8

373 38 2
                                    

Aku bingung mau masak pake apa, terfikir olehku, dulu Emak pernah memasak pakai kayu bakar bila gas kami habis.

Aku tersenyum dalam kesedihan teringat emakku.
Ku kumpulkan ranting semak yang telah kering, ku cari disekitar rumah kami.

Tungku kubuat dari pecahan bata merah, kayu sudah kusiapkan, dan aku bingung menyalakan kayu bakarnya, aku tidak mempunyai korek api.

Ku jelajahi tiap jengkal rumah, siapa tau Emak menyimpan korek api, tak ku temukan.

"Kaak, Marni lapar kak?" Marni merengek.

"Sebentar ya dek, kakak pinjam korek api dulu ketetangga ya? Marni sabar dulu" segera ku menuju kerumah tetangga meminjam korek api, setelah kudapatkan, kuhidupkan ranting kering, susah sekali, ku cari kertas ditempat sampah, kunyalakan, Alhamdullillah menyala.

Ku biarkan api menyala, kuambil beras tiga genggam, lalu kucuci dan kumasak memakai panci. Setelah mendidih api ku kurangi, tinggal baranya, kututup panci dan aku pergi mengembalikan korek ketetangga.

Berapa saat kemudian, nasi telah masak, sisa bara api untukku gunakan menggoreng telur ayam, selesai, hari sudah siang.

Aku merasakan kebahagiaan, melihat adikku makan, aku juga merasakan nikmat yang luar biasa, kurasakan ketenangan, hanya rindu ke emakku tak bisa kuhapus.

Untuk air keperluanku dan adikku, aku minta dengan tetangga, sumur kami, tidak ada ember dan kerekan tempat timba. Air ku bawa dengan menggunakan kaleng plastik bekas cat sisa barang-barang kami. Bak mandi kami tidak punya, untuk mandi aku harus bolak-balik mengambil air, ada perasaan sungkan dengan tetanggaku yang punya air.

Hari ini aku fokus membersihkan rumahku, ku sapu dan ku pel, air ku ambil tetap dari tetangga.

Sore hari aku bingung memikirkan penerangan
di rumahku bila malam hari, aku sudah tidak punya uang lagi untuk membeli lilin atau lampu, malam ini kembali kegelapan di rumah kami, magrib tiba, hujan deras, kurasakan damai yang sunyi tanpa Emak, Marni selalu bertanya, dimana Emak!

"Kak, aku ingin ketemu Emak, kaak!" kupeluk Marni, selalu begitu Marni, kadang aku jengkel dengan adikku yang belum mengerti juga.

Dalam pelukan gelap, kami tidur dengan nyenyak, perut kami terisi, kenyang.

Pagi, kubangun dengan gembira, aku akan mencari pekerjaan, ku bangunkan Marni.

"Kak, Marni haus, minum kaak?" dan aku lupa kalau aku tidak memasak air untuk minum, korek api sudah kukembalikan, malu meminjam kembali.

Aku dan adikku belum mandi, hanya mencuci muka dan menyisir rambut, lalu ku ajak Marni kerumah Bapak RT, aku akan memberi tahu Bapak RT tentang aku dan adikku, aku juga akan minta pak RT untuk melindungi aku dan adikku, aku tidak mau tinggal bersama saudara  bapakku atau Nenek. Aku memohon dengan pak RT, aku menceritakan semua yang ku alami saat kemarin aku tinggal bersama Bibi.

"Ya, sudah, hati-hati, kalau kamu sedang memasak ya? Bapak akan melindungimu, sampai ibumu pulang!"

"Terima kasih, pak, kalau boleh saya dan adik saya minta air minum pak, kalau ada juga korek api, maaf ya Pak, saya merepotkan?" aku memberanikan diri untuk minta minum.

Pak RT berjalan masuk kedalam rumah, aku hanya di teras depan, kutunggu lama pak RT tidak keluar juga, kugandeng tangan adikku untuk pergi dari rumah pak RT.

Aku dan adikku, menuju rumah pengrajin kerupuk, di desaku paling ujung, satu kilo meter dari rumahku adalah sentra pengrajin kerupuk, beberapa pengrajin telah ku datangi, aku selalu ditolak. Mungkin melihat tubuhku yang kecil, kurus dan membawa adikku, makanya mereka menolakku.

Emak (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang