu akan kuserahkan langsung ke toko nenek.
Jam pulang sekolah telah usai, hatiku berdebar kencang menuju toko nenek.
Aku berjalan penuh keraguan, kebutuhan ujian dan perpisahan menguatkan hatiku untuk tegar menuju toko nenek.
Aku masuk toko dengan pelan dan hati-hati, aku takut!. Rasa gemetar dikakiku.
"Hei!...hei...mau apa kamu! Mencuri ya!"
Pegawai toko membentakku dengan keras! Para pembeli melihatku, seperti menuduhku juga.
"Saya...cuma mau menyampaikan surat ini ke nenek dan bapakku saja, saya tidak mencuri!"
"Bohong! kamu pasti mau mencuri! Keluar!"
Ditariknya tanganku kuat oleh penjaga toko, tak ada rasa kemanusiaan sedikitpun.
"Iya saya keluar! Tolong berikan surat ini kepada pemilik toko ini"
Ku berikan suratku yang telah kusut tergenggam erat ditanganku tapi ditolaknya.
"Surat apa! Pergi! Pergi sana!"
"Ada apa Wawan?"
Tiba tiba nenek sudah keluar mendekatiku dan karyawan toko bernama Wawan.
"Ini bu, anak ini mau mencuri"
"Tidak! Saya bukan pencuri! Saya cuma mau ngasih surat ini ke bapakku!"
Nenek memandangiku dengan tajam, aku gemetar.
Direbutnya suratku dengan kasar lalu dibacanya. Aku tidak berani menatapnya, rasa sesal dan ingin menangis ku tahan sebisa mungkin.
Tanpa kuduga suratku dibuangnya di bak sampah setelah selesai dibacanya. Mata elangnya menatapku tajam seperti belati menghujam.
"Kamu siapa? Anak gembel berani sekali kamu kemari! Saya tidak ada urusan dengan kamu! Pergi dari sini! Jangan sekali-kali datang kesini!"
"Kenapa nenek kejam sekali!"
Aku melawan sambil menangis.
"Aku cucumu! Mana yang namanya bapakku?"
Plak!...tamparan demi tamparan mengenai tanganku dan punggungku! tidak kurasakan sakit sama sekali!.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emak (END)
General FictionYah.. cuman pojokan sebuah kisah. Kisah ini diketik bukan oleh author ya... Author hanya semata-mata sebagai penyalur aja...