11

387 45 2
                                    

Hari raya ke tiga, sore hari aku duduk didepan rumah, rasa lelah seharian berkeliling mencari rongsokan.

Hasil hari ini, lumayan banyak, aku dua kali kelapak penampung rongsokan, banyak tong sampah penuh dengan botol bekas minuman, banyak kardus bekas tempat minuman juga, aku bahagia, lima puluh ribu rupiah ku dapatkan, besok, aku akan lebih pagi berkeliling.

Banyak orang berlalu lalang. Jalanan depan rumahku juga ramai, Marni sibuk kesana kemari melihat kembang api yang masih menghiasi angkasa.

"Murni ya?" seorang Bapak menghampiriku.

"Iya, pak! Maaf ada apa, Pak?" ada rasa takut aku bertegur sapa dengan orang yang tidak ku kenal.

"Ini, naak, ada pembagian zakat fitrah dari Masjid, sebenarnya bapak sudah dua kali kemari, tapi rumah ini selalu kosong, bapak ketuk pintunya juga tidak ada yang menyahut, jadi bapak sampaikan amanah dari Masjid baru sekarang, maaf ya nak?"

Ku terima kantung plastik besar, ada amplop di dalamnya, tak terasa air mataku meleleh.

"Terima kasih Pak, terima kasih!" ku terima bingkisan itu, Bapak dari Masjid berlalu, aku segera masuk kedalam rumah, ku buka. Syukur Alhamdullillah, ada beras dan uang!

Aku terbelalak menghitung uang dari Masjid, tiga ratus ribu rupiah dan beras sepuluh kilogram. Kupeluk adikku, ku syukuri nikmat ini, beras yang banyak, satu bulan aku akan kenyang.

Harapan untuk menyekolahkan adikku kian nampak. Aku harus lebih bersemangat!

Ke'esokan harinya, aku pagi-pagi sekali berangkat mengais rezeki, nanti aku akan singgah di rumah Bapak Madi, aku dan adikku belum bersilaturahmi ke rumah pak Madi, aku masih sungkan, mungkin di rumah pak Madi masih ramai dengan anak dan cucunya, aku akan kesana.

Marni memakai baju baru yang kubelikan, karung kosong masih kulipat, bila kemanapun, aku selalu membawa karung, siapa tahu ada rezeki yang tercecer, rongsokan!

Rumah pak Madi, pintunya tertutup, kuketuk berapa kali tidak ada yang menjawab, mungkin pak Madi dan keluarga sedang bepergian.

Aku menuju pintu dapur, mungkin Bapak atau Ibu tidak mendengar.

Betul saja, pintu dapur terbuka, aku langsung mengucapkan salam, tak ada yang menjawab. Rasa penasaran, aku masuk dapur pak Madi, dan aku terkejut!

Aku mendapati pak Madi tergeletak di lantai dapur! Mata pak Madi terpejam.

"Paak!, bangun Pak!, jangan tidur dilantai Pak!" Aku goyang goyangkan tubuh pak Madi, tak ada reaksi, pak Madi tetap diam.

Aku berlari keluar rumah, mendatangi tetangga terdekat pak Madi meminta bantuan.

"Buuu!, Paaak! tolooong! tolooong!, pak Madi tidur di lantai dan tidak mau banguun!, tolooong!" pintu terbuka, seorang Bapak, dan Ibu, keluar.

"Apa?!"

"Pak Madi tergeletak dilantai Bu!, aku bangunkan, tidak bangun juga! tolong di lihat Paak!" sambil menangis aku berteriak.

Bapak, tetangga Pak Madi berlari bersamaku menuju rumah pak Madi, Ibu tadi berlari ketetangga lainnya.

"Bangun, mas, banguun!" Bapak tetangga pak Madi mengguncang tubuh pak Madi, dan pak Madi tetap diam.

Tak lama kemudian banyak orang berdatangan, pak Madi di bawa kerumah sakit. Aku terpaku diam di luar rumah.

Kata tetangga pak Madi, ibunya, istri pak Madi sedang keluar bersilaturahmi bersama anak dan cucunya, pak Madi dirumah sendirian.

Pak Madi sudah dibawa kerumah sakit, para tetangganya masih menunggu di rumah pak Madi, diam-diam ku ajak Marni pergi dari rumah itu, aku berdoa, semoga pak Madi segera sehat kembali, amiiin.

Emak (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang