4

468 42 6
                                    

Hari hari berlalu, aku sudah lulus dari Sekolah Dasar. Belum ada tanda tanda aku bisa mengambil Ijazah, apa lagi meneruskan sekolah, aku memaklumi kondisi Emak yang belum punya uang.

Wajah Emak kulihat pagi ini tidak ceria seperti hari-hari yang lalu, ada apa maak?

"Murni, besok emak akan berangkat menuju penampungan di Jakarta, tolong jaga adikmu di tempat bibikmu ya? Emak tidak akan lama, setelah emak punya uang, emak akan segera menjemputmu, kamu ingin melanjutkan sekolah kan?" Emak memanggilku disore hari dan emak bilang besok akan berangkat bekerja  jauh.

"Maak, Murni takut tinggal di rumah Bibi, maak!."

"Sabar ya sayang, emak tidak akan lama, jadilah anak yang baik, jaga adikmu, Murni harus nurut ke Bibimu, jangan melawan ya sayang?." Berurai air mata Emak.

Malam ini ku pandangi emakku lekat, ku lihat semua gurat diwajahnya, emakku cantik sekali, kemelaratan yang membuat wajah Emak kusam.

Hilang rasa laparku, walaupun emakku menghidangkan telur dadar yang enak untuk menu malam ini, malam terakhir aku dan adikku tidur bersama, kupeluk emak dengan erat kuhisap aroma badan emak, di setiap tarikan nafasku ada rindu teramat sangat, ada rasa kehilangan yang akan terjadi.

Baru aku terlelap, Emak sudah membangunkanku, hari sudah pagi, matahari sudah mulai bersinar, dengan malas aku bangun, ingin rasanya waktu kuputar dan tidak terjadi pagi.

"Ayo sayang, adikmu sudah mandi, Murni segera mandi terus nanti emak suapin ya nak?"

Aku malas untuk mandi, perlahan aku berjalan menuju kamar mandi, ku guyur air dingin ke tubuhku perlahan, rasa sepi dan enggan untuk ku bergegas.

"Murni! Buruan mandinya takut bibimu datang!" Emak mengetuk kamar mandi.

"Ya mak!, sabar ya maak, Murni sudah selesai kok." dengan enggan aku keluar kamar mandi, emak sudah menungguku dengan sepiring nasi hangat, emak sudah menyuapi Marni adikku.

Nasi ini terasa pahit, hampir tidak tertelan, kunikmati suapan emakku walau terasa tidak enak.

Aku melihat di ruang tamu kami yang kecil dua tas pakaianku dan adikku sudah siap.

"Maak!, Murni malas tinggal dirumah Bibi maak!, aku tidak kenal maak!" Aku menangis.

"Murni, emak juga sedih berpisah dengan mu dan adikmu, tapi Murni ingin sekolah kan?, adikmu juga harus sekolah sayang, uang dari mana emak?, emak harus bekerja lebih giat sayang, tidak akan lama ya nak?, jaga adikmu dengan baik?" Ada air mata emak ku disudut kelopak matanya yang indah.

Aku ingin menangis kuat-kuat, aku tahan sebisa mungkin.

"Emak tidak bisa memberimu uang jajan untuk bekal ya nak?, ini cuma lima ribu rupiah. Dihemat ya sayang, bila perlu sekali baru dibelanjakan ya sayang?" Emak mengeluarkan uang lima ribu rupiah dari dompet kecilnya yang kulihat kosong.

"Maak, tidak usah, Bibi kan baik kata Emak, jadi Murni tidak perlu jajan mak!"

Memang Emak pergi bekerja tanpa biaya apapun, bahkan nantinya kata emak akan dapat uang saku waktu dipenampungan, segala surat menyurat juga diurus pihak sponsor, tinggal nanti potong gaji yang didapat. Itu kata emakku.

Teeeet...,teeeet..!, suara klakson mobil kuat sekali, Bibi telah datang. Emak bergegas menarikku dan menggandeng adikku berikut tas-tas kami.

"Ayok naak! Segera naik! Itu pintu mobilnya sudah terbuka!, takut bibimu marah kalok kelamaan!, ayok nak!"
Dipeluknya kami berdua, hampa terasa.

"Emaaak, hati-hati ya maaak!, Murni sayang Emak!" ku peluk emak erat.

Aku naik mobil, Bibi tidak turun atau membuka kaca mobil, hanya membunyikan klakson mobil pelan, tanda kami berangkat.

Emak (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang