"Lo mens?"
Seketika Glen, Anthon, dan Alan menoleh ke arah Bella tatkala mendengar pertanyaan dari Bian.
Bella yang mendapat tuduhan seperti itu pun langsung membulatkan mata. Gadis itu ikut menatap ke bawah, tepat ke arah kakinya. Dia takut jika itu benar, maka dirinya akan sangat malu.
Setelah mengeceknya, Bella menghela napas lega. Ternyata yang dimaksud oleh Bian tadi adalah darah yang berasal dari lukanya, bukan darah mens.
"Kak Bian, Bira main dulu ke rumah Nana, ya." Dari lantai atas, terdengar suara anak kecil yang membuat Bian dan Bella serempak menoleh.
Di sana terlihat seorang gadis kecil yang berumur sekitar lima tahun sedang berjalan menuruni anak tangga. Bajunya yang panjangnya sampai mata kaki membuat gadis itu kesusahan untuk menapaki satu per satu anak tangga. Gadis kecil dengan iris mata berwarna hitam jernih itu adalah Bira Brahmandyo, adik Bian.
Bella dibuat gemas dengan penampilan bocah itu. Rambut panjang yang dikuncir menjadi dua bagian di kanan dan kiri, tangan kanan yang tengah memeluk sebuah boneka barbie, dan juga sebuah dress berwarna pink bermotif Anna dalam film "Frozen" membalut tubuh mungilnya.
"Nggak boleh!" ujar Bian melarang.
Gadis kecil itu mengerucutkan bibir. Wajahnya seketika murung, membuat kedua pipinya menggembung lucu.
"Kenapa Kak? Kan Bira pengen main sama Nana."
"Nanti kamu diculik gimana? Rumah Nana kan agak jauh, di ujung kompleks sana. Kamu main aja di kamar," terang Bian berusaha menakut-nakuti Bira karena sebenarnya dia tidak mau mengantar dan menemani adik kecilnya itu.
Sebab dulu, ia pernah diminta papanya untuk mengantar Bira ke rumah Nana. Setelah sampai di rumah Nana, Bian tidak pulang gara-gara Bira meminta dirinya untuk menemaninya. Bian menolak karena dia hendak pulang. Namun, adiknya itu malah menangis, membuatnya terpaksa menunggu sampai berjam-jam.
Bira menatap ke arah sekitar, lalu perhatiannya jatuh ke arah kaki Bella. Kedua mata gadis itu terbelalak.
"Lutut Kakak berdarah!" teriak Bira panik melihat darah dari luka Bella yang telah menetes, menampilkan sebuah garis menurun di kaki putihnya.
Bella ikut menatap ke bawah. Tanpa diduga, Bira malah berlari ke arah tangga, berniat pergi ke kamar.
Anthon dan Glen kikuk karena suasana menjadi hening. Mereka memilih untuk kembali fokus ke arah layar televisi seraya menekan-nekan stik PS masing-masing. Menulikan pendengaran tentu adalah hal yang tepat yang harus mereka lakukan.
Bian dari tadi masih menatap Bella. Menatap gadis itu dengan intens.
"In-ini darah luka." Bella melotot ke arah Bian. Dia tahu kalau laki-laki itu tengah berpikir yang tidak-tidak tentangnya.
Tak butuh waktu lama, akhirnya Bira kembali seraya membawa kotak P3K berwarna putih. Gadis kecil itu terlihat sangat tergesa-gesa sambil menjinjing ujung gaunnya supaya mempermudah langkah.
Di anak tangga terakhir, gadis kecil itu malah terpeleset. Dia mengaduh sebentar, lalu berdiri dengan sendirinya sebelum Bian datang menolong.
"Bira, hati-hati. Kalau jalan nggak usah lari. Nanti kalau kenapa-napa Kakak yang bakal kena marah Papa," omel Bian sedikit marah.
Bira mengabaikan peringatan kakaknya. Dia masih tetap berlari ke arah Bian. Kedua tangannya mengangkat kotak P3K yang ia bawa tadi ke arah Bian.
"Kenapa dikasih ke Kakak?" tanya Bian bingung. Dia belum menerima kotak tersebut, membuatnya masih mengambang di udara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-liku Rasa🌿✔
Teen FictionBerawal dari ide gila saudara kembarnya untuk bertukar tempat selama satu hari, Bella tak menyangka akan dihadapkan oleh pertandinga basket melawan Bian Brahmandyo, kapten basket di SMA Airlangga. Tentu saja Bella harus menerima kekalahan karena tak...