2

765 61 9
                                    

Aku berlari kencang menuju rumahku, pintu rumah segera ku dorong tanpa mengucap salam ku panggil Emak.

"Maaak, maaaak! "

"Ada apa Murni?"

"Kata temanku, luka-luka emak akibat dipukuli sama bibik dan nenek serta paman ya? Emak mencuri telur?"

"Murni...emakmu bukan pencuri nak, emak tadi mau utang telur, tapi nenekmu sudah keburu menuduh emak mencuri, lalu mereka memukul emak, emak sudah bilang kalau mau utang, tapi mereka tidak percaya, emakmu bukan pencuri nak!"

Emak menangis, kupeluk Emak erat erat. Aku tau emakku bukan pencuri, emakku orang yang sangat jujur dan baik, menyesal aku bertanya begitu.

Namaku Murniati, aku anak pertama, kini usiaku sudah sepuluh tahun, aku duduk dikelas tiga Sekolah Dasar, adikku satu, perempuan juga, adikku baru berusia satu tahun.

Emakku yatim piatu, dulu kata Emak, emakku bekerja sebagai pembatu rumah tangga di keluarga bapak, keluarga bapak mempunyai beberapa toko sembako yang besar. Keluarga bapak amat terpandang sebagai orang kaya.

Di keluarga bapak pembantu rumah tangganya ada tiga semua pembantunya di ambil dari yayasan yatim piatu, salah satunya emakku.

Aku tidak tahu bagaimana ceritanya, kenapa emakku menjadi mantu keluarga majikannya, aku juga tidak tahu kenapa yang namanya bapakku tidak pernah menegurku? Apa lagi menggendongku, terkadang aku cuma memandangi wajah bapakku dari kejauhan tidak berani aku mendekat apa lagi menyapanya. Pernah aku memanggilnya "Bapak!" tapi aku di usirnya dan dimakinya, sejak saat itu aku tidak berani mendekat.

Aku dan Emak baru satu tahun meninggalkan istana nenek setelah adikku Marni lahir. Kami diberi rumah sederhana untuk kami tempati, rumah dengan dua kamar, ruang tamu dan dapur, rumah yang kami tempati saat ini.

Bapakku putra ketiga, ada kakaknya satu perempuan dan satu laki-laki, adik bapakku ada dua orang laki-laki dan perempuan yang bungsu, kata Emak mereka itu juga orang tuaku. Tapi tidak pernah menyapaku sekatapun, bahkan aku tidak boleh masuk ke rumah nenekku.

Nenekku orang tua bapak, masih sangat sehat walaupun sudah banyak cucunya.

Nenek tidak pernah berbicara kepadaku sekalinya bicara pasti amarah yang ada, nenek tidak pernah menganggapku cucunya itu sangat aku rasakan.

Apabila cucunya yang lain datang kerumah nenek, aku cuma memandang dari jauh  keakraban mereka, aku takut mendekat. Pernah aku mendekat tapi aku langsung di usir nenek.

Aku dan Emak tinggal di kamar bedengan khusus untuk pegawai nenek sebelum kami pindah kerumah ini.

Tugas emakku walaupun sebagai mantu tapi tetap sebagai pembantu rumah tangga dan tetap melayani kakak-kakak iparnya .

Kadang aku tidak tega dan marah bila emakku diperlakukan tidak manusiawi oleh mereka.

Emak hanya diam waktu kulihat bapak memukulinya, menyiram emakku dengan sayur yang katanya tidak enak, nenek ikut menarik rambut emakku, bentakan demi bentakan kurasakan menghujam jantungku, aku hanya diam memandang dari luar jendela perlakuan kasar nenek dan bapak terhadap emak.

Aku juga belum pernah memanggil "nenek" aku takut.

Hari itu emakku sakit dan sedang di sidang oleh nenek, bibi, dan pamanku, bentakan dan cacian ku dengar, ternyata emak sedang mengandung adikku, sehingga emak tidak segesit biasanya dalam bekerja.

Aku hanya menangis, tapi tidak didepan emak.

Malam harinya kupeluk emak, kudekap emak, kupijat kaki emak sampai emakku terlelap.

Aku sekolah  di SD Negri dekat rumah nenekku, bila waktu sekolah aku bahagia bersama teman-temanku tak kuperlihatkan duka laraku.

Sekolahku semua dibiayai nenek tapi aku tidak pernah diberi uang jajan. Sama emakku atau nenek, baju -baju kami semua yang beli nenek, emak hanya bekerja dan bekerja tanpa gaji.

Emak (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang